MUSIK 09

1323 Words
Semua orang yang berada di meja makan langsung menatap Aufa yang baru saja mengumumkan bahwa Vano sudah punya pacar. Mara sampai menghentikan kunyahannya, bahkan Mei dan Reno tersedak tempe bacem. “Namanya Jingga. Pokoknya pacarnya Vano cantik, walau keliatan bad girl kayak Mara. Cocok, supaya Vano banyak ngomong.” Aufa menjelaskan dengan semangat, tak peduli ketika keluarganya kebingungan. Mara yakin ada yang tidak beres, ia juga tak kenal siapa itu Jingga. “Bohong kali,” katanya. Aufa menunjukkan foto Jingga yang ia ambil beberapa jam lalu pada anak bungsunya. Mara mencoba mengamati, dan ia yakin itu adalah gadis yang kemarin berada di bagasi mobil Vano. Kok bisa? Mara langsung berhenti makan untuk berlari menghampiri kakaknya yang sedang mengurung diri di kamar. “Es! Buka pintunya, Es!” teriak Mara, tidak sabaran. Akhirnya pintu malang itu terbuka, menampilkan Vano dengan mata sayunya. Baru bangun tidur. “Kata Mama, lo punya pacar? Ngibulin Mama ya, lo?” Mara langsung menuduh. Vano hendak menutup kembali pintunya, tetapi ditahan oleh Mara. “Siapa pacar lo? Gue tahu lo suka setengah hidup sama Kak Luna, jadi nggak mungkin lo pacaran sama cewek lain.” “Mama ngigau,” jawab Vano, santai. “Itu cewek yang ada dibagasi lo, Kak!” “Gue udah bilang, Mama ngigau. Gue nggak pacaran sama siapa pun.”   ***   Leo sudah melambaikan tangannya pada Dion dengan heboh dari meja pojokan kantin yang selalu menjadi tempat mereka makan siang. “Cuy...” sapa Dion yang baru saja menempelkan pantatnya di kursi. Dia bersama seorang gadis taruhan mereka. Bara menyeletuk, “Widih, udah taken?” “Wihh,” kata Leo dan Jingga bersamaan. Mereka langsung minta traktiran tanpa tahu malu. Dan Dion sempat mengenalkan Anggun pada teman-temannya. Mengenalkan cewek taruhannya.   “Hai, Guys.” Luna datang dengan membawa nampan yang berisi satu burger dan segelas soda. “Duduk, Babe,”  kata Bara lembut. Luna mengangguk lalu duduk di sebelah Bara. Tepat di depan Vano yang langsung mencoba mengalihkan pandangannya pada apa pun asal jangan pada gadis di hadapannya. Suasana hening itu akhirnya berhenti ketika suara milik Aufa membuyarkan semuanya. Wanita cantik beranak tiga itu menggebrak meja, lalu menaruh satu keranjang berisi kue yang terlihat sangat enak. “Halo, Anak-anak! Aduh, jadi pengen SMA lagi kalau liat kumpul-kumpul di kantin kayak gini!” sapa Aufa dengan nada gaulnya. “Ma? Ngapain Mama di sini?” tanya Vano dengan ekspresi bingung. Aufa menjawab, “Mama cuma mau membagikan kue yang Mama bikin.” “Tante cantik, dalam rangka apa, nih? Tante ulang tahun?” tanya Leo dengan nada manja. “ Tante cuma mau merayakan hal bahagia aja, Leo.” “Apa itu, Tan?” sahut Dion. Atmosfirmya membuat Vano merasa ada yang tidak beres. Aufa berkata, “Tante bikin kue ini, kan buat merayakan hubungan Vano sama Jingga. Mereka pacaran.” Semua langsung tersedak kue yang dibuatAufa. Lebih tepatnya, kaget pada ucapan Mama Pangeran Es itu. “Se-se-serius?” Leo melongok bingung. “Pacaran? Vano sama Jingga?” Aufa mengangguk dengan antusias. “Serius dong!” Akhirnya semua memberi selamat walau masih bingung dan canggung. Sedangkan Jingga langsung bengong dengan mulut menganga penuh mie ayam. Ia melirik Vano yang hanya diam dengan wajah tanpa ekspresinya. “Mending Mama pulang,” ucap Vano akhirnya. “Ayo, Ma. Vano anterin keparkiran.” Vano mendorong lembut tubuh Mamanya menuju pintu keluar kantin. Sebelum keluar, Aufa berteriak, “Semoga suka kue-nya ya, Anak-anak!” Setelah sampai di parkiran, Aufa merajuk manja pada anak laki-lakinya sehingga Vano menghela napas. “Mama ngapain sih repot-repot bilang ke anak-anak? Mereka bakal nanya yang aneh-aneh ke Vano.” “Sayang, berita baik jangan ditutup-tutupin. Buktinya tadi mereka seneng kok, denger kamu jadian sama Jingga,” tutur Aufa. “Dia bukan pacar Vano.” Aufa mengibaskan tangan kanannya ke udara. “Jangan malu-malu gitu, deh. Oh iya, pulang sekolah nanti kamu ajak Jingga buat makan bareng sama kita. Papa mau kenal sama pacar kamu. Oke?” “Tap—” “Inget ya, ajak pacar kamu, Darling!” Aufa mengecup pipi Vano sekilas, setelah itu berlalu dengan mobilnya. Vano memijat pelipisnya, pusing karena masalah ini malah diperpanjang oleh Mamanya sendiri. Vano kembali ke kantin, dan benar saja, para sahabatnya sudah memasang wajah intimidasi padanya. Terutama Leo. “Aduh, sekarang maennya rahasia-rahasian nih! Cerita dong!” ledek Leo. Vano menjawab dengan cuek, “Nggak ada cerita apa-apa.” Cowok es itu langsung menarik tangan Jingga sehingga gadis itu berdiri dengan bingung. Vano menarik tangan Jingga ke gudang belakang sekolah. “Lepasin! Ngapain pake narik-narik?!” Jingga merengek heboh. Dengan sedikit menghempaskan tangan Jingga, Vano melepaskan tarikannya. Ia menatap Jingga dengan serius lalu berkata, “Mulai sekarang lo pacar gue.” “Gila!” “Pura-pura. Lo pikir gue mau jadi pacar lo?” Jingga mengerutkan dahinya, tak paham pada ucapan Vano. “Anggap aja lo utang budi karena gara-gara lo, gue disangka nggak normal sama nyokap gue sendiri,” kata Vano tegas. “Seenggaknya lo bantuin gue supaya nyokap percaya kalau gue normal.” Gadis itu menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal. “Van, soal b*a—” “Ini bukan soal b*a lagi, ini tentang lo yang tiba-tiba ngacak-ngacak semuanya.” Jingga terdiam, merasa bersalah. “Yes or no, pura-pura pacaran?” Vano menggertak. Seharusnya, seorang cowok itu menanyakan ‘Maukah kamu menjadi kekasihku?’ bukan malah mengajak bersandiwara seperti Vano saat ini. “Sampai kapan?” tanya Jingga. “Nggak bakal lama.” Melihat Jingga yang kebingungan, Vano menjadi kesal. Bukannya gadis ini sendiri yang membuatnya harus mencari jalan keluar yang bisa saja merugikan Vano? “Ya udah,” Jingga mengangguk, “anggap aja gue nebus keteledoran gue.” Vano memberikan gadis itu ponsel miliknya dan berkata, “Tulis nomor lo. Nggak ada orang yang nggak punya nomor ceweknya, kan?” Jingga tahu ini hanya pura-pura, tetapi berurusan dengan spesies cowok ganteng selalu membuat jantungnya tak karuan. Tapi cowok ganteng satu ini menyebalkan dan sifat dinginnya begitu aneh. Vano berbalik, berjalan pergi. Sebelum benar-benar jauh, ia berkata, “Balik sekolah gue tunggu di parkiran. Telat sedetik, gue tinggal.”    *** Jingga sudah berada di depan meja belajar Vano yang rapinya luar biasa. Beberapa menit yang lalu ia dijamu makan siang oleh orangtua Vano. Bertemu dengan seluruh keluarga Vano termasuk Papa ganteng cowok itu. Sekarang ia mencari buku catatan yang akan ia coba pelajari. Tapi memang dasarnya Jingga iseng, ia malah membuka laci atau apa pun yang menurutnya menarik untuk dimainkan. Sampai ia menemukan lembaran kertas yang diikat menggunakan pita berwarna hitam dari laci paling bawah. Jingga melirik Vano, cowok itu sedang fokus membaca, sehingga Jingga mengambil lembaran kertas itu dan dengan perlahan melepaskan pitanya. “Aw, kumpulan lagu,” ucap Jingga semangat. Lembar per lembar sudah Jingga baca. Kebanyakan lirik lagu ini tentang perasaan cinta terpendam yang begitu kuat. Setidaknya, itu makna yang Jingga dapatkan dari hasil membaca kertas-kertas ini. Dan lembar-lembar ini tidak diberi judul oleh si pembuatnya, yang entah siapa. Sampai ada satu bait yang membuat Jingga kaget. Terima kasih telah hadir bagai musik pemecah keheningan walau aku memujamu dalam diam di tengah keramaian. Wajahmu mengusik, membuatku rindu. Tak apa tak kau anggap, karena dari situ rasaku terikat. Aku pun jadi tahu seberapa kuat. Dan kamu? Biarlah jadi objeknya saja tanpa harus mendekat. —Untuk Luna, dari Vano. Jingga langsung menutup lembaran kertas itu dengan kencang, sehingga membuat Vano menjauhkan n****+ dari wajahnya. Sekarang, Vano melihat tumpukan kertas yang seharusnya tidak berada di tangan Jingga. Vano mengambil tumpukan kertas itu dengan perasaan kesal. Sedangkan Jingga, masih menetralkan keterkejutannya. “Luna... Luna pacar Bara yang lo maksud?” tanya gadis itu dengan kaku. Vano tak menjawab, wajah datarnya berubah menjadi sangat terganggu. “Lo suka sama cewek sahabat lo sendiri?” “Kalau nggak tahu apa-apa, jangan sok tahu!” Suara Vano meninggi, tak seperti biasanya. Sebenarnya Jingga tak ingin ikut campur, tapi bukannya ini salah? Apa Vano adalah teman yang mengkhianati temannya sendiri? Dan, apakah Jingga baru saja mengetahui rahasia terbesar seorang Pangeran Es bernama Vano?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD