MUSIK 10

663 Words
Jingga tak pernah setegang ini ketika naik mobil. Tetapi ketika mengetahui rahasia itu, rasanya seperti memikul beban berat di punggung. Vano tak menyuruh Jingga tutup mulut, namun ia tahu diri. Jingga tak mau Vano berada dalam masalah. Jika sekali lagi cowok itu terkena masalah karena dirinya, berarti ia juga punya masalah. Jingga tak ingin berkawan baik dengan masalah. Lebih baik pura-pura tidak tahu. “Gue nggak akan bilang sama siapa pun!” Jingga bersuara, membuat Vano melirik di sela-sela menyetir. “Apaan?” tanya Vano. “Kertas-kertas lo. Dan, gue minta maaf.” Vano tak menjawab, ia mengemudi dengan tenang sehingga Jingga serba salah. Atmosfer hati Vano selalu sulit ditebak. Terkadang terlalu tenang seperti air danau sehingga Jingga tak dapat mengetahui banyaknya ancaman dari buaya-buaya lapar. “Rumah gue bentar lagi nyampe, Van,” kata Jingga, mencoba membunuh kesunyian. Ia menunjuk g**g sempit dan menyuruh Vano berhenti di sana. Ia melepaskan sabuk pengaman lalu keluar dari mobil dengan gerakan pelan. “Tunggu.” Panggilan Vano membuat Jingga berbalik. “Apa, Van?” “Gue bukan orang yang saat ini ada di pikiran lo.” “Hmmm?” “Gue bukan pengkhianat.” Vano mengucapkan itu dengan tegas. Jingga mengangguk kaku, ia tak tahu harus bagaimana. Menurutnya, saat ini yang paling aman hanya mengangguk. “Rumah gue masuk g**g ini, makasih udah nganterin. Dadah!” Jingga langsung kabur sebelum mendapatkan kalimat-kalimat aneh lagi. Vano sampai mengerutkan dahinya ketika  melihat Jingga berlari kencang seperti dikejar-kejar anjing. “Dia bisa jadi atlet lari,” sindir Vano dengan cuek lalu membawa mobilnya pergi.   *** Setelah tiga hari tidak saling sapa, akhirnya hari ini Jingga memberanikan diri menemui Vano di parkiran. Tidak baik musuhan. Jingga terkekeh, menyolek lengan Vano dengan pelan. “Nebeng balik, Van. Irit ongkos.” “Hmm.” Baru saja mereka berdua melangkah, suara yang memanggil Jingga terdengar. “Eh, anak baru! Mau ke mana lo?!” Jingga melihat ada seorang gadis yang membawa dua kantung plastik hitam berukuran sedang. “Yang lo maksud anak baru itu gue?” Jingga menunjuk dirinya sendiri dengan polos. “Ya, iyalah! Bawa nih barang-barang kelas buat acara besok! Jangan nampang nama doang di kelas!” “Oke.” Jingga mengambil satu kantung plastik. “Dua-duanya, Jingga!” “Galak amat sih, Mbak.” Dengan kesal, Jingga mengambil satu kantung plastik lagi dan berjalan pergi. Vano hanya mengikutinya tanpa berkomentar. “Mister? Mobil lo muat kan?” Jingga bertanya. Vano mengangkat bahu sambil membuka bagasi dan Jingga memasukkan kantung-kantung itu sendiri. Sekitar dua puluh menit, mereka sampai di g**g kecil arah ke rumah Jingga. Jingga mengeluarkan kantung-kantung itu dari bagasi Vano. Setelah mengucapkan terima kasih, Jingga berjalan masuk ke g**g dengan sedikit kesusahan. Vano hendak berputar balik, tetapi melihat gadis itu kerepotan membuat Vano keluar dari mobil dan mengikuti Jingga. Vano mengambil satu kantung plastik dari tangan Jingga lalu berjalan mendahuluinya. “Nggak usah sok tahu rumah gue di mana!” cibir Jingga sambil menyenggol tubuh Vano untuk berjalan di depannya. Mereka sudah sampai di rumah sederhana tingkat dua tanpa halaman depan. Persis seperti rumah-rumah di pinggiran kota. Cat abu-abunya sudah memudar. Ada pemandangan yang lain di depan rumah itu, sebuah motor berwarna merah sudah terparkir rapi. Lalu muncul seseorang dari balik pintu. “Eh, udah pulang?” Seorang cowok yang belum pernah Vano lihat melambaikan tangan pada Jingga. “Makasih, Van. Udah nganterin.” Jingga mengambil kantung plastik dari tangan Vano dengan canggung, sedangkan Vano melirik cowok yang ada di depan pintu, lalu berkata pada Jingga, “Lo cepet masuk. Cowok lo udah nungguin.” “Eh?” Vano memutar badannya hendak melangkah, tapi ia sempat berbisik sebentar pada Jingga. “Gue nggak tahu kalo kalian tinggal serumah.” “Eh?” Jingga menggelengkan kepalanya lalu Vano tanpa peduli langsung mengambil langkah pergi. Vano benar-benar merasa salah pilih pacar pura-pura. Sudah Jingga itu berisik, bodoh, malu-maluin, cerewet, dan sekarang Vano tahu hal baru lagi dari cewek ini: dia tinggal bersama cowoknya. Emang bener, cewek baik-baik itu cuma Luna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD