Antony baru saja keluar dari kamar yang ada di dalam rumah kecilnya. Bukan, jangan dipikir itu rumah kedua orang tuanya. Melainkan salah satu rumah pribadinya yang dia gunakan buat bersantai bersama para gadis seksi bayarannya. Dan tak beda jauh dengan kali ini, dia baru saja selesai bermain-main di dalam kamar.
"Ada apa kalian sampai menunggu di depan ruangan pribadiku? Aku jadi merasa terganggu kalau sampai kalian mendengar apa yang aku lakukan di dalam."
"Maaf, Bos. Tapi ini mendesak."
"Cepat katakan, aku ingin segera bermain gim lagi bersama orang di dalam kamar sana." desak Antony tanpa ingin menunggu lebih lama.
"Kapal obat sudah sampai, Bos." ujar sang sekretaris.
Wajahnya tersenyum mendengar kabar dari sekretaris sekaligus asisten pribadinya di manapun dan kapanpun. Dia kini memainkan gelas wine yang sedari tadi dia pegang.
"Lalu, bagaimana tentang kabar gadis itu?" Antony kembali teringat pada Becca, padahal ini sudah satu minggu dia mencari.
"Maaf, Bos. Belum ada titik terang. Belum diketahui tentang keberadaan Becca di mana."
"Aish... Ngilang ke mana dia? Pintar juga dia menyembunyikan dirinya tanpa bisa diketahui orang lain? Apa dia sudah operasi plastik?" tanya Antony pada dirinya sendiri karena merasa bahwa Becca benar-benar tidak dapat dihubungi.
"Maafkan kami, bos..." dan Hendry pun hanya bisa menundukkan kepala karena dia merasa menyesal belum juga bisa menemukan keberadaan Becca.
"Hah... Apa dia mau main petak umpet?" Antony mendesah kesal sembari meletakkan gelasnya ke atas meja dan kembali masuk ke kamar yang sempat sepi.
Tak lama setelah Antony memasuki kamar, para pengawalnya kembali mendengar suara erotis dari balik pintu.
***
Walaupun niat awalnya pernikahan Vanko dan Becca akan dilaksanakan secara sederhana, tapi Rita tetap memaksa sepasang kekasih itu untuk melakukan foto prewedding. Tentu saja Vanko akan meluangkan waktunya untuk hal seperti ini. Dia tidak akan tega menolak permintaan Rita, apalagi kalau sampai melihat Becca bersedih.
Hari ini saat matahari mulai terbenam, keduanya mulai melakukan pemotretan inti setelah dari pukul tiga sore mereka terus berpindah-pindah tempat mencari lokasi yang menurut mereka romantis untuk dijadikan background pemotretan.
Tanpa terasa, matahari benar-benar telah tenggelam tertelan awan yang belum terlalu hitam. Setelah semuanya benar-benar selesai, Becca langsung mengganti pakaian dan merapikan make up-nya supaya tidak terlalu tebal karena sore ini Becca masih punya janji untuk makan malam bersama Vanko.
Sebenarnya Rita pun diajak ikut makan malam bersama mereka, namun Rita menolak. Rita beralasan bahwa setelah acara pemotretan, dia memiliki janji temu dengan teman-temannya. Padahal aslinya, Rita hanya tidak ingin mengganggu kebersamaan Vanko dan Becca. Wanita paruh baya itu cukup sadar diri bahwa putranya sudah menunggu Becca sekian lama.
Rita segera pamit pada putra semata wayangnya dan calon menantunya seraya memberi alasan bahwa dia sudah ditunggu sedari tadi. Meski Vanko tahu bahwa sebenarnya Rita hanyalah berpura-pura, Vanko tetap menghargai alasan yang diberikan oleh mamanya. Lagi pula Rita melakukan ini juga untuk dirinya.
Tanpa menunggu lama, Vanko dan Becca pun meninggalkan tempat itu menuju sebuah kedai makan yang ada di sisi pantai. Semalam Becca sempat bilang kepada Vanko bahwa dia ingin memakan seafood ditemani suara deburan ombak dan sinar bulan. Lalu apa yang bisa Vanko lakukan selain menuruti kemauan calon istrinya? Ini juga bukan sesuatu yang sulit untuk Vanko berikan dan lakukan. Selama Vanko bisa, pasti akan Vanko beri apa pun kemauan Becca.
"Silakan duduk, My Pinky." dengan manisnya, Vanko membukakan kursi untuk Becca.
Senyuman merekah di wajah Becca hanya karena perlakuan manis yang Vanko berikan barusan.
"Makasih, My Vinky." itulah jawaban Becca sembari melemparkan senyuman manis.
Cukup dengan anggukan kepala, Vanko menyahuti ucapan terima kasih dari Becca. Lelaki itu pun ikut duduk di bangku seberang, sehingga mereka saling berhadapan satu sama lain. Benar saja, ombak malam ini terdengar begitu menyejukkan. Bukan hanya itu, bintang di langit pun seolah sedang berlomba-lomba memancarkan cahaya yang paling terang. Bola mata mereka dimanjakan oleh keindahan alam yang tersuguhkan.
Dengan sigapnya, Vanko segera memanggil pelayan dan akan memesan berbagai macam olahan seafood buat mengganjal perut mereka.
"Mau pesan apa, Mas?" tanya sang pelayan sopan dan ramah.
"Saya pesan sate baby guritanya sepuluh tusuk dan sup aneka seafood-nya satu porsi ukuran jumbo tapi jangan pakai kerang ya, Mas." pesannya memberi tahu secara rinci.
"Siap, Mas."
"Untuk rasanya sedang, pedas atau super pedas?"
Vanko melirik kekasihnya sebentar lalu dia tersenyum.
"Sedang aja, Mas."
Becca sedikit terkaget ketika mendengar pesanan Vanko barusan.
"Kenapa? Lo 'kan suka pedes. Pesan aja yang pedes, gue enggak apa-apa kok."
"Nggak usah nanti lo kepedesan. Biarin aja nanti kalau misalkan kurang pedes, bisa gue tambah aja cabenya." katanya santai.
"Di sini menyediakan cabai bubuk juga 'kan, Mas?" pandangan Vanko beralih ke pelayan yang masih menunggu pesanan mereka.
Dengan sopannya pelayan itu menjawab ya sembari mengangguk. Dan akhirnya, mereka memesan sup seafood tidak pedas.
Selain sate baby gurita serta sup seafood, Vanko juga memesan dua gelas lemon tea dingin untuk menemani mereka menyantap makanan yang mungkin saja beraroma amis.
Pandangan Becca tidak bisa lepas dari wajah tampan Vanko. Dia teringat akan masa lalu saat mereka baru mulai berkencan setelah menjalin hubungan.
"Lo mau makan apa?" tanya Vanko sedikit canggung.
"Kalau seafood, lo mau nggak?" tanya sekaligus usul Becca.
"Boleh, gue juga suka seafood kok." angguk lelaki yang masih berusia empat belas tahun.
Dan benar saja, di hari pertama mereka nge-date, Becca dan Vanko makan malam dengan menu seafood. Pada awalnya tidak terjadi hal buruk saat Becca hanya menikmati sate baby octopus yang sangat disukainya. Namun ketika Becca memakan sup seafood yang baru saja dihidangkan, tak lama setelah lima menit kemudian Becca merasa badannya memerah dan gatal-gatal. Sontak saja Vanko terkaget dan takut Becca kenapa-napa.
Vanko segera mengantar Becca pulang dan berharap gadisnya tidak kenapa-napa.
"Lo alergi dingin?"
Becca menggelengkan kepalanya ketika mendengar pertanyaan dari Vanko.
Dalam diam, Becca menundukkan kepalanya. Dia merasa bersalah kepada Vanko karena sudah membuat lelaki di depannya itu cemas akan kondisinya. Padahal Becca pikir alerginya tidak akan kambuh secepat ini.
"Terus kenapa lo gatal-gatal begini?" tanya Vanko lagi.
"Gue mau jujur, tapi lo jangan marah sama gue ya?"
"Kalau lo nggak jujur, gue malah jauh lebih marah ke lo."
Becca tak sanggup menatap Vanko, dia hanya menundukkan kepalanya menatap ujung kakinya.
"Sorry, sebenarnya gue alergi kerang." ujarnya lirih.
"Tapi karena tadi lo udah pesen duluan, gue jadi nggak enak kalau nggak makan dan akhirnya gue paksain makan." jujurnya.
"Meski gue nggak makan kerangnya, tapi karena itu tercampur sama kerang jadinya begini. Sorry banget gue udah bikin hancur acara nge-date pertama kita."
Usai mendengar pengakuan dari Becca, Vanko tidak tahu harus berkata apa.
Dia antara merasa bersalah dan kesal. Keduanya sedang menjadi satu sekarang. Mana Vanko tahu kalau Becca memiliki alergi kerang jika kekasihnya itu tidak memberi tahunya.
Karena tadi Becca menginginkan seafood, jadi Vanko kira Becca bisa makan semua jenis seafood tapi ternyata tidak.
"Lo kenapa nggak bilang ke gue sih kalau lo alergi kerang? 'Kan gue jadi kasihan ngelihat lo kayak gini." Vanko sampai berdecak.
"Gue beneran nggak berani tadi."
Becca benar-benar tidak memiliki nyali menatap Vanko sekarang. Dia terus menundukkan kepalanya.
"Jangan minta maaf ke gue, lo harus minta maaf ke diri lo sendiri karena yang udah bikin lo begini ya diri lo sendiri."
Nada bicara Vanko sudah sedikit meninggi, tapi dia tidak membentak Becca. Yang dirasakan Vanko hanyalah kesal.
"Gue minta maaf bukan karena itu, tapi karena gue udah ngancurin acara nge-date pertama kita."
Vanko menghela napasnya karena dia tidak tahu, kenapa Becca bisa sebodoh ini. Mau membahayakan dirinya sendiri cuma agar dirinya tidak kecewa. Tapi pada akhirnya, Vanko tetap dibuat merasa bersalah atas kejadian ini.
"Kita bisa nge-date kapan-kapan lagi. Tapi kalau lo alergi begini ya gue kasihan."
"Lo inget nggak sama kencan pertama kita waktu kita baru jadian pas masih sekolah dulu?"
Sebelah alis Vanko naik ke atas. Dia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti ini dari Becca. Sangat tiba-tiba dan cukup untuk membuat Vanko tersentak.
Sebelum menjawab, Vanko melihat ke arah ombak dahulu lalu dia menatap kekasihnya lagi sembari menarik nafasnya beberapa kali.
"Jelaslah gue inget dan suasana malam ini persis kayak malam itu."
Jawaban Vanko membuat Becca puas, karena dia masih ingat hari itu. Sambil menyilangkan kedua tangannya di depan d**a, Vanko menatap Becca dengan wajah penuh senyuman.
"Tapi gue nggak mau malam ini lo alergi lagi." sambung Vanko menyelesaikan kata-katanya.
"Gue juga enggak nyangka kalau lo masih inget bahwa gue alergi kerang." kekeh Becca.
Jujur saja, diingat tentang hak kecil seperti ini oleh orang spesial, rasanya jadi makin spesial bagaikan martabak spesial pakai telur ditambah parutan keju.
"Gimana gue nggak inget? Orang badan lo sampai merah-merah bentol gitu. Jelaslah gue inget banget."
Mendengar kata-kata Vanko barusan, otomatis Becca tertawa terbahak-bahak sampai dia memegangi perutnya yang terasa sedikit nyeri. Matanya pun sampai berair akibat keenakan tertawa hanya karena mengenang masa lalu. Padahal kalau dilihat lagi, ini bukan sesuatu yang sangat lucu sampai harus ditertawakan sebegitunya. Tapi Becca sampai terpingkal-pingkal menertawakan kebodohannya di kala itu.
"Waktu itu lo balik lagi ke rumah gue cuma buat ngasihin obat alergi padahal gua udah bilang kalau lo harus cepetan balik."
Obrolan mereka masih menyambung dengan apa yang terjadi di jaman mereka masih mengenakan seragam SMP.
"Ya sebenernya sih waktu itu gue udah setengah jalan mau balik. Eh, tiba-tiba Mama minta beliin obat. Ya udah sekalian gua beliin obat buat lo."
"Yakin waktu itu mampir apotek karena Tante Rita minta dibeliin obat, bukan karena inisiatif lo sendiri?"
"Yakinlah, ya kali gue bohong."
Becca menunjuk wajah Vanko dengan jari telunjuknya. Tampak jelas Vanko sedikit gugup seakan takut ketahuan oleh Becca tentang bagaimana kebenarannya.
Tak lama di tengah-tengah tawa mereka, pelayan yang tadi mencatat pesanan mereka datang membawakan sate baby gurita kesukaan Becca. Melihat ada sepuluh tusuk sate baby gurita di depannya, membuat Becca sedikit hilang kewarasan karena ingin segera melahap sate baby gurita hanya dalam sekali suap. Namun Becca masih ingat kalau dia tidak mungkin melakukan hal itu. Mulutnya pun tidak akan mampu menampung sepuluh tusuk sate baby gurita dalam sekali waktu.
Ketika baru akan mengambil sate, Becca sudah dikejutkan atas tindakan manis Vanko. Kekasihnya itu memberikan satu tusuk sate dan seolah-olah ingin menyuapi Becca karena Vanko tidak benar-benar memberikan tusuk sate itu pada Becca.
Meski malu-malu Becca tetap menerima suapan dari Vanko. Dia menggigit dua potong kaki baby gurita lalu memakannya perlahan.
"Tolong pegangin bentar dong." minta Vanko sembari menyerahkan tusuk sate yang tadi dia pegang ke arah Becca.
Tentu saja Becca menerimanya. Namun lagi-lagi Becca dikejutkan oleh tindakan Vanko yang tiba-tiba ikut memakan sate baby gurita. Sehingga seolah-olah Becca sedang menyuapi Vanko. Hampir saja Becca tersedak makanannya melihat trik yang Vanko lakukan.
Sambil mengunyah, keduanya sambil menahan tawa. Sederhana tapi mampu membuat mereka selalu merasa deg-degan.
"Oh ya, dari kapan lo dandan sendiri sampai secantik dan serapi itu?" celetuk Vanko.
"Padahal seinget gue dulu, lo nggak suka sama make up." lanjut Vanko.
Senyuman yang ada di wajah Becca memudar seketika. Hal ini membuat Vanko jadi bertanya-tanya. Mungkinkah pertanyaannya barusan menyinggung perasaan Becca atau dia baru saja melakukan kesalahan?
Vanko tidak tahu sebenarnya apa yang membuat Becca berhenti tersenyum. Vanko harap, berhentinya Becca tersenyum bukan karena hal yang menyakitkan.
"Selama gue tinggal di LA, Mama maksa gua buat melakukan banyak hal selain kursus masak, gue juga harus ikut kursus kecantikan meskipun gue udah nolak berulang kali." ujarnya pelan sembari memaksakan senyumnya.
Tak menyangka, ternyata ada lagi yang tidak diketahui oleh Vanko tentang Becca.
"Tapi Mama tetep aja maksa gua buat ngelakuin itu. Jadi karena gue sudah mempelajari itu, ya akhirnya gue jadi bisa dandan."
Terlihat jelas raut kesedihan di wajah manis Becca dan itu membuat Vanko sedikit menyesal karena sudah bertanya.
Kenapa sih gue nanya yang kayak gitu? Harusnya gue diem aja sampai Becca mau cerita sendiri ke gue. Desah Vanko dalam hati.
"Sorry gua nggak bermaksud ngingetin lo tentang hari-hari berat lo di sana."
Becca melihat Vanko sebentar lalu dia tersenyum biasa sambil mengangguk dan berkata hal yang membuat Vanko sedikit tenang.
"Nggak papa kok namanya juga nggak tahu 'kan? Wajarlah kalau lo nanya."
Baru saja Becca selesai bicara, pelayan yang tadi kembali sambil membawakan baskom besar berisi aneka seafood yang sudah dipesan Vanko. Mata Becca berbinar-binar melihat makanan laut yang rasanya cukup dia rindukan. Apalagi kali ini dia makannya bersama lelaki pujaannya. Tentu rasanya akan lebih nikmat.
"Sekarang kita lupain apa yang bikin lo sakit, apa yang bikin sedih dengan kepiting!" seru Vanko mencoba menghibur sang kekasih.
Wajah Becca kembali digantikan oleh tawa ceria saat melihat Vanko mengambil satu kepiting besar dan bersiap untuk dibuka cangkangnya supaya bisa mereka makan.
Malam hari ini acara makan malam mereka dihiasi oleh tawa dan sedih. Hanya saja Vanko berharap kesedihan yang Becca rasakan tidak akan terbawa pulang dan terseret ombak kemudian tenggelam di lautan.