Seperti kabar yang Damian dengar kemarin, hari ini Yasmin sudah terlihat di sekolah. Ya, anak remaja itu tidak berhenti mengulum senyum ketika melihat gadis dalam seminggu ini memenuhi pikirannya.
'Akhirnya aku bisa melihatmu lagi, Gadis Kecil,' gumam Damian, seraya melangkah menghampiri Yasmin yang berada di depan kelasnya.
Yasmin yang saat itu tengah bermain dengan Rere teman sebangkunya, seketika menoleh begitu ia melihat kakak tingkat pernah menolongnya.
"Hai, Gadis Kecil," sapa Damian dengan senyum di wajahnya.
"Kakak Willy, ada apa Kak?" tanya Yasmin polos, seraya menghampiri Damian.
"Hmmm ... boleh tidak, selesai pulang sekolah kita jalan-jalan. Tidak jauh kok, hanya berjalan di area taman dekat sekolah," ajak Damian lembut, dan berharap Yasmin mengabulkannya.
"Oke, sudah lama aku tidak pernah main ke taman," jawab Yasmin antusias.
"Benarkah? Jadi kamu mau pergi, ke taman bersamaku?" tanya Damian merasa tidak percaya.
"Iya, Kak. Aku mau, pergi ke taman sama Kakak," jelas Yasmin terkekeh, karena melihat kakak di depannya terlihat terkejut. Seolah tidak percaya kalau ia mau di ajak ke taman.
"Baiklah, tunggu Kakak di sini. Nanti Kakak akan menjemputmu, sekarang Kakak ke kelas dulu, ya," pamit Damian, setelah mengusak penuh sayang puncak kepala Yasmin.
Yasmin yang mendapatkan perlakuan manis dari Damian merasa senang, karena disayang oleh Kakak tingkatnya.
'Rasanya aku seperti mempunyai seorang Kakak saja, senang rasanya,' batin Yasmin, seraya memandang punggung Damian yang semakin menjauh ke arah sekolah sebelah.
"Yasmin, siapa Kakak tadi?" tanya Rere penasaran, yang sedari tadi hanya terdiam memandang interaksi teman sebangkunya dengan kakak tingkatnya.
"Kak Will," jawab Yasmin singkat, lalu ia masuk ke dalam kelas diikuti Rere.
Pelajaran pun dimulai baik di kelas Damian, maupun di kelas Yasmin. Damian sama sekali tidak konsentrasi dengan mata pelajaran yang diterangkan oleh guru, hingga memancing rasa penasaran dari sahabatnya sekaligus teman sebangkunya.
"Will, kenapa kamu tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Pak Guru? Malah senyum-senyum sendiri, apa tadi kamu salah makan sesuatu, hem?" heran Evan, karena merasa melihat tingkah sahabatnya yang tidak seperti biasa.
"Aku heran, selama seminggu lalu wajahmu itu murung dan terlihat kesal. Sekarang seperti ---"
"Seperti apa, Van?" tanya Damian dengan sorot mata tajamnya.
"Hehe ... tidak jadi, kamu sekarang terlihat lebih tampan. Ya, tampan," elak Evan dengan cengirannya. Karena ia merasa terintimidasi oleh tatapan Damian.
Setelah mendapatkan tatapan tajam dari Damian, Evan mulai serius memperhatikan dan menyimak pelajaran yang diterangkan oleh guru mata pelajaran hari ini.
Berbeda dengan Damian, ia merasa kesal karena jam akhir sekolah masih satu jam lagi. Padahal ia sudah tidak sabar mengajak jalan-jalan Yasmin di taman dekat area sekolah.
'Huft ... kenapa waktu lama sekali, apakah tidak bisa untuk hari ini waktu berputar dengan cepat?!'
'Aku sudah tidak sabar bertemu dengan dia lagi, melihatnya tersenyum tadi pagi membuatku bahagia. Aku ingin terus melihat senyum Gadis Kecil itu,' batin Damian seraya memandang ke arah luar sekolah.
Damian sama sekali tidak mengikuti pelajaran yang diterangkan oleh guru matematika, ia pun tidak takut akan kesulitan nanti saat ia mengerjakan ujian. Mengingat ia memang jagonya dalam mata pelajaran perhitungan.
***
Saat Yasmin dan Damian merencanakan jalan-jalan di taman, di sebuah kafe terlihat dua sepasang suami istri tengah merencanakan hal jahat pada seseorang yang tidak lain kerabatnya sendiri.
Ya, di bangku nomer 8 terlihat Herman adik dari Pak Baron dan istrinya Mirna. Tengah duduk bersama Jason, serta istrinya Clara tengah menyusun rencana untuk mencelakai Pak Baron dan Bu Silia.
Mengingat Pak Baron saat ini menjadi pembisnis terkenal baik di dalam mau pun luar negeri, sedangkan dirinya hanya bisa bekerja di perusahaan sang kakak untuk memenunuhi kehidupannya, bersama anak dan juga istri.
Sedangkan Jason sepupu Pak Daniel, papa dari Damian. Saat ini bersekongkol dengan Herman dengan tujuan yang sama, keduanya merasa jika orang terdekatnya bisa sukses seperti Pak Baron.
"Apa kamu sudah siap, Jason. Jika besok malam adalah malam terakhir Baron dan juga Daniel, aku ingin harta Kak Baron jatuh ke tanganku," ucap Herman, dengan senyuman liciknya.
"Iya, Sayang. Aku sudah tidak sabar untuk memiliki seluruh harta dari kakakmu itu," sambung Ria, seraya mengampit lengan Herman suaminya.
"Tenang saja, pasti rencana kita berhasil. Saat Baron dan Danial beserta istri-istri mereka pasti mati, karena aku sudah menyuruh beberapa orang menyabotase mobil yang akan dikendarai mereka," jelas Jason dengan senyuman tidak kalah liciknya.
Ya, siang ini di dalam kafe itu terjadi pertemuan rahasia antara Herman, Ria, Jason dan Clara. Mereka mempunyai misi yang sama, ingin menguasai harta dari saudara mereka. Jika Herman tengah mengincar seluruh harta Pak Baron, begitu pula dengan Jason. Dia juga menginginkan harta sari sepupunya tidak lain sahabat Pak Baron, Pak Daniel papa dari Damian.
***
Ketika di dalam kafe ada beberapa orang merencanakan pembunuhan pada kedua orang tua Damian dan Yasmin, di sebuah taman. Tepatnya di bawah pohon beringin. Ada sebuah bangku, terlihat dua remaja tengah duduk seraya makan es krim.
"Apa kamu suka dengan rasa es krim rasa itu, Gadis Kecil?" tanya remaja putra tidak lain adalah Damian.
"Suka sekali, Kak. Ini enak sekali," jawab antusias Yasmin dengan senyuman bahagia di wajahnya.
''Kamu berantakan sekali kalau makan, sebentar biar aku bersihkan," ucap Damian lembut, dan langsung mengambil sapu tangannya.
Yasmin yang mendengar itu hanya terdiam, dan malah asyik makan es krim di tangannya.
'Iiss ... lucu sekali dia, kenapa dia terlihat menggemaskan kalau seperti ini,' batin Damian, dengan pelan membersihkan sisa es krim yang menempel di sudut bibir Yasmin.
"Biarkan saja itu, Kak. Nanti aku sendiri yang membersihkannya, Kakak makan saja es krim punya Kakak. Lihatlah, dia sudah mencair," seru Yasmin mengingatkan, seraya melihat es krim yang berada di tangan kiri Damian.
"Tidak apa, aku senang melakukannya. Soal es krim ini, aku nanti bisa beli lagi. Jadi tenang saja, Gadis Kecil," jawab Damian mencoba menenangkan apa yang dipikirkan Yasmin.
"Tapi, kita tidak boleh membuang makanan Kak. Kita masih beruntung bisa makan apa yang kita mau, sedangkan di luaran sana masih banyak anak seperti kita tidak bisa beli es krim karena harganya yang mahal," ucap Yasmin sok bijak di usianya, karena ia sudah terbiasa dan sering dinasehati oleh sang mama.
Degh!
'Gadis sekecil ini bisa bicara seperti itu, aku bahkan jarang melihat atau mendengar teman sekelas atau kakak kelas berbicara bijak seperti yang dia katakan. Ternyata, memeng benar apa kata hatiku. Jika kamu adalah Gadis Kecil yang bisa menarik perhatianku,' batin Damian.
''Karena kamu sudah mengatakan hal baik, maka aku akan memberikan hadiah untukmu. Apa kamu mau menerima pemberianku, Gadis Kecil?" tanya Damian seraya memandang Yasmin, dan berharap gadis yang tengah asyik dengan es krim di tangannya mau menerima kado yang sudah seminggu ini ia siapkan khusus buat Yasmin.
"Hemm ... tergantung hadiahnya apa, nanti aku pikirkan apa aku akan menerima atau tidak,'' jawab Yasmin cuek, dan masih asyik menjilat es krim yang tinggal separuh itu.
"Berhentilah makan es krim itu dulu, Gadis Kecil. Lihatlah, baru kamu putuskan apa kamu menerima pemberianku atau tidak."
"Tapi, yang jelas. Hadiah ini sengaja aku beli spesial untukmu, Gadis Kecil. Harganya juga tidak murah, ini sangat mahal sekali," ucap Damian panjang, setelah ia mengambil sebuah kotak kado berwarna merah.
Setelah itu Damian mengulurkan kotak kado itu pada Yasmin, Yasmin pun menerima dengan gaya khas anak kecil. Yasmin membuka kotak kado itu dengan antusias.
"Wah ... japit kupu-kupu. indah sekali, Kak," seru Yasmin bahagia setelah membuka kado dari Damian.
"Apa kamu suka, Gadis Kecil?" tanya Damian dengan ulasan senyum di wajahnya.
"Ya, aku suka."
"Bagaimana bisa Kakak tahu kalau aku suka japit seperti ini, Kak?" tanya Yasmin antusias dan berusaha memakai Jepit pemberian Damian.
"Hanya feeling saja, syukur kalau kamu suka," jawab Damian seraya membantu Yasmin saat memakai japit rambut.
"Japit ini sangat bagus, pasti sangat mahal. Kakak beli di mana, dan pakai uang siapa?" tanya Yasmin dengan memberondong beberapa pertanyaan.
"Aku memakai tabunganku sendiri, dan harganya lumayan mahal," jelas Damian jujur.
"Memangnya berapa harganya, Kak?" tanya Yasmin lagi.
"Dua puluh juta," jawab Damian jujur lagi.
"Apa! Du--dua puluh lima juga, itu bukan harga murah. Melainkan sangat mahal sekali, Kak," teriak Yasmin, dan langsung berdiri.
"Tidak apa-apa, itu uangku sendiri. Jadi jangan terus menghambur- hamburan uang, tidak baik kata Mama," nasehat Yasmin.
Saat Yasmin dan Damian berdebat soal harga japit kupu-kupu, tidak jauh dari bangku taman terlihat satu anak berseragam SMA tengah duduk sama tiga para preman. Ketiga orang itu terlihat galak, percakapan di antara terhenti. Saat Damian menyebut nominal japit kupu-kupu yang di pakai Yasmin.
''Sepertinya kita mendapatkan mangsa yang empuk hari ini, kalian dengar kan. Kalau japit kupu-kupu itu harganya dua puluh juta, kita bisa makan dan minum enak. Kalau kita bisa merampas japit itu," ucap salah satu preman.
"Iya betul, kita rampas saja. Mumpung taman terlihat sepi, kalau mereka melawan kita tinggal beri mereka pelajaran pasti mereka takut," sambung anak berpakaian SMA.
Keempat orang itu pun mendekat ke arah bangku Yasmin dan Damian, cengiran di wajah mereka. Sedangkan Yasmin dan Damian tidak tahu, jika mereka nanti akan mendapatkan masalah dari keempat orang tadi.