Tukang Sop Buah di Bawah Rindang Pohon

2213 Words
Menteri rasanya menyengat sekali siang ini, beruntung Amanda mengenakan helm sehingga ganasnya sinar surya itu tidak menembus wajahnya yang berkulit coklat. Gadis ini memiliki kulit yang sensitif sekali, jika terkena cahaya matahari dalam jangka waktu yang agak lama kulitnya akan menjadi coklat mengkilat. Beberapa orang menyebutnya kulit buluk, itulah mengapa kadang ada orang yang menyebut Amanda itu si Gendut Buluk, sebuah panggilan yang tidak enak memang tapi begitulah, mereka yang merasa dirinya lebih baik dari orang lain cenderung body shaming mereka yang dianggap jelek Gadis bertubuh gempal itu sempat mencari teman sebangkunya tadi ketika hendak pulang, seingatnya tadi Ayisha bilang tidak dijemput pulang karena dia bawa motor sendiri, tetapi entah mengapa saat dicari di halaman parkir sekolah dia tidak temukan. Ke mana gadis berambut pirang itu? Saat tak menemukan Ayisha di halaman parkir sekolah akhirnya Amanda memutuskan untuk pulang sendiri, karena tersisa hanya kendaraannya saja sendiri di sana yang lain sudah pulang semua, Artinya, kemungkinan besar gadis berambut pirang itu sudah pulang duluan tanpa menunggunya datang. Motor yang dikendarai Amanda agak goyang ketika sudah lebih dari lima menit keluar dari gerbang sekolah, dia mulai curiga bahwa kendaraannya kempes ban. Akhirnya gadis bertubuh gempal itu menghentikan motornya di bawah pohon rindang untuk mengecek ada apa gerangan dengan ban motornya. Apakah hanya kempes ban atau … "Astaga, mengapa segala bocor ini ban?" ujar gadis itu sambil menekan ban belakang kendaraan roda duanya. "Dasar motor enggak tahu diri, orang lagi buru-buru pulang dia malah bocor." Gadis bertubuh gempal itu menoleh menengok ke kiri dan kanan untuk mencari tukang tambal ban, tapi sepertinya tidak ada si Lae di sekitar tempat motornya bocor.  "Harus didorong ini motor mau enggak mau," kata gadis itu dengan kesal. Namun dia ragu ke mana harus mendorongnya, ke depan atau kembali lagi ke jalan yang sudah dilaluinya supaya bertemu dengan tukang tambal ban. Amanda mengingat-ingat jalan yang sudah dilaluinya tadi, apakah ada tukang tambal ban yang sempat dilewati? Sepertinya tidak ada. Berarti mendorongnya harus ke arah depan saja, jalan yang belum dilaluinya. Gadis bertubuh gempal itu menghela napas panjang dan memulai mendorong kendaraan roda duanya. "Dorong teruuus," terdengar suara meledek saat Amanda mulai bercucuran keringat. Gadis bertubuh gempal itu melihat siapa yang telah mengejeknya di saat yang melelahkan ini,  ternyata itu adalah kerjaannya gerombolan Natasha and the genk. Mereka tadi sempat menarik-narik gas kendaraan mereka ketika di samping Amanda  Ada sebuah dugaan yang hadir dalam benak gadis bertubuh gempal itu, jangan-jangan motor ini bocor gara-gara kelakuannya mereka? Tidak perlu suuzon, karena bocornya juga sudah lumayan jauh dari gerbang sekolah. Kalau memang ini adalah kerjaan mereka pasti ketika keluar gerbang sudah tidak bisa dikendarai lagi motornya itu. Terlihat sebuah Plang sop buah di sebelah kiri jalan, dia ingat tempat itu kerap dilewatinya saat pulang ataupun pergi sekolah. Sebenarnya ada keinginan untuk mampir ke sana tapi selalu tidak tepat waktunya. Mungkin hari ini dia bisa mampir ke sana untuk sekadar beristirahat dan bertanya di mana ada tambal ban kepada tukang sop buah itu. Sebuah ide yang bagus karena dia ingat hari ini dia membawa uang agak banyak karena kebetulan Bundanya mendapat proyek penjahit goodie bag. Tangannya terus mendorong kendaraan roda duanya itu mendekati tukang es buah, di sana ada sebuah motor besar yang rasanya dia mengenali kendaraan itu. Milik siapa ya itu motor gede? Kayak pernah lihat. Di sebelahnya motor ber-cc besar itu ada sebuah motor matic berwarna putih dengan kombinasi biru. “Aku ingat, kalau enggak salah Itu motornya Kak Arios, masa dia ada di sana? lalu siapa yang bersamanya di sana?” Gadis bertubuh gempal itu menstandarkan kendaraannya di samping kedua motor yang terparkir di pinggir jalan itu. Dia melangkah mendekati ke tukang sop buah yang berada di bawah pohon rindang, suasana sejuk langsung menyergap Amanda tanpa dia bisa menghindar. sejenak kedamaian merambati tubuhnya yang mulai lelah mendorong motor dibawah sengat mentari. Kedua mata gadis bertubuh gempa itu menangkap dua sosok yang sangat dikenalnya di sekolah, seorang siswa bertubuh jangkung dan seorang siswi berambut pirang.  “Apa yang mereka lakukan di sini? apa yang dilakukan Ayisha dengan Kakak kelas pujaan hatiku itu?” gumam gadis bertubuh gempal itu dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa dijawabnya sendiri. Arios dan Ayisha nampak berbincang serius sekali sambil menikmati sop buah yang ada di atas meja. Gadis berambut pirang  yang duduk menghadap ke arah jalan itu melihat kedatangan Amanda yang bersimbah keringat. “Amanda?” ujar Ayisha sambil berdiri, dia lalu melangkah mendekati. "Kamu mengapa kelihatan lelah sekali?” Gadis berambut pirang itu mencari tahu dengan melihat kendaraan Amanda dari posisinya berdiri. “Motorku bocor, Ay,” ujar gadis bertubuh gempal itu dengan muka cemberut.  “Bocor?” “Iya, Bocor. Mungkin terkena paku atau benda lainnya," kata Amanda sambil menghela napas panjang. "Sebelah mana ya ada tukang tambal ban, Ay?  Mungkin kamu tahu." “Nanti saja tambal bannya, kita makan sop buah dulu yuk,” ajak siswi berambut pirang itu sambil menarik tangan Amanda ke meja di mana ada Arios yang memperhatikan percakapan mereka dari tempatnya duduk. Gadis bertubuh gempal itu duduk di samping Ayisha, berhadapan dengan Mantan Ketua OSIS SMA Pilar Bangsa itu. “Mang, sop buahnya tambah satu ya,” ujar Ayisha ke tukang sop buah yang duduk tak jauh dari gerobaknya. “Iya, Neng," kata laki-laki berusia 50 tahun itu sambil mengangguk. Dia lalu melangkah mendekati gerobaknya untuk membuatkan pesanan. Amanda mencuri pandang dua buah mangkok yang ada di atas meja yang tersisa setengahnya. Sepertinya mereka sudah cukup lama berbincang berdua di sini. Pantas saja tadi dia mencari-cari Ayisha di halaman parkir tidak bertemu ternyata mereka sedang berdua di sini. Ada apa sebenarnya antara Ayisha dengan Kakak kelas pujaan hatinya ini? “Maaf, tadi aku enggak menunggu kamu di halaman parkir, Manda. Kebetulan tadi ketemu Kak Arios dan dia mengajak aku makan sop buah di sini. Karena kebetulan aku ada yang ingin dibahas dengan Kak Arios makanya aku mau saja. Maaf, aku enggak mengabarkan kamu dulu.” Amanda mengangguk, dia tidak tahu apakah harus percaya dengan apa yang dikatakan gadis berambut pirang di hadapannya atau membuat dugaan lain tentang mereka berdua. Misalkan mereka pacaran? atau sudah menikah tadi dengan Bapak Penghulunya tukang es buah dan wali dari pihak perempuan dua buah mangkok sop buah? Apa’an sih, Manda. Kejauhan halunya. “Aku ingin membahas dengan Kak Arios apa yang terjadi tadi di sekolah, tentang gambar kamu di Mading yang dipasang entah oleh siapa dan mencantumkan nama Kak Arios di sana,” kata siswi berambut pirang itu sambil menjeda kalimatnya untuk mengetahui reaksi Amanda. “Kamu ingin tahu jawaban dari orang yang karakternya ada di dalam n****+ kamu itu, enggak?” “Maksud kamu gimana? aku enggak ngerti, Ay," kata gadis bertubuh gempal itu sambil mengerutkan dahinya, dia  tidak memahami kalimat yang diucapkan oleh teman satu bangkunya itu. “Di gambar yang ada di mading sekolah itu kan ada potongan dialog tentang pemujaan Amanda Maharani Utami kepada Arios Sumpah Palapa, tentang rasa cinta yang diungkapkan tokoh protagonis di n****+ yang mencintai Mantan Ketua OSIS,” ujar Ayisha menjelaskan kembali kalimat yang diucapkannya tadi. “Kamu ingin tahu enggak tanggapan dari tokoh cowok yang ada di n****+ kamu yang bernama Arios itu? Berhubung tokoh ini juga penting dalam kehidupan nyata kamu kan." “Iya aku ngerti, Ay. Terima kasih sudah dijelaskan kembali,” kata gadis bertubuh gempal itu, dia lalu menoleh ke arah Mantan Ketua OSIS yang ada di hadapannya. “Bagaimana tanggapannya Kak Arios tentang apa yang terjadi di mading sekolah tadi? Jujur aku jadi merasa kurang nyaman, Kak.” Arios menatap gadis yang ada di hadapannya sekilas, ada sebuah senyum tipis yang dipaksakannya hadir. “Aku sih enggak masalah, Manda. Buatku dipuja oleh seseorang itu adalah hal yang lumrah, baik yang hanya sekedar suka, sayang, cinta atau yang membabi buta. Aku enggak masalah dengan hal itu. Lalu terkait dengan bab n****+ kamu yang menceritakan itu aku enggak keberatan karena aku juga sudah membaca di bagian itu. Kalau aku keberatan pasti dari kemarin semenjak berjumpa dengan kamu aku sudah protes, tapi hal itu tidak kulakukan kan?” Amanda mengangguk, dia merasa sedikit lega dengan apa yang dikatakan oleh orang yang menjadi pujaan hatinya itu. “Sudah aman ‘kan, Manda?” ujar siswi berambut pirang itu, dia sudah mengalihkan konsentrasi Amanda ke dirinya. Ayisha mengganggu saja kemesraan ini, gerutu Amanda dalam hatinya.  “Aman? Apanya yang aman, Ay?” “Tadi kan kamu khawatir dengan tanggapannya Kak Arios dengan apa yang tertulis di mading sekolah itu karena membawa-bawa namanya di sana, sekarang kamu sudah mendapat jawaban yang pasti dari Kak Arios tentang itu. Itu yang aku maksud dengan aman, Manda.” “Iya aman, Ay. Terima kasih atas kerja kerasnya hari ini. Kamu memang temanku yang paling baik.” “Iya, sama-sama, Manda. Pleasure to help.”  “Terima kasih juga Kak Arios atas pengertiannya, aku hanya khawatir ini mencederai persahabatan kita yang baru dimulai.” Terlihat pemuda jangkung itu tersenyum ke arah Amanda, hati gadis itu berdesir dengan pemandangan yang ada di depannya. Sungguh momen yang harus diselamatkan dalam ingatan ini karena jarang terjadi, “Jangan khawatir, Manda. Itu cuma hal kecil saja, persahabatan itu berarti kita harus memahami kelebihan dan kekurangan orang yang menjadi sahabat. Hal yang terjadi tadi di mading sekolah itu enggak akan mencederai persahabatan kita. Aku jamin itu.” Persahabatan? Aku enggak mau menjadi sahabat kakak, aku maunya menjadi istri dari Arios Sumpah Palapa. Aku mau aku rahim ini hanya diisi benih dari kakak kelas yang menjadi pujaan hati, jadi aku enggak mau hanya berstatus sebagai sahabat saja yang tak bisa menyentuh pujaan hati dengan mesra. Aku mau ikatan suci di depan penghulu,” gumam gadis itu di dalam hatinya. "Woy, malah bengong, Manda." Gadis berambut pirang itu mengagetkannya, dia telah membuyarkan dialog imajinernya dengan mengusapkan telapak tangannya ke wajah Amanda. gadis bertubuh gempal itu tergagap karena terkejut. Percakapan mereka terjeda karena tukang sop buah datang membawakan pesanan Amanda. Laki-laki 50 tahun itu meletakkan mangkuknya di atas meja tak jauh dari mangkuk milik Ayisha dan Arios bersanding. "Ayo dinikmati sop buahnya supaya semangat kembali meniti hari," kata pemuda bertubuh jangkung dengan sebuah senyum di bibirnya. d**a Amanda berdesir lagi karena tak sengaja melihat senyum itu kembali. “Iya dinikmati sop buahnya, Manda, supaya kamu kuat dorong motor lagi," kata Ayisha yang melengkapi kalimatnya dengan sebuah tawa. “Aku jadinya teringat motorku lagi, Ay," ujar gadis bertubuh gempal itu sambil mengaduk sop buah milinya. "Tambal ban masih jauh enggak ya sih dari sini?" "Mang, tambal ban jauh enggak masih?" tanya Aryos ke tukang sop buah itu tanpa diminta oleh Amanda, laki-laki 50 tahun itu menoleh ke arah siswa bertubuh jangkung itu. “Setelah tikungan itu ada tambal ban,Jang. Di sebelah kiri," kata laki-laki 50 tahun itu sambil menunjuk tikungan yang berjarak kurang dari 50 meter dari tempat mereka sekarang. “Oh, oke terima kasih ya, Mang.” “Iya, sama-sama, Jang,” kata tukang sop buah itu melanjutkan kembali aktifitasnya tadi yang terjeda. Ayisha mendekatkan tubuhnya ke Arios, sepertinya ada yang ingin ditanyakannya kepada siswa bertubuh jangkung itu. “Si Mamang tukang sop buah manggil Kakak apa, Kak? Aku dengarnya Jang? Jang itu apa? Kependekan dari Panjang ya, Kak?” kata gadis berambut pirang itu. Arios tersenyum dengan apa yang diucapkan oleh Ayisha itu. Sudah pasti dia tidak mengetahui istilah yang digunakan oleh si Mamang tukang sop buah kerna memang ini baru tahun kedua Ayisha di Indonesia. Amanda juga menunggu jawaban dari Arios, sebenarnya dia agak mengetahui inti dari kata ‘Jang’ itu namun belum yakin. "Jadi ‘Jang’ itu sebenarnya adalah kependekan dari kata Ujang, ini adalah kata sapaan yang digunakan oleh orang suku Sunda kepada seorang pemuda, seringkali orang-orang yang sudah bisa dibilang tua akan memanggil anak muda dengan panggilan ‘Jang’, seperti tadi kamu mendengar si Mamang mengatakan seperti itu. Mamang juga sebenarnya adalah sapaan dalam bahasa Sunda yang artinya adalah paman.” “Oh begitu, berarti Ujang Aros bisa ya, Kak?” kata Ayisha dengan sebuah senyum di ujung bibirnya. “Iya bisa begitu, Jang Arios kalau kata orang Sunda bilang.” “Kalau untuk perempuan dipanggil apa, Kak?” kata gadis berambut pirang itu lagi dengan wajah penuh rasa ingin tahu.” “Untuk perempuan bisanya dipanggil Eneng,” jawab siswa bertubuh jangkung itu sambil menyempatkan menyeruput es buah miliknya. Ayisha mengikuti apa yang dilakukan oleh Mantan ketua OSIS itu. “Oh iya, tadi si Mamang sempat dibilang, Neng. Jadinya Neng Ayisha, Neng Amanda ya Kak?” kata Ayisha sambil tertawa kecil. “Kalau kamu enggak pantas menggunakan kata Neng, Ayisha. Masa wajah luar negeri dengan rambut pirang panggilannya Neng,” kata Arios dengan sebuah tawa kecil di ujung bibirnya. “Ya enggak apa-apa juga kali, Kak. Aku juga kan ingin dipanggil Neng kayak gadis-gadis dari suku Sunda, Neng Ayisha yang cantik memesona,” kata gadis berambut pirang itu dengan tertawa kecil. Amanda memperhatikan dialog di antara 2 siswa sekolah SMA Pilar Bangsa yang berbeda jenjang kelas itu sambil menikmati es buah. Gadis bertubuh gempal Itu sekilas melihat tatapan mata Arios berbeda dari biasanya kepada sahabatnya, dia merasakan seperti ada rasa suka yang lebih terhadap siswi berambut pirang yang ada di hadapannya.  “Jangan-jangan Kak Arios jatuh cinta dengan Ayisha? Semoga saja enggak. Jika itu terjadi berbahaya sekali untuk anak dan cucuku yang belum lahir dari rahim ini, bisa-bisa mereka semua gagal menjadi manusia,” gumam gadis bertubuh gempal itu sambil tersenyum di dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD