"Hai, gadis manis. Japit rambut kamu indah sekali, boleh aku memegangnya?" tanya pria berpakaian SMA, sedangkan tiga temannya yang berpenampilan preman berdiri di sisi kanan dan kiri pria itu.
Damian yang melihat remaja pria yang lebih tua darinya beberapa tahun, seketika langsung menepis dengan kasar. Tapi, pria itu tidak berhenti melakukan hal yang sama dan ingin menyentuh japit yang dikenakan Yasmin.
"Jangan pernah menyentuh dia," marah Damian, dengan kasar menepis tangan pria berpakaian SMA yang berniat menyentuh puncak kepala Yasmin.
Yasmin yang mendengar obrolan Damian, dan pria-pria dewasa di depannya hanya bisa diam. Ia pun merasa takut, dengan memegang jaket Damian, dari samping.
"Hehe ... kamu mau jadi pelindung darinya, ya. Dengan kondisi tubuh kecil seperti ini, kamu yakin bisa melindungi gadis kecil ini? Kamu begitu polos, anak kecil," kekeh pria bertato di lehernya.
"'Berengsek!" marah Damian, lalu ia mengeluarkan pisau lipat kesayangannya. Detik berikutnya ia langsung menggores tangan pria berpakaian SMA, saat tangan nakal itu mau menyentuh rambut Yasmin kembali.
Krass!
"Akkhh ...."
"Kamu berani melukaiku, hah. Terima ini, sialan," setelah mengaduh kesakitan pria berpakaian SMA langsung menampar Damian dengan seluruh kekuatannya.
Plakk! Plakk!
Brukk!
Setelah menampar, pria berpakaian SMA itu mendorong Damian hingga tersungkur di tanah. Yasmin yang melihat itu hanya bisa menjerit, seraya memanggil nama Damian.
"Kak Will ...," panggil Yasmin, dan berniat menghampiri Damian yang dalam posisi terduduk sambil memegangi pipinya.
"Kamu mau ke mana gadis kecil, mau menghampiri kakakmu itu, hah," ucap salah satu preman yang menahan lengan Yasmin.
"Lepaskan tanganku, Paman. Aku mau melihat Kak Will, hiks," rintih Yasmin, ketika lengannya dipegang dengan kasar.
"Biarkan kakakmu itu menerima perbuatannya, karena dia telah berani melukai temanku. Kamu di sini saja, sebelum itu berikan japit rambutmu dulu," pinta preman yang berada di depan Yasmin.
"Tidak mau, ini hadiah Kak Will untukku. Aku tidak akan memberikan pada Paman!" teriak Yasmin polos.
"Berikan japit itu, atau aku yang akan merampasnya dengan kasar," ancam preman di depan Yasmin.
Bugh!
Yasmin menendang preman di depannya, tepat di area sensitif. Hingga preman di depannya mengaduh kesakitan.
Kemudian Yasmin menggigit tangan preman, yang memegangi tangannya. Setelah itu ia berlari ke arah Damian, yang tidak jauh darinya.
Ketika pria berpakaian SMA akan memberikan tamparan lagi pada Damian, Yasmin berlari lalu menjadi tameng untuk melindungi Damian dari pria di depannya.
Plakk!
"Yasmin ....!"
Damian berteriak, lalu bergegas menghampiri Yasmin lalu melihat keadaan Yasmin.
"Kamu tidak apa-apa?" panik Damian, setelah melihat tanda merah yang membentuk telapak tangan di pipi putih gadis mungil itu.
"Bodoh! Kenapa kamu melindungi aku, jadi begini 'kan? Kamu terluka, dan semua itu karena aku," tanpa sadar Damian membentak Yasmin.
"Hiks, aku tidak mau kakak itu melukai Kak Will lagi. Lihatlah, bibir Kak Will berdarah dan terluka," tangis Yasmin pecah karena dimarahi Damian.
"Sstt ... maafkan aku, Gadis Kecil. Maaf sudah membentakmu tadi, aku tidak mau kamu terluka hanya karena melindungiku sendiri."
"Ya, aku sendiri bisa menjaga diriku, dan dirimu. Aku akan melindungimu,Gadis Kecil," ucap polos Damian remaja, dan tersemat Janji dalam dirinya akan selalu menjaga dan melindungi Yasmin.
'Aku berjanji akan selalu melindungimu, Gadis Kecil. Tidak akan kubiarkan siapa pun melukaimu lagi,' janji Damian dalam hati.
Saat Damian masih berusaha menenangkan Yasmin yang menangis, para preman dan pria berpakaian SMA malah mengejek Damian dan Yasmin.
"Wah, lihatlah kakak beradik yang sangat manis. Mereka saling melindungi, dan itu membuatku terharu," ejek pria berpakaian SMA, dengan memandang teman-temannya.
"Lebih baik kita cepat merampas japit kupu-kupu itu, mumpung situasi sedang mendukung," ucap salah satu preman yang sudah tidak sabar ingin merampas japit di rambut Yasmin, pemberian Damian yang harganya sangat mahal.
"Kak Will, mereka menginginkan japit ini. Bagaimana ini? Aku tidak mau mereka mengambil japit ini, Kak," gumam Yasmin yang mulai ketakutan, sekaligus tidak rela jika japit pemberian Damian diambil mereka.
"Biarkan saja mereka mengambil itu, Gadis Kecil. Aku bisa membelikan barang yang lebih bagus untukmu nanti, saat ini adalah keselamatanmu yang paling utama. Aku yakin mereka bukan orang baik, jadi biarkan mereka mengambil ini, ya," bujuk Damian, karena ia paham pria-pria dewasa di depannya bukan orang baik.
'Jika aku terus mempertahankan japit yang kenakan Gadis Kecil terus dipakainya, aku tidak bisa menjamin, aku bisa melindunginya. Karena aku pasti kalah melawan mereka.'
'Ya, begitu saja. Itu lebih baik, jika sebuah barang aku masih bisa membelikan lagi japit untuk Gadis Kecil nanti. Kalau bisa, aku akan membelikan yang lebih bagus lagi,' batin Damian menimbang keputusan apa yang harus ia ambil.
"Apa Kakak tidak marah kalau japit ini diambil mereka?" tanya Yasmin polos.
"Tidak! Karena nanti, aku bisa membelikanmu kado yang lebih bagus dari ini," tegas Damian, dengan memberikan senyuman tulusnya.
"Baiklah, ini berikan pada mereka. Lalu suruh mereka pergi, Kak," ucap Yasmin dengan senyuman, hingga membuat Damian gemas lalu mengusak puncak kepalanya penuh sayang.
Damian menerima japit kupu-kupu yang belum lama Yasmin kenakan, sesungguhnya dalam hati kecilnya ia merasa kesal dan tidak rela. Namun, demi menjaga agar ia dan Yasmin selamat dan tidak terluka lagi. Akhirnya ia lebih memilih cara aman, dengan memberikan japit itu pada preman-preman itu.
"Ini! Sekarang kalian pergi dari sini," ucap Damian, seraya mengulurkan japit kupu-kupu itu pada salah satu preman.
"Nah, kalau menurut seperti ini 'kan bagus," senang salah satu preman yang menerima japit.
"Kalian memang anak-anak manis," sambung preman lain dengan kekehannya.
"Kalau kalian menurut dari tadi, pasti aku tidak akan menampar kalian. Ayo sekarang kita pergi, dan kita jual ini," ajak pria berpakaian SMA.
Keempat orang dewasa itu pun pergi meninggalkan taman, tujuan utama mereka adalah menjual japit itu. Kemudian mereka gunakan untuk berfoya-foya.
Sedangkan Damian masih merasa kesal dengan dirinya sendiri, ketika pertama kali mengajak Yasmin jalan-jalan bukannya ia bisa membahagiakan Yasmin. Yang ada ia malah melihat luka lebam di wajah mungil gadis kecilnya.
"Maafkan aku, Gadis Kecil. Karena aku kamu terluka," sesal Damian seraya menyentuh wajah Yasmin lembut.
"Hehe ... Kak Will tidak salah, aku sendiri yang membuat pipiku terluka. Karena aku tidak mau Kak Will semakin terluka," gumam Yasmin dengan kekehannya.
''Kamu gadis kecil yang baik belum tentu anak seusiamu mempunyai pemikiran sama sepertimu, Gadis Kecil. Aku akan berubah kuat, agar aku bisa melindungimu dari orang jahat yang berniat menyakitimu. Ini janjiku padamu, Gadis Kecil,'' janji Damian dengan nada sungguh-sungguh.
"Tentu saja, Kak Will harus menjadi pria kuat agar nanti bisa melindungiku dari orang jahat. Karena aku hanyalah gadis lemah, dan sewaktu-waktu bisa jadi aku lebih dulu meninggalkan Kakak," jawab Yasmin polos, dan itu membuat Damian mengernyit heran dengan apa yang dikatakannya.
"Apa maksudmu meninggalkan aku sewaktu-waktu, apa kamu mau pergi jauh. Kemana? Apa kamu akan liburan lagi, seperti seminggu yang lalu?" tanya Damian beruntun.
Damian tidak tahu, jika Yasmin mempunyai penyakit jantung bawaan dari lahir. Terkadang tubuhnya tiba-tiba drop dan hanya bisa opname di rumah sakit seperti seminggu kemarin jantung Yasmin kambuh, dan ia harus dirawat dan mendapatkan perawatan di rumah sakit.
"Bukan, Kak. Bukan liburan, mungkin ke atas sana," jawab Yasmin enteng, seraya menunjuk langit.
Damian mengerti maksud yang dikatakan Yasmin, seketika membuat ia mengeraskan rahangnya karena ia marah.
''Stop! Mengatakan hal sepeti itu, Gadis Kecil! Aku tidak suka mendengarnya," ucap Damian dengan sorot mata yang tajam, hingga membuat Yasmin menundukkan kepalanya karena takut.
Damian yang melihat Yasmin ketakutan, seketika mengusak rambutnya kasar. Ia berusaha meredakan emosinya, setelah cukup tenang ia berusaha menenangkan gadis kecilnya.
"Aku mau kembali ke sekolah sekarang, pasti Mama sedang menungguku," Yasmin berbicara dengan nada bergetar.
Degh!
"Maafkan aku, tidak seharusnya aku marah dan membentakmu seperti tadi. Tapi, saat kamu berbicara hal tadi, sungguh aku tidak bisa menerima," sesal Damian dengan menggenggam kedua telapak tangan Yasmin.
"Tapi itu kenyataan, Kak. Saat ini aku sedang ---"
Saat Yasmin ingin mengatakan perihal penyakitnya pada Damian, tiba-tiba terdengar suara yang sangat ia kenal. Ya, suara Mamanya.
"Yasmin! Yasmin, Sayang!"
"Kenapa kamu berada di sini, Nak? Mama mencarimu ke mana-mana, bersyukur Mama menemukanmu di sini," ucap Bu Silia langsung memeluk putri semata wayangnya, karena ia bahagia bisa menemukan putrinya.
"Maaf, Ma," jawab Yasmin seraya membalas pelukan mamanya.
Damian yang melihat itu, seketika mudur ia membuat jarak sedikit jauh. Agar Mama Yasmin bisa leluasa berbincang dengan putrinya.
"Nak, ini kenapa? Siapa yang berani melukaimu. Katakan, Sayang?" panik Bu Silia, ketika melihat telapak tangan membekas di wajah putrinya.
Yasmin hanya terdiam, sedangkan Bu Silia mulai menyadari keberadaan Damian. Seketika Bu Silia menghampiri dan memarahi Damian, karena Bu Silia pikir Yasmin terluka yang melakukannya adalah Damian.
"Apa kamu yang melukai putriku, hah! Berani sekali kamu,'' marah Bu Silia ingin menampar Damian, tapi dengan cepat Yasmin kembali melindungi Damian. Hingga tamparan itu mengenai wajahnya.
Plakk!
"Akkhh ...."
Degh!
Damian terpaku ketika melihat Yasmin kembali melindungi dirinya.
"Sayang! Kenapa kamu melindungi dia, hah. Sekarang lihat, Mama jadi melukaimu. Maafkan Mama, Sayang," panik sekaligus sesal Bu Silia, dengan meraba bekas tamparan yang ia lakukan.
"Mama jangan marah sama Kak Will, dialah yang menyelamatku dari para preman. Dia juga yang melindungiku, jadi Mama jangan memarahi atau pun menamparnya," ucap Yasmin berbohong, seraya melihat Damian yang terpaku ketika melihat Yasmin mengorbankan diri untuk melindunginya lagi.
"Lebih baik kita pulang, kita obati luka kamu, ya. Mama menyesal, Sayang. Ini pasti sakit, ya,'' sesal Bu Silia dengan mata berkaca-kaca.
"Tidak sakit, jika Mama yang melakukannya. Hanya seperti di gigit semut tadi," jelas Yasmin, dan itu membuat Damian dan Bu Silia tidak berhenti memandang gadis polos dan baik hati itu.
Tanpa banyak kata lagi, Bu Silia menarik Yasmin pergi keluar dari area taman. Lalu mengajaknya pulang, sedangkan Damian setelah melihat kepergian Yasmin ia hanya bisa berjalan dengan pandangan kosong.
Damian masih tidak mengerti, kenapa Yasmin selalu melindunginya? Kenapa Yasmin mau tubuhnya terluka hanya untuk melindungi dirinya?
'Kenapa kamu melakukannya lagi, Gadis Kecil? Melindungiku, hingga pipimu kembali terluka. Kenapa?' batin Damian yang tidak akan pernah mendapatkan jawaban, jika Yasmin tidak ada di hadapanya.