Serangan Untuk Vana

1047 Words
"Bukan salah aku, tapi salah orang orang penyusup itu. " Keluh nirvana ketika melihat wajah muramnya Reksa. Nirvana tentu saja tahu bahwa laki laki itu sepertinya sedang marah saat ini. Makanya ia sengaja mengeluh seperti anak kecil, agar laki laki itu merasa luluh padanya. "Bukan kah kakak sudah melarang kamu untuk masuk lewat jalan rahasia kan?" "terus jalan mana?" protesnya. "Akan lebih baik kalau kamu tetap berada di rumah kamu saja, kenapa malah ke gunung segala?" "Kakak tahu enggak, bagaimana perasaan aku saat mendengar Black eagle di serang. Aku merasa bahwa separuh hidupku juga akan hilang. AKu terus memikirkan Pak ethan dan ibu klarisa. Aku enggak bisa membiarkan itu begitu saja." ujar Vana, yang dihadiahi Reksa dengan usapan di kepalanya. "Bagaimana keadaan di istana sekarang? bagaimana keadaan pak ethan dan ibu klarisa?" tanya Vana lagi. "Mereka baik baik saja, karena ada om troy di sana." "Tapi katanya para pengawal sudah di ambil alih oleh orang orang penyusup itu." keluh Vana. Reksa terdiam selama beberapa saat. "sebenarnya para penyusup itu masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Black Eagle. Kakak rasa, mereka tidak akan tega melukai ayahku." Jovan adalah kakak ayahnya. sejahat jahatnya seorang kakak, masa iya, laki laki itu berani membunuh adiknya sendiri "kalau sampai pihak pak Jovan lukai Pak Ethan bagaimana?" tanya Vanya kembali dengan nada cemasnya. "Maka nyawanya ada di tangan kakak." ujar Reksa penuh dengan ancaman. Vana terdiam menatap wajah menawan itu. Lelaki yang selalu ia anggap sebagai kakak dan juga pahlawannya itu. "Kak reksa mau makan enggak?" tanya nya. Reksa berdecak. Ia tahu itu bukan lah sebuah ajakan, melainkan sebuah pemberitahuan bahwa gadis itu memang lah belum makan. "Kamu ini, kita sedang perang, tapi kamu masih seperti ini. Kenapa kamu belum makan sih?" keluh nya. "Kan Vana cuma tanya, sama kakak, bukan vana yang bilang belum makan." Alesan saja, rasa gemas dan kesal menjadi satu, Reksa mengusap pucuk kepala gadis itu. "Kita kembali ke rumah kamu." ajak Reksa. "Tidak, kita akan kembali ke istana." bantah Vana. "Aku mau melihat pak ethan dan ibu klarisa." kekehnya. "Mereka sudah baik baik saja. Cesy tidak ada di istana, dan kamu tidak memiliki teman di sana." Reksa akan memastikan bahwa vana selamat dari para penyusup itu. "Ayolah, aku bisa berteman sama ibu klari, dan juga sama kakak kan?" "Jangan bantah!" Reksa segera membawa gadis itu ke arah tepi gunung yang jauh dari para penyusup yang mengepung. "Kita enggak naik heli?" tanya Vana. Reksa membawanya lari ke arah tepi gunung. Biasanya mereka akan nain heli untuk meringkas jalan itu. "Heli di dekat danau." ujar Reksa. "Oh. Siapa yang bawa helinya?" tanya gadis itu lagi. "Kakak," jawab Reksa. Ia semakin mempercepat langkahnya, karena ia merasa bahwa ada seseorang yang mengejar mereka berdua saat ini. "Kakak sepertinya lagi cemas. " sayangnya sedalam apapun Reksa merahasiakan perasaannya saat ini, Vana memang memiliki kepekaan yang berbeda dari orang lain. Ia bisa merasakan perasaan cemas orang orang yang ada di sekitarnya, terutama Reksa. "Ada yang mengejar kita." sahut Reksa. "Maka kita hadapi saja, siapa takut." reksa tahu bahwa Vana ini memang hebat seperti ibunya, namun tetap saja ia harus berhati hati, mengingat ia juga tidak tahu siapa seseorang yang mengejarnya ini, dan juga tidak tahu kemampuan apa yang di miliki oleh nya. "Tidak seperti itu, Vana. Kita harus menghindar dan jangan menyerang kalau orang itu yang tidak duluan menyerang kita." ujarnya. "Baiklah. " Vana memilih diam dan mengikuti kakaknya, karena tangannya memang digenggam oleh Reksa. Kemudian keduanya telah sampai di tepi danau, dan di dekat itu memang ada sebuah heli. "Ayo masuk!" reksa segera menyuruh Vana lebih dahulu, kemudian ia pun menyusul. "heli segera di nyalakan dan ketik mereka hendak terbang, sebuah tembakan menghujani membuat Vana segera membalas dengan tidak kalah ganasnya. "Aku harus turun untuk menyerang mereka!" tegas Vana. "No! kita akan pergi. Kamu balas saja mereka." cegah Reksa dengan masih fokus pada pembalasannya itu. "Dia jelek ternyata, umurnya sekitar 40 han, kulitnya hitam, giginya yang depan keluar, terus rambutnya kaya jabrik. dan juga--" "Ayolah, enggak perlu kamu melihatnya sedetail itu. Enggak ada kerjaan kamu, ya." kesal Reksa. Vana ini memiliki banyak sekali kelenihan dan keahlian. Selain berlari seperti seorang ninja, dan jurus jarum seribu, ia juga bisa melihat dan menganilisis seseorang dari jarak yang jauh. Seperti saat ini heli sudah berada di ketinggian beberapa ribu meter, namun ia masih tetap bisa melihat laki laki yang menembaknya itu. "kan Vana penasaran." kekeh gadis itu seraya memasukan pistolnya ke dalam bajunya. "Dia suruhannya pak Jovan." ujar Vana lagi, membuat Reksa mengepal eratkan tangannya. selama ini ia tahu kalau Jovan tidak akan pernah menyerangnya meski sehebat apapun kompliks yang terjadi antara laki laki itu dan kedua orang tuanya. Namun kali ini ... Vana! Apakah laki laki itu memang bertujuan untuk menyerang Vana? tapi untuk apa? "Ka ..." "Hmm ..." Reksa melirik gadis jelita yang saat ini bersandar pada lengan kokohnya. Vana memang sangat manja, dan Reksa enggak keberatan untuk itu. "belikan vana pistol yang baguuus, dan juga alat pelacak yang baguuus." rengeknya. "Mau ngapain?" tanya Reksa. "Ya .... kan mau aja. Kan ini pistol lama, vanya mau yang baru dan yang lebih kuat lagi." ujarnya. "nanti di belikan." ujar Reksa. "Oh, iya. Boleh enggak Vana menembak ke lima laki laki itu?" ujar Vana setelah mereka terdiam selama berapa saat. Hal itu tentu saja membuat Reksa terkejut sekali dengan permintaan itu. "Maksudnya lelaki yang ganggu kamu itu bukan?" "Hmm ..." "No!" "Why?" reksa menghela napas dalam. "Kamu tidak perlu mengotori tangan kamu hanya untuk mereka." jawab Reksa. "terus bagaimana?" "Sudah lah diam, serahkan semuanya pada kakak." ujar Reksa. "Enggak asik." keluh Vana, membuat Reksa menoleh dengan gemas. Kalau ia membiarkan gadis itu berulah, maka sudah bisa dipastikan semuanya akan menjadi masalah. "Jangan sentuh mereka. " "kakak membela mereka?" "No! bukan seperti itu maksudnya, vana ..." "terus?" Kalau Vana sudah mulai merajuk ya Reksa juga yang puyeng jadinya. Sejak dulu Reksa selalu saja memberikan kesabarannya pada gadis itu. Bahkan sejak ia masih berusia sepuluh tahun, usia di mana ia belum mengerti apa apa tentang bayi merah, namun Reksa tetap saja memberikan kesabarannya ketika mamahnya lebih peduli pada vana dari pada dirinya. "Sudah jangan banyak bicara, nanti energi kamu habis. Kamu belum makan kan?" goda reksa. "Apaan sih enggak nyambung." Vana mengerucutkan kedua bibirnya dan memeluk lengan kokoh itu. Reksa terdiam dan mengecup pucuk kepala gadis itu. Dasar manja!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD