bc

Pernikahan Palsu

book_age18+
25.0K
FOLLOW
220.8K
READ
drama
sweet
serious
like
intro-logo
Blurb

Pernikahan adalah sesuatu yang tidak pernah Meisya Latifa Ekantika, rencanakan tetapi sebuah kesalahan membuatnya harus menjalani sebuah pernikahan palsu dengan lelaki tampan bernama Samuel Kastara Waluyo.

Pernikahan juga masih jauh dari angan Seorang Samuel Kastara Waluyo tetapi demi menyelamatkan banyak hati termasuk hatinya dan hati wanita yang sangat dicintainya, ia harus menjalani sebuah pernikahan palsu dengan gadis cantik bernama Meisya Latifa Ekantika.

Bagaimana keduanya menjalani kehidupan rumah tangga dalam pernikahan palsu, jika dalam hati mereka tidak terdapat cinta untuk satu sama lain?

.

"Kamu tau kenapa aku membawamu pindah ke sini?" tanya Samuel datar sebelum meniti anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Dalam diam Meisya hanya menggeleng pelan.

"Agar aku tidak perlu berpura-pura menjadi suamimu di depan orang yang mengenal kita," jawab Samuel dingin lalu membawa koper berisi pakaiannya ke atas, sedangkan Meisya membawa barang-barangnya memasuki kamar yang ada di bawah.

chap-preview
Free preview
Hidup baru
Sore tadi Mbak Tri berpamitan pulang setelah selesai memasak makanan untuk makan malam kedua majikannya, Meisya hanya menghangatkan dan menyiapkannya saja di meja makan. Sesekali ia mendongak ke atas, melihat ke ujung tangga tetapi tidak juga tampak Samuel turun padahal ini sudah waktunya makan malam, ingin memanggilnya ke atas rasanya segan. Hingga wanita itu hanya menunggunya sambil duduk di ruang makan, entah sudah berapa menit berjalan. "Kak, makan dulu, makanannya udah aku siapin," panggil Meisya pada Samuel yang baru turun dari lantai atas, lelaki itu berjalan agak terburu-buru. Langkahnya terhenti begitu Meisya memanggilnya, hanya sekilas menoleh. "Iya bentar," jawab Samuel lalu kembali berjalan ke ruang tamu, membukakan pintu untuk seseorang. Meisya yang tampak sedang mengisi piringnya dengan makanan mengerutkan dahi, "ada tamu? kok aku sama sekali enggak dengar," gumamnya, ia tidak tau jika sang tamu sudah berkomunikasi leat ponselnya dengan Samuel. Meisya meninggalkan makanannya, berniat untuk membuatkan minuman untuk siapapun yang ada di ruang tamu rumah itu, yang jelas dia adalah tamu dari suaminya. "Suami?" Meisya tersenyum miris menjawab suara hatinya sendiri. Wanita itu masih di dapur saat Samuel datang dan duduk santai di ruang makan, terdengar suara berderit dari kursi yang ia tarik sebelum diduduki. "Kak, tamunya udah pulang?" tanya Meisya seraya melongokkan kepalanya ke ruang tamu yang tampak sepi, rumah itu memang di desain dengan dapur bersih yang tidak tertutup. "Udah pulang," jawab Samuel ringan sambil mengambil makanan untuk mengisi perutnya yang memang sudah terasa lapar. "Aku baru aja mau bikinin minuman," ujar Meisya lalu kembali duduk di kursinya yang berhadapan dengan kursi yang di duduki Samuel. Setelah Meisya duduk, Samuel mulai membuka suara. "Kita bicarakan semuanya dengan baik, agar hubungan kita tidak saling merugikan satu sama lain." Meisya yang semula menunduk sambil mengunyah makanannya, mengangkat kepala agar bisa menatap Samuel yang ternyata sedang menatapnya. "Berapa nafkah yang harus aku berikan untuk kamu?" sambung Samuel tetap dengan nada datar. "Semua sudah Kakak sediakan di rumah ini, aku rasa aku tidak berhak menuntut apapun lagi dari Kakak," jawab Meisya, Samuel hanya menggedikkan bahu sambil mencibirkan bibirnya, pertanda ia setuju atau mungkin tidak peduli dengan jawaban Meisya. "Selama kita tinggal bersama kamu tidak perlu memikirkan apapun tentang aku, kamu juga tidak perlu berpikiran atau berusaha untuk menjadi istri yang baik untukku. Kita jalani hidup kita masing-masing!" ujar Samuel. "Tapi, bukankah hari itu Kakak bilang kalau aku harus membantu Kakak melupakan wanita yang Kakak cintai?" tanya Meisya bingung dengan kelabilan Samuel yang ia rasakan. "Enggak, aku enggak mungkin bisa melupakan dia!" jawab Samuel yakin, Meisya hanya bisa menelan saliva yang tiba-tiba terasa mengering. "Perlu kamu tau Meisya, sama seperti kamu aku juga bukan lelaki baik. Kehidupan bebas dan lepas selalu aku jalani sejak mulai mengenal wanita, tapi tidak pernah sekali pun ada seorang wanita yang memasuki hatiku. Aku juga bingung kenapa ini bisa terjadi ...." Samuel tampak tersenyum miring seolah-olah mengejek dirinya sendiri. "... mungkin aku terkena kutukan dari banyak wanita yang telah aku buat patah hati, setelah aku permainkan. Tapi aku benar-benar merasakan cinta yang selalu berusaha aku elakkan, tapi di saat aku merasa benar-benar mencintai seseorang. Memilikinya adalah sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi." Sesaat hening, Samuel seolah larut dalam ingatannya yang menyakitkan tentang sebuah cinta yang tidak terbalas. Sementara wanita yang duduk di depannya tidak tau harus merespon bagaimana hingga sebuah kata meluncur begitu saja dari bibirnya. "Kenapa?" "Kenapa?" Samuel kembali tersenyum miris untuk dirinya sendiri. "Karena kami terlambat bertemu, kami bertemu ketika ia sudah menjadi milik orang lain," jawab Samuel. "Kamu sendiri? Kenapa kamu sampai tidak punya hati hingga menjadi perusak rumah tangga orang lain?" Pertanyaan yang begitu menohok, membuat Meisya nyaris tersedak hingga langsung buru-buru meminum air putihnya. "Kakak udah liat sendiri keadaan orang tuaku, 'kan? Aku ingin mengangkat derajat mereka dengan menjadi seorang dokter, aku ingin membiayai kuliahku dengan menjual tubuh, tapi ternyata semuanya tidak sesuai harapan. Aku sudah mendapat teguran sebelum cita-citaku terwujud," jawab Meisya juga dengan senyum miris, mentertawakan dirinya sendiri. "Kamu ingin mengangkat derajat orang tuamu dengan merendahkan derajatmu sendiri sebagai seorang wanita." Sebuah pertanyaan atau pernyataan keluar dari mulut Samuel, tapi dari gelengan kepalanya terlihat jelas jika lelaki itu tidak habis pikir karena apa yang Meisya lakukan, Meisya hanya bergeming berwajah datar tanpa ekspresi berarti. "Kak Samuel, kamu harus tau sesuatu." Samuel kembali menatap wajah Meisya. "Apa?" "Aku akan melakukan apapun untuk menebus semua jasa baikmu padaku ...." Ujar Meisya yakin. "... mulai sekarang Kakak enggak perlu melakukan apapun untukku, tapi sebaliknya apapun akan aku lakukan untuk membalas kebaikan Kakak!" "Sudah aku bilang kamu tidak perlu melakukan apapun untukku, kita jalani kehidupan kita masing-masing di sini!" tegas Samuel. 'Jika saja aku tidak selalu terbayang wajah Laura saat ia memohon padaku untuk menjaganya tentu saja aku lebih memilih untuk meninggalkannya. Awalnya aku pikir ini akan mudah, tetapi memasukkan dia dalam kehidupanku dengan tujuan untuk melupakan Laura adalah hal yang salah. Aku malah merasa muak, muak pada keadaan ini. memintanya membantuku melupakan Laura malah membuatku muak padanya juga muak pada hatiku sendiri yang nyatanya begitu mencintai Laura. Aku benar-benar mencintainya, haruskah aku berteriak sekencang-kencangnya agar semua dunia percaya ada sebuah hati yang begitu mencintai istri orang lain? Haruskah aku memberitahu seluruh dunia agar kalau aku tidak bisa menghapus namanya dari dalam hatiku, hatiku yang begitu lemah hingga bisa jatuh cinta kepada istri orang lain? sepertinya hatiku memang sudah benar-benar gila hingga bisa melakukan kesalahan besar ini, sepertinya memang iya. Aku gila hingga tidak bisa mengendalikan perasaanku sendiri.' Meisya hanya bisa diam menatap Samuel yang terdiam dalam lamunannya. * Dita Andriyani * Samuel sudah berangkat sejak tadi, ini adalah hari pertamanya bekerja walaupun bukan memulai semuanya dari awal karena ia hanya tinggal mengurus bisnis yang telah dibangun oleh orang tuanya. Meisya sedang membantu Mbak Tri di dapur, memasak untuk makan siang dan makan malamnya sedangkan Samuel, entah jam berapa lelaki itu akan kembali, tadi pagi nyaris tidak ada pembicaraan serius antara kedua anak manusia itu. "Mbak, tau ada lowongan pekerjaan enggak di sekitaran sini?" tanya Meisya pada Mbak Tri yang sedang menggoreng ikan. "Buat siapa Non?" tanya Mbak Tri, sejenak wanita itu menghentikan kegiatannya. "Buat aku-lah, Mbak. Buat siapa lagi, tapia aku cuma lulusan SMA," jawab Meisya yang duduk di kursi yang ada di dapur. "Buat Non Meisya sendiri? Buat apa?" Mbak Tri malah tergelak mendengarnya. "Kok, Mbak Tri malah ketawa?" tanya Meisya, kesal karena merasa keseriusannya malah dianggap bercanda. "Maaf, Non, maaf. Tapi buat apa, sih Non Meisya kerja? 'Kan, udah ada Den Samuel yang mencukupi segalanya buat Non Meisya!" ujar Mbak Tri. Sebenarnya apa yang mbak Tri katakan memang tidak salah, tetapi dia yang menyadari siapa dirinya. Meisya merasa sama sekali tidak berhak atas apapun di sini terlebih lagi ia sudah bertekad tidak ingin merepotkan orang lain, apalagi ia juga harus membiayai kehamilan dan bayinya nanti. Tapi ... pekerjaan apa yang bisa diberikan untuk orang hamil seperti dirinya? Ah, tidak ada yang tidak mungkin jika ia berniat, beruntungnya kehamilannya termasuk yang tidak rewel, ia sama sekali tidak merasakan ngidam ataupun mual-mual seperti kebanyakan wanita yang sedang hamil muda. Ia yakin dirinya pasti bisa tetap bekerja untuk membiayai hidupnya dan bayi dalam kandungannya. "Aku, 'kan, cuma numpang di rumah ini, Mbak. Enggak enak kalau aku cuma diam memangku tangan," jawab Meisya. Sesaat Mbak Tri hanya diam menatap wajah sendu Meisya. "Adik Mbak, kerja di rumah makan. Nanti Mbak coba tanyain, ada lowongan apa enggak, ya." Wajah Meisya berbinar mendengar jawaban yang Mbak Tri berikan. "Wah, Alhamdulillah. Aku tunggu, ya, Mbak. Aku sangat berharap bisa segera bekerja Mbak." Meisya tampak sangat gembira. "Tapi Non Meisya harus ijin dulu sama Den Samuel, Mbak enggak mau nanti di salahin sama Den Samuel, ya," jawab Mbak Tri dengan senyum hangatnya. "Iya, Mbak." Kita jalani kehidupan masing-masing, kata itu cukup bagi Meisya. Sebagai bukti jika Samuel tidak akan melarangnya. Bahkan peduli pun mungkin tidak. . Sore itu Samuel pulang lebih awal dari kantornya, lelaki itu memarkirkan mobilnya di halaman rumah yang seperti biasa tampak lengang. Hanya ada Mbak Tri yang sedang menyapu halaman, kegiatan yang biasa ia lakukan sebelum pulang. "Mbak, Meisya mana?" tanya Samuel yang kembali keluar rumah setelah mengambil segelas jus jeruk dari dalam kulkas lalu duduk di kursi teras. "Lho, Den Samuel enggak tau? Udah hampir seminggu ini Non Meisya kerja," jawab Mbak Tri yang tidak menyangka kalau Meisya tidak menuruti permintaannya untuk meminta ijin duku pada Samuel. "Kerja? Di mana? tanya Samuel sambil mengangkat satu alisnya, ia tidak menyangka jika Meisya akan melakukannya. Tadinya sempat ia berpikir jika Meisya hanya akan menjadi istri yang memanfaatkan kekayaannya seperti yang Monika katakan padanya. "Di rumah 'echo tenan', Den. saya kira Non Meisya sudah ijin sama Den Sam," jawab Mbak Tri takut-takut, ia takut jika Samuel memarahi dirinya karena telah menunjukkan pekerjaan untuk Meisya atau bisa jadi Meisya yang bakal kena marah. "Biasanya jam berapa dia pulang?" tanya Samuel masih dengan nada bicara datarnya. "Kalau sif siang pulangnya jam tiga, sebentar lagi juga sampai rumah." Samuel hanya menganggukkan kepalanya. "Ya udah, Mbak Tri boleh pulang," imbuh lelaki yang masih mengenakan pakaian kerjanya itu, ia meletakkan jus jeruknya di atas meja lalu mengambil ponsel di saku kemejanya. "Saya permisi, Den. Untuk makan malam sudah saya masakkan nanti biar Non Meisya yang menghangatkan," ujar Mbak Tri sebelum berlalu. "Iya, terima kasih, Mbak." . Benar saja yang Mbak Tri katakan, tidak lama kemudian Meisya tampak turun dari ojek online yang ia tumpangi, tepat di depan pagar rumah bercat hitam itu. Samuel membetulkan posisi duduknya, menatap Meisya yang berjalan santai ke arahnya. "Kakak udah pulang?" tanya Meisya seraya mengulurkan tangan pada Samuel lalu mencium punggung tangannya, hal yang selalu Meisya lakukan jika mereka baru bertemu atau akan berpisah. "Kenapa kamu kerja enggak bisa sama aku?" Alih-alih menjawab pertanyaan Meisya, Samuel malah memberinya pertanyaan. "Lho, bukannya Kakak sendiri yang bilang kalau kita jalani kehidupan kita masing-masing, aku kira Kakak enggak peduli sama apa pun yang aku lakukan. Semua tentang aku enggak penting, 'kan?!" jawab Meisya datar sedatar wajah Samuel yang mendengar ucapannya. "Aku masuk dulu," sambung Meisya, beberapa detik kemudian Samuel bangun dan mengejar langkah istrinya. "Kenapa kamu lakuin itu? Kenapa kamu harus kerja, apa kamu kira aku enggak bisa memenuhi kebutuhan kamu?" Langkah Meisya terhenti mendengar pertanyaan Samuel. "Aku udah bilang aku enggak mau bikin Kakak tambah repot karena harus ngurusin aku, apalagi anak aku! Aku juga enggak mau terus disebut istri benalu sama orang tua Kakak!" tegas Meisya, jelas ada rasa sakit yang tertoreh dalam hatinya saat sang ibu mertua mengatakannya tepat di depan matanya sendiri. "Dari awal aku enggak pernah menginginkan atau meminta Kakak buat nikahin aku! Aku enggak pernah ingin melibatkan siapapun dalam kehidupan aku yang sulit, Kak. Aku seneng Kakak bawa aku pindah ke sini di mana enggak ada orang lain yang mengenal kita jadi Kakak enggak harus berbuat lebih banyak buat ngelindungin aku. Aku enggak akan pernah berhenti berterima kasih atas semua kebaikan Kakak." Meisya memutar tubuhnya untuk melanjutkan langkah, berbagai rasa berkecamuk dalam hati Samuel. "Aku enggak mau kamu kerja, aku enggak mau Laura kecewa karena aku enggak bisa jagain kamu," ujar Samuel lirih. "Laura? Apa hubungannya dengan Laura?" Meisya kembali melangkah ke arah Samuel lalu berdiri di hadapannya, ia tatap dalam-dalam wajah lelaki itu. "Eng—enggak ... maksudnya aku enggak mau, kalau Laura, Bang Banyu, Kak Dimas bakal nyalahin aku karena enggak bisa jagain kamu, 'kan, mereka nitipin kamu sama aku!" jawab Samuel datar, seraya berusaha mengalihkan pandangannya. Entah kenapa ada rasa kecewa yang tumbuh di hati Meisya, ia kecewa karena Samuel melarangnya bekerja untuk alasan itu, bukan karena Samuel memang peduli pada dirinya tetapi sisi lain hatinya langsung menepis rasa itu, Meisya sadar siapalah dirinya. "Kakak enggak perlu khawatir, mereka enggak akan tau apa-apa. Yang akan mereka tau adalah Kak Samuel adalah suami terbaik sedunia, Kak Samuel juga enggak perlu khawatir aku bisa jaga diri aku baik-baik. Mama Monika juga enggak perlu khawatir karena aku enggak akan pakai sedikitpun harta Kakak, kecuali makanan yang udah Mbak Tri masak. Sayang kalau enggak dimakan, mubasir!" Samuel hanya bisa terdiam sambil meraup wajahnya melihat Meisya yang langsung masuk ke dalam kamarnya. Lalu .... Mereka benar-benar menjalani kehidupan masing-masing, beberapa hari kemudian Meisya sudah bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan ternama di kota itu, bekerja berganti jadwal dengan dua sif. sif siang mulai jam sembilan pagi hingga jam tiga sore, dan sif malam mulai jam tiga sore hingga jam sembilan malam. Meisya yang sudah terbiasa bekerja di restoran milik Banyu tidak merasa kesulitan dengan pekerjaan barunya, lokasi bekerjanya juga tidak terlalu jauh dari rumah hingga ia bisa pulang dan pergi hanya menaiki sebuah angkot. Begitulah kehidupan mereka, menjalani urusan masing-masing walau masih terikat pada sebuah pernikahan palsu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
261.4K
bc

Orang Ketiga

read
3.6M
bc

Pengganti

read
302.6K
bc

Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)

read
123.8K
bc

CEO Dingin Itu Suamiku

read
152.3K
bc

T E A R S

read
314.6K
bc

Rujuk

read
925.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook