7. Takdir Yang Tak Diharapkan

1800 Words
Aanisah pontang panting ke sana kemari mencari hunian baru yang bisa dia tinggali hanya dengan biaya sewa dan uang panjar yang sangat murah. Ini masih pertengahan bulan dan uang di dompetnya sudah menipis. Hanya cukup untuk biaya makan sampai awal bulan tiba. Gadis itu menghubungi teman-teman sekolahnya. Namun dia tidak menghubungi teman kerjanya. Dia terlalu malu kalau sampai teman-teman kerjanya tahu dia diusir dari rumah oleh orang tuanya. Akhirnya setelah mencari melalui teman sekolahnya, Aanisah menemukan tempat yang sesuai dengan budgetnya. Lokasinya pun cukup jauh dari rumah orang tua dan tempat kerjanya. Jadi orang-orang hotel tidak akan curiga kalau Aanisah tinggal terpisah dengan orang tuanya. Saat menikmati sunset di pantai berpasir hitam yang terletak tidak jauh dari pusat kota, Aanisah memikirkan kembali liku kehidupannya yang tidak berjalan mulus seperti orang lain. Dia selalu merasa dirinya adalah orang yang kerap ditimpa kesialan dan selalu disalahkan. Dan hari ini dia sedang tidak ingin memeluk laut. Perlahan butir demi butir air mata mulai membasahi pipi Aanisah. Kenapa rasanya sulit sekali untuk menjadi orang yang selalu bahagia. Padahal dia tidak pernah mematok harga tinggi untuk sesuatu bernama kebahagiaan. Bahagia versi Aanisah sangat sederhana, dia hanya ingin mencintai dan dicintai dengan porsi yang seimbang. "Nangisan! Kayak bocah!" Tiba-tiba suara itu mengganggu keheningan yang susah payah Aanisah ciptakan dalam pikirannya. Aanisah mengangkat kepalanya yang tertunduk menatap pasir pantai. Dia mendapati orang yang selalu muncul setiap kali dia sedang ditimpa kemalangan. Melihat siapa yanga ada di hadapannya, Aanisah menghapus jejak air mata yang membasahi pipinya dengan punggung tangannya. Di jarak tertentu, Desta ikut duduk di samping Aanisah. Dia memandangi gadis yang ada di sampingnya itu. Wajahnya terlihat sangat menyedihkan. Matanya sembap bekas menangis, dan rambut sepundaknya tidak tersisir dengan rapi. Dia melihat dengan seksama wajah Aanisah yang bermuram durja. "Itu muka kenapa? Kusut amat kayak pakaian kotor," cetus Aanisah. "Kamu lagi sedih? Nangis aja kalo pengen nangis juga, nggak perlu ngatain orang lain segala!" Hening. Tak ada sahutan dari Desta. Aanisah merentangkan kedua tangan di samping tubuhnya. Dengan rileks dia memandangi laut yang siap melahap matahari yang bentuknya menyerupai jeruk sunkist itu. "Jangan pernah menganggap bahwa kamu adalah orang yang paling sial dan paling sedih di dunia ini. Ada yang lebih sial dan lebih menyedihkan dari kamu. Aku orangnya," ujar Aanisah tanpa melihat ke arah Desta. Pandangannya terfokus pada laut di hadapannya. Aanisah terenyum getir. "Kayak aku, nih. Meski dicampakkan tepat di hari seharusnya merayakan hari jadi hubunganku dengan penuh kegembiraan, aku tetap menghadapi hari berat itu dengan senyum tawa. Aku bahkan nggak pernah tahu apalagi dikasih tahu alasan kenapa aku diputuskan," ujar Aanisah mulai bercerita panjang lebar kemudian tertawa sumbang. Menertawakan dirinya sendiri. "By the way, kamu boleh bangga. Kamu adalah orang pertama yang tahu cerita sebenarnya," imbuhnya lagi, menepuk pundak Desta, lalu tiba-tiba Aanisah kembali menangis. Tangisnya makin terisak dan memilukan. Namun lambat laun tangis itu menjadi tawa sumbang yang tetap diiringi derai air mata. Desta tidak sanggup berkata apa pun. Dia hanya bisa memandangi wajah Aanisah yang sudah dipenuhi oleh air mata dengan perasaan iba dan kasihan pada gadis itu. Sebenarnya Desta juga ingin sekali membagi cerita pilu yang pernah menimpa hubungan asmaranya pada Aanisah. Namun hatinya memberontak dan menolak keras saat Desta ingin memulai ceritanya. Akhirnya setelah terjadi perdebatan dengan hati kecilnya, Desta memutuskan untuk bungkam dan tidak bercerita apa pun soal kisah cintanya yang menyedihkan pada Aanisah. Setelah mendapat penolakan dari Desta yang tidak mau buka suara untuk menceritakan apa yang menjadi penyebab laki-laki itu sedih dan sulit bahagia, Aanisah pergi dari sisi Desta. Gadis itu terus melangkah dengan pikiran kosong meninggalkan Desta seorang diri. Desta mengira gadis itu akan menuju ke dalam laut seperti yang sudah-sudah. Nyatanya Aanisah bergerak perlahan meninggalkan bibir pantai. Ketika keluar dari area pantai, Desta melihat Aanisah berjalan perlahan menuju jalan raya besar. Desta segera menepikan mobilnya dan bergegas keluar untuk menyadarkan Aanisah yang dia kira pasti benar-benar akan berbuat bodoh kali ini. Desta menyeret Aanisah masuk ke dalam mobilnya. Tidak ada perlawanan apa pun dari Aanisah saat Desta mengempaskan tubuhnya ke dalam mobil. Pandangan Aanisah kosong dan putus asa saat beradu tatap dengan Desta. Segera membuang muka. Itu yang dilakukan Desta saat tatapannya bertemu dengan mata sayu milik Aanisah. Dia juga menutup pintu penumpang dengan keras untuk menyadarkan Aanisah dari lamunan semunya. Tidak ada satu topik pun yang bisa mereka berdua obrolkan saat ini. Hanya tanya jawab soal alamat rumah Aanisah yang menjadi penyambung suara diantara kedua makhluk Tuhan yang tengah dilanda patah hati tak berujung ini. Aanisah tidak tidur. Kedua matanya terbuka, tapi yang dia lakukan hanya menatap kosong jalanan yang dilalui mobil Desta. Sesampainya di depan pagar rumahnya, Aanisah keluar mobil begitu saja. Desta menahan lengannya kemudian berkata dengan bijak. "Bagaimanapun caranya, hidup kamu harus tetap berlanjut. Meskipun selalu menjadi orang yang sial dan menyedihkan, kamu harus tetap kuat. Begitu caranya kalau ingin hidup nyaman," ujar Desta sebelum membiarkan Aanisah keluar dari mobilnya. Aanisah tidak memberi respon apa pun semua perkataan bernada bijak dari Desta. Setelah mobil Desta menghilang dari pandangannya, Aanisah memutuskan masuk rumah yang pagarnya tidak terkunci. Orang tuanya tahu Aanisah pasti masih akan kembali ke rumah ini, karena barang-barang pribadinya masih berada di beranda depan rumah. Aanisah sama sekali tidak memohon dibukakan pintu. Dia membiarkan saja orang tuanya menonton kesengsaraan yang sedang menimpa putri semata wayang mereka dari dalam rumah. Dengan acuhnya dia menyatukan dua kursi teras untuk dijadikan sebagai alas tidur sementaranya malam ini. Besok dia akan pindah ke tempat tinggal barunya. Dia tidak mungkin pindah malam ini juga, karena orang yang menyewakan tempatnya untuk Aanisah, meminta waktu satu hari untuk membersihkan tempat yang sudah lama tidak dihuni, supaya menjadi lebih layak huni saat Aanisah datang. Di dalam rumah, kedua orang tua Aanisah hanya memandang anaknya yang saat ini sudah tertidur nyenyak dengan suara dengkuran halus khas Aanisah kalau sedang terlalu lelah. "Lihat, Yah. Anakmu itu masih bisa tidur nyenyak. Dia mana mikirin apa orang tuanya bisa tidur nyenyak setelah mengusirnya dari rumah? Duh, Gusti. Bener-bener anak ini!" Ayu mengepalkan sebelah tangannya lalu memukulkan kepalan tersebut ke telapakan tangannya yang satu lagi. Sebagai bentuk pelampiasan kekesalannya pada Aanisah. "Sudah lah, bu. Ayo kita tidur. Kita lihat aja besok, apa Nisa akan meminta maaf atau justru sebaliknya, benar-benar pergi dari rumah ini." Ayu mengikuti saran suaminya. Dia lalu masuk setelah menyuruh suaminya itu masuk kamar terlebih dulu. Sebenarnya Ayu tidak tega melihat Aanisah tidur di luar. Namun melihat tidur nyenyak Aanisah meski di atas kursi teras, Ayu mengurungkan niatnya untuk menyuruh Aanisah masuk dan tidur di dalam. Dia harus tegas supaya bisa menyadarkan Aanisah untuk tidak terus-terusan bertindak semaunya. ○○○ Nomor telepon tak dikenal kembali menghiasi layar ponsel Desta. Pada percobaan panggilan pertama, Desta masih bisa mengacuhkan panggilan telepon tersebut. Namun pada saat kedua kalinya, Desta sudah jengah. Dia memutuskan menerima panggilan telepon misterius itu. Awalnya Desta tidak bersuara. Dia menunggu sampai orang yang sedang menghubunginya terlebih dulu yang memulai pembicaraan. Namun akhirnya Desta lah yang menyapa penelepon tersebut. "Halo?" "...." "Kalau nggak niat ngomong saya tutup teleponnya!" "Mas Desta?" "Kamu ternyata. Dari awal aku udah ngerasa itu kamu." "Terima kasih masih mengingatku, mas." "Kenapa kamu setega itu, Rin? Salah aku apa sampai harus menerima hukuman dengan cara kamu?" ujar Desta mulai kesulitan mengontrol emosinya. Tidak ada jawaban dari Rinjani. Namun telepon masih tersambung. "Jawab Rinjani? Jangan diam saja!?" "Karena kamu terlalu baik buat aku, mas." Desta lantas membanting ponselnya ke pintu. Dia mengempaskan semua benda yang ada di atas meja. Angga yang mendengar kegaduhan dari arah toko segera berlari untuk melihat apa yang sedang terjadi pada kakak sepupunya. "Mas Desta nggak apa-apa?" tanya Angga saat dia bertemu muka tepat di pintu. Desta tidak menjawab, dia menggeser tubuh Angga yang menghalangi jalannya. Tanpa memedulikan panggilan dari Angga, Desta masuk mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi. Desta menghentikan mobilnya di pantai. Dia ingin melepas amarah, emosi, kekecewaan dan rasa rindu pada Rinjani yang telah melebur jadi satu di dalam hatinya. Dia ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk melepas beban di hatinya. Namun yang bisa dilakukan laki-laki itu hanya duduk tanpa melakukan apa pun di bibir pantai sambil menunggu senja tiba. Seperti yang sudah-sudah. Desta tidak tahu caranya melangkah meninggalkan masa lalunya. Bukan tidak bisa melupakan karena masih cinta, tapi dia sudah terlanjur berharap hingga tak torelir pada kecewa. ○○○ Keesokan harinya Aanisah pergi membawa semua barang-barangnya tanpa berpamitan pada kedua orang tuanya. Sesampainya di depan pagar rumah sesuai alamat yang diberikan oleh teman sekolahnya, Aanisah sudah disambut oleh nyonya pemilik rumah yang menyewakan salah satu kamar kosong di rumah ini padanya. "Kamu Aanisah ya? Saya bu Sudar, pemilik rumah ini," ujar nyonya rumah bernama bu Sudar tersebut dengan ramah. Aanisah balas mengangguk ramah lalu mengikuti langkah calon induk semangnya tersebut. Setelah nyonya rumah mengantar Aanisah ke kamar yang disewanya, Aanisah terpaksa ditinggal sendiri karena nyonya rumah sedang ada keperluan mendadak yang mengharuskan dia keluar rumah sekarang juga. Di tempat barunya Aanisah harus membereskan sendiri kamar yang luasnya hanya sepetak ini. Kira-kira luasnya hanya 4x4 meter persegi. Aanisah masih merasa beruntung karena kamar ini sudah lumayan bersih, disediakan lemari kecil dan tempat tidur ukuran single. Sayang sekali tidak disediakan kamar mandi di dalam kamar ini. Kamar mandinya ada di luar kamar, tapi masih berada di dalam rumah. Beruntung hari ini Aanisah libur mingguan setelah shift malam dua hari berturut-turut. Jadi hari ini bisa dia gunakan untuk membereskan kamar barunya ini. Aanisah kurang sreg dengan peletakan lemari yang mengganggu pandangannya ke jendela. Akhirnya dia menggeser lemari yang ternyata sangat berat meskipun ukurannya kecil. Entah Aanisahnya yang belum makan atau memang lemarinya terbuat dari kayu jati asli, menyebabkan lemari ini lebih berat dari ukurannya. Dengan sekuat tenaga Aanisah mendorong lemari hingga menyentuh tembok, lalu menggeser posisi ranjang, dan terakhir meja berukuran 1x1 meter. Apa yang dikerjakan Aanisah saat ini sungguh menimbulkan suara gaduh sampai ke luar kamar. Beruntung tidak ada yang protes dengan ulahnya yang sangat mengganggu, karena rumah ini hanya dihuni oleh beberapa orang saja. Dan kebetulan orang-orang yang tinggal di rumah ini sedang berada di luar rumah. Kelelahan karena beres-beres seorang diri, Aanisah menjadi kehausan. Dia memutuskan untuk keluar kamar mencari sesuatu yang bisa diminumnya. Tadi sebelum pergi pemilik rumah berkata, di depan gang ada sebuah toserba cukup besar dan lengkap yang juga menyediakan makanan dan minuman ringan untuk camilan. Saat keluar kamar Aanisah melihat seorang laki-laki leluar dari kamar mandi yang terletak tidak jauh dari kamar Aanisah. Senyum Aanisah mengembang saat melihat laki-laki yang sedang berdiri di hadapannya hanya mengenakan handuk yang melilit dari pinggang hingga lutut. Tanpa sadar Aanisah merasa kesulitan menelan salivanya sendiri. Desta memang punya kebiasaan ke kamar mandi hanya memakai handuk dari kamarnya yang terletak paling depan di samping ruang tamu. Jantungnya hampir saja melompat dari tempatnya saat berhadapan dengan Aanisah yang tengah menatap tubuhnya sampai tak berkedip, lalu tersenyum penuh arti pada Desta. Seketika Desta berpikiran kalau Aanisah punya kelainan dan sengaja menguntitnya. --- ^vee^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD