Soto ayam kampung

2393 Words
"Ada tamu, tuh, dibukain pintu bukan cuma diintip!" Samuel yang tengah membungkukkan tubuhnya ke jendela terperanjat hingga keningnya membentur kusen jendela, mendengar suara Meisya yang tiba-tiba terdengar di belakangnya. "Siapa, sih, yang dateng?" tanya Meisya karena Samuel hanya dia sambil mengelus keningnya. "Liat aja sendiri?" jawab Samuel ketus lalu berjalan menuju ruang tengah, ia bahkan menyenggol bahu Meisya sama persis seperti adegan di sinetron saat peran antagonis mengintimidasi peran protagonis. Meisya membuka sedikit tirai, sama persis seperti yang Samuel lakukan tadi. Sama seperti ekspresi Samuel tadi juga Meisya juga membulatkan kedua matanya melihat siapa yang berdiri di balik pintu. "Pak Naka?" Tetapi bedanya, Meisya langsung membuka pintu itu. Meisya tersenyum canggung saat pandangannya beradu dengan Naka saat pintu ia buka, berbeda dengan Naka yang memberikan senyum manis dan tulusnya. "Hay, Sya," sapa Naka pada Meisya yang hanya mematung kebingungan. "Eh, Pak Naka, kok, ada di sini? Dari rumah saudaranya?" tanya Meisya ia membuka daun pintu lebih lebar, tidak lagi menahannya dengan tangan seperti tadi. "Enggak, saya ke sini emang sengaja mengunjungi kamu," jawab Naka, ia tersenyum sambil mengangguk menyakinkan Meisya yang masih tampak kebingungan. "Hah?" Bibir Meisya terbuka tanpa sadar mendengar jawaban Naka. "Saya ganggu? Atau kamu takut suami kamu marah?" tanya Naka, jelas malah membuat Meisya merasa tidak enak hati. Terlebih lagi saat Naka menanyakan apakah suaminya akan marah, tentu saja Meisya merasa itu tidak mungkin. Wanita itu teringat saat Samuel membiarkan Sarah mengunjunginya bahkan sampai menginap, itu artinya tidak masalah juga kalau dia menerima tamu di rumah itu. "Eh, enggak. Buka begitu, Pak, tapi ... aku cuma masih speechless aja, Bapak ke sini sengaja buat ketemu aku? Ada masalah dengan kerjaan aku, Pak?" Tiba-tiba Meisya malah ketakutan jikalau sang bos besar marah karena dirinya yang tiba-tiba tidak masuk kerja tadi siang. Kalau benar hal itu terjadi, ia pasti akan sangat marah pada Samuel, tentu saja Meisya tidak mau kehilangan pekerjaan yang tentunya tidak akan mudah pagi ia dapat. Naka malah tertawa kecil, membuat deretan gigi putihnya terlihat berpadu sempurna dengan lesung pipi pada kedua pipinya. "Tentu saja bukan masalah, itu!" jawab Naka. Meisya menepuk kening teringat jika ia melupakan sesuatu. "Aduh, maaf, Pak. Aku sampe lupa mempersilakan Bapak masuk," ujar Meisya membuat Naka kembali tertawa ringan. "Mari, Pak Naka, masuk." Meisya sedikit membungkukkan tubuhnya hormat, bibirnya menyunggingkan senyum saat Naka berjalan memasuki ruang tamu. Lelaki itu duduk pada sebuah sofa tunggal setelah Meisya mempersilakannya, sedangkan Meisya duduk di hadapannya dengan sebuah meja sebagai penghalang mereka, di meja itu Naka meletakkan tiga buah kantung plastik berwarna putih yang ia bawa. "Pak Naka mau minum apa?" tanya Meisya. "Enggak perlu repot-repot, Sya. Saya enggak mau merepotkan kamu," jawab Naka, ia pandangi Meisya dari ujung kaki hingga ujung kepalanya hingga membuat wanita itu kurang nyaman. Menyadarinya Naka langsung menatap mata Meisya, "maaf, maaf. Tapi, kamu enggak keliatan seperti orang yang sedang sakit." Meisya malah mengerutkan kening mendengar pernyataan Naka. "Aku memang enggak sakit, Pak," jawab Meisya. "Tapi ... menurut Bu Ratmi kamu enggak masuk kerja karena sakit?" tanya Naka serius. "Makanya saya ke sini bawain buah dan makanan buat kamu," sambung lelaki itu membuat Meisya mengulum senyum, tetapi tetap terlihat manis di wajah cantiknya. "Aku memang ke rumah sakit, Pak, tapi bukan karena aku sakit, aku cuma periksa kandungan," jawab Meisya. "Oh, syukur, deh. Saya pikir kamu sakit." Naka menghela napas lega, Meisya hanya tersenyum tetapi di dalam hatinya muncul sebuah tanya apakah Naka memperlakukan semua pegawainya seperti ini? atau benar kata Erni sepertinya ada sesuatu yang berbeda dengan kelakuan Naka. Tetapi bukankah Naka tahu jika Meisya sudah menikah dan tengah mengandung, lalu kenapa Naka seolah tidak segan mengunjungi istri orang. "Pak." "Sya." Keduanya tertawa kecil saat tidak sengaja bersamaan mengucap panggilan. "Bapak dulu," ujar Meisya kemudian. "Oke, ini makan soto ayam kampungnya mumpung masih panas. Saya juga bawain kamu jus strawberry dan buah juga," ujar Naka sambil menyerahkan bawaannya yang sudah ia letakkan di atas meja. "Seharusnya Bapak enggak perlu repot-repot," ujar Meisya sambil melihat-lihat isi kantung plastik di hadapannya. "Wah, banyak banget, lagi. Kita makan bareng, ya, Pak." Naka tersenyum mendengar tawaran Meisya, wanita itu tidak tahu saja jika memang itu yang Naka inginkan. "Bentar, ya, Pak. Aku ambil mangkuk dulu." Naka hanya mengangguk, sesaat kemudian ia sudah berjalan menuju dapur. Meisya hanya melirik Samuel yang tampak sedang fokus pada laptop di hadapannya di sofa ruang tengah. . Meisya kembali dengan tiga buah mangkuk kosong, sendok, garpu dan tiga gelas air putih di atas baki. Wanita itu berhenti di ruang tengah tepat di samping Samuel yang hanya sekilas meliriknya lalu kembali fokus pada laptop dengan bibirnya yang mengatup rapat. "Kak, ke ruang tamu, yuk, aku kenalin sama Pak Naka." Samuel sama sekali tidak menoleh. "Kak!" Meisya mengulangi panggilannya, kali ini bahkan lebih keras. "Apa, sih, berisik!" sungut Samuel. "Ayo aku kenalin sama Pak Naka, terus kita makan sama-sama, Kakak belum makan, 'kan!" ajak Meisya, ia tahu betul kalau Samuel belum makan karena ia melihat lauk dan nasi yang masih utuh di dapur. Samuel hanya berdecak, lalu detik kemudian tangan Meisya sudah memegang lengan Samuel dan menariknya, ia terlihat kepayahan mempertahankan posisi baki yang hanya ia pegang dengan satu tangan. Karena takut isi baki menumpahinya Samuel langsung berdiri membuat Meisya melepaskan lengan lelaki itu dan memegang bakinya. "Ayo, Kak!" Samuel hanya bisa pasrah mengikuti keinginan Meisya mesti ia menggerutu di dalam hati. . Naka langsung berdiri melihat Meisya yang berjalan mendekat dengan seorang lelaki berjalan di belakangnya, Meisya menaruh bakinya di atas meja. "Pak Naka , kenalin ini Kak Samuel. Kak Samuel, ini Pak Naka." Meisya memperkenalkan mereka berdua. Wanita cantik itu menatap kedua lelaki yang seolah sedang aku kuat dengan tatapan matanya, lalu keduanya mengulurkan tangan dan saling menyebutkan nama masing-masing. "Samuel." "Naka." Lalu sudah, keduanya melepaskan jabatan tangannya, dengan senyum tipis yang terlihat. "Oke, silakan lanjutkan," pungkas Samuel lalu berniat memulai langkahnya kembali ke ruang tengah. "Pak, Samuel ...." Samuel menoleh mendengar panggilan Naka. "... tidak ikut makan bersama kami?" Samuel mengulum senyum, "tidak, terima kasih. Silakan kalian saja." Naka melempar senyumnya, melihat Samuel yang melenggang ke dalam. Meisya tersenyum miring melihat tingkah Samuel. "Mari, Pak, silakan." Meisya mempersilakan Naka kembali duduk lalu menyiapkan soto mereka memasukkan sebungkus soto yang sudah tidak lagi panas ke dalam mangkuk. "Yah, udah adem, Pak. Mau aku angettin dulu?" tanya Meisya sambil mengangkat kepalanya, dan mendapati Naka yang tengah menatapnya, Samuel yang ternyata berdiri di balik dinding ruang tengah bersiap-siap pergi agar Meisya yang akan ke dapur tidak melihatnya sedang mengintip mereka. "Eh, enggak. Enggak usah, saya enggak mau kamu repot," jawab Naka, ia mengambil semangkuk soto yang masih berada di hadapan Meisya dan menyantapnya. "Ih, sok pengertian banget!" gumam Samuel yang diam-diam tersinggung karena ia biasanya merepotkan Meisya dengan membiarkan wanita itu menghangatkan makanan untuknya, tetapi dirinya sama sekali tidak meminta, Meisya sendiri yang mau melakukannya. Kira-kira seperti itulah tarik ulur yang ada dalam hatinya. "Ayo kamu makan, wanita hamil itu harus banyak makan, 'kan dia harus memiliki banyak tabungan gizi buat bayinya," ujar Naka, Meisya langsung mengambil sotonya dan mulai menyantapnya. "Oh, iya. gimana perkembangan janin kamu?" tanya Naka sebelum menyuap sotonya. "Ih, sok perhatian!" gerutu Samuel lagi, dirinya kembali merasa tersindir. Meisya terlihat antusias menjawab pertanyaan Naka, "Kata dokter perkembangannya baik, aku harus kembali bulan depan untuk melihat perkembangannya." "Iya betul, nanti kalau janin kamu sudah lebih besar, kamu pasti akan ketagihan memeriksakannya. Melihat gerakannya dalam rahim pasti akan membuat kamu ingin selalu mengintipnya lewat USG," ujar Naka. Wajah Meisya terlihat berbinar mendengar ucapan lelaki di hadapannya. "Iya, Pak? Tapi belum lihat dia gerak aja rasanya aku udah seneng banget," jawab Meisya, Naka tersenyum lebar mendengarnya. "Eh, tapi ...." Meisya mengerutkan keningnya, dan Naka menunggu wanita itu meneruskan kata-katanya. "... kok, Bapak tau? Bapak udah punya anak?" tanya Meisya. Naka tersenyum teduh. "Sudah, segini." Naka mengangkat tangan dan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah mengisyaratkan jika ia sudah memiliki dua buah hati. "Oh, pantes udah berpengalaman," jawab Meisya sambil terkikik. Diam-diam Samuel yang masih setia mengintip tersenyum, ia merasa lega ternyata Naka sudah tidak sendiri lagi jadi dia merasa aman. Tapi ... aman untuk apa? toh menurutnya Meisya juga tidak penting bagi dirinya. Samuel menggelengkan kepala, berusaha menepis pikiran-pikiran aneh yang sama sekali tidak ia inginkan ada dalam otaknya. "Mau Naka udah punya istri, mau Naka deketin Meisya, itu bukan urusan gue! Meisya, 'kan, emang begitu dideketin suami orang adalah hal yang biasa bagi dia!" Suara hati Samuel yang bahkan telinganya sendiri tidak dapat mendengar, atau itu hanya karena telinganya yang hanya mendengar suara perutnya sendiri. Samuel memegang perutnya yang keroncongan lalu menatap Meisya dan Naka yang tengah menikmati sotonya sambil berbincang-bincang. "Ah, kerjaan masih banyak!" gerutu Samuel lalu kembali duduk di sofa memulai pekerjaannya yang tertunda, lagi-lagi gara-gara Meisya. . "Terima kasih makan malamnya, Pak Naka," ucap Meisya saat mengantarkan Naka keluar rumah. "Saya yang terima kasih atas makan malam dan obrolan yang menyenangkan," jawab Naka, Meisya tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Lain kali boleh, 'kan, saya ke sini lagi?" tanya Naka. "Enggak, Pak. Jangan sampai ada lain kali, maaf." Meisya terdengar segan saat mengatakannya tetapi ia merasa memang harus mengatakannya. Mendengarnya Naka terlihat kecewa dengan kedua alis yang hampir menyatu. "Kenapa? Karena suami kamu? Kalau begitu saya yang minta maaf." Meisya menggoyangkan kedua tangannya, "Bukan. Bukan karena itu, Pak. Aku rasa Kak Samuel tidak akan mempermasalahkannya. Tapi ... ini semua tentang istri Bapak, aku tidak mau terjadi kesalah pahaman. Meskipun aku pegawai Bapak dan perlakuan Bapak juga sama seperti pada pegawai lainnya tapi aku tetap takut istri Bapak salah paham." "Ya sudah kalau begitu, saya permisi dulu, udah malem. Enggak baik buat ibu hamil tidur terlalu malam," pungkas Naka, lelaki itu melambaikan tangan sebelum berjalan meninggalkan halaman rumah Samuel meninggalkan Meisya yang lalu mengunci pintu pagar. Rasanya tidak enak hati ia mengatakan hal itu pada Naka, tetapi bagaimanapun ia sudah bertekad untuk memulai hidup baru di mana dia tidak akan lagi merusak rumah tangga siapapun. "Pak Naka udah punya istri, tapi dia kayak ngasih perhatian lebih ke gue. Apa emang aura gue aura pelakor, ya?" Meisya menggidikkan bahunya sendiri saat pertanyaan itu muncul di benaknya, ia terus berbicara pada dirinya sendiri sambil berjalan memasuki rumah. "Tapi kenapa dia sama sekali enggak keliatan segan, ya, padahal dia tau kalau gue udah punya suami? Oh ... gue tau, itu emang karena Kak Samuel yang enggak punya aura suami, pantes enggak ada wibawanya!" Kini wanita itu terkikik karena ucapan dan pemikirannya sendiri. Meisya berjalan sambil membawa mangkuk dan gelas kotor ke dapur ia melirik ruang tengah dan melihat Samuel masih fokus pada layar ponselnya, lalu berganti pada layar laptopnya. Tidak berniat menyapa, wanita itu berjalan menuju dapur tanpa ia sadari Samuel yang menatap punggungnya. Hanya sesaat di dapur Meisya kembali ke ruang tamu untuk mengambil kantung plastik berisi buah dan jus yang sudah tidak lagi dingin untuk ia masukkan ke dalam kulkas, lagi-lagi hanya melirik pada Samuel yang sama sekali tidak menoleh padanya. . Meisya agak lama berada di dapur, memasukkan buah dan jus ke dalam kulkas seraya memanaskan dua porsi soto yang tersisa. Sedangkan di ruang tengah Samuel merasakan aroma wanginya makanan menari-nari di hidungnya, sontak membuat cacing-cacing di dalam perutnya semakin berteriak meminta jatah makannya. Meisya berjalan santai dengan dua mangkuk soto yang masih mengepul ia bawa, bukan ke ruang makan tetapi ke ruang tengah di mana Samuel berada membuat konsentrasi Samuel menjadi buyar karena aroma soto yang semakin menguar. Meisya bersenandung kecil sambil menaruh semangkuk soto di atas meja lalu duduk di hadapan Samuel sambil memegang semangkuk soto yang lain. Samuel melirik Meisya lalu menggelengkan kepalanya, lelaki itu kembali fokus pada pekerjaan sambil menahan perutnya yang semakin meronta. Sslluurrpp .... Meisya sengaja menggoda Samuel dengan menyeruput kuah soto dengan suara kencang, ia menahan senyum melihat Samuel yang mulai terganggu. "Bisa enggak, sih, biasa aja makannya!" ketus Samuel yang mulai terpancing. "Abis soto ini, tuh, enak banget Kak!" jawab Meisya sambil menyeruput lagi sotonya hingga menimbulkan bunyi yang sama. "Norak banget, sih, kayak enggak pernah makan!" sungut Samuel. "Kakak yang belum pernah makan soto seenak ini, coba, deh, makan. tuh, masih ada!" Meisya menunjuk semangkuk soto yang ada di atas meja. "Ogah!" jawab Samuel tegas, tetapi malah membuat Meisya tersenyum lebar. "Kenapa senyum-senyum? bahagia banget diapelin cowok?" sindir Samuel tanpa menatap wajah Meisya yang menatapnya. "Enggak biasa aja, dia, 'kan, cuma bos aku," jawab Meisya sambil menyantap soto yang sudah tidak terlalu panas. "Bos macam apa perhatiannya modus gitu!" sungut Samuel. "Biarin, kenapa Kakak yang protes? Aku juga enggak protes si Sarah ganjen ke Kakak!" jawab Meisya, Samuel malah memelototkan kedua matanya. "Oh, jadi kamu mau balas dendam?" tanya Samuel. "Ih, enggak! Ngapain aku bales? aku dendam ama Kakak aja enggak!" jawab Meisya membuat Samuel hanya terdiam merasa malu, karena terkesan ke Ge-er'an. "Udah, deh, Kak. Mendingan Kakak makan aja dari pada Kakak sensi gitu, pasti efek laper, deh!" sambung Meisya, Samuel hanya berdecak mendengarnya. "Alah, palingan juga sotonya enggak enak!" "Enak, Kak! Aku aja sampe nambah, nih." Meisya mengacungkan mangkuk dalam pegangannya. "Itu, sih, dasar kamunya aja yang makannya banyak! lagian kenapa kamu makan di sini? Kenapa enggak tadi aja sekalian kamu makan dua mangkok?" Samuel menatap Meisya yang nyengir kuda. "Malu kali, Kak, di depan Pak Naka aku makan dua mangkok," jawab Meisya sambil tersenyum. "Malu? Di depan orang lain malu, di depan aku kamu enggak ada malu-malunya, malu-maluin iya!" sindir Samuel. "Ya, 'kan, beda. Kakak, 'kan, bukan orang lain. Kakak, 'kan, suami aku!" celetuk Meisya lalu keduanya hanya diam. Hening sesaat hanya ada kegiatan saling tatap, lalu sama-sama saling melemparkan pandangan ke arah yang berbeda. Meisya ke dapur untuk menaruh mangkuk kosong sementara Samuel kembali menatap layar laptopnya. . Meisya memasuki kamarnya setelah selesai mencuci tangan sekaligus mangkuk kotornya, beberapa saat setelah berganti pakaian dan duduk di tepi ranjang, rasa penasaran menguasai hati dan pikiran hingga ia berjalan mengendap-endap ke arah pintu, lalu membuka sedikit pintu kamarnya hanya cukup untuk sebelah matanya mengintip apa yang sedang Samuel lakukan. Meisya menaham tawa saat melihat Samuel sedang terburu-buru memakan soto yang sengaja ia tinggalkan di meja, Meisya tahu jika hal itu pasti terjadi. Samuel melirik kamar Meisya yang pintunya tertutup rapat sambil menyantap soto yang sudah tidak lagi panas, nyatanya ia tidak kuasa menahan godaan makanan selezat itu di tambah lagi perutnya yang sudah melilit-lilit karena lapar. Lelaki itu baru menghentikan makannya saat mendengar ponselnya berbunyi, gambar seorang wanita cantik terpampang sebagai pemanggilannya. "Iya, Tara." "...." "Iya, pasti." "...." "Tentu saja, aku tidak akan lupa." "...." "Oke, Cantik, kamu tunggu, ya!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD