Pengkhianat Persahabatan

2485 Words
Peluh mulai membasahi sekujur tubuh Manda mendorong motor yang kempes adalah suatu hal yang membutuhkan lebih banyak tenaga ditambah lagi dia melakukannya di bawah sinar matahari yang sedang sangat menyengat. Menyesal dia tadi tidak sempat melihat keadaan ban belakang motornya kurang angin atau tidak atau memang sudah kempes dari sekolah. Efek yang dirasakan sangat besar dia harus merelakan tubuhnya bermandi keringat tidak ada tambal ban yang ada di dekat sini. Matanya menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari si Elay jasa tambal ban yang biasa digunakan. Matanya menangkap plang sop buah di pinggir jalan sebelah kiri, nampaknya sebuah ide bagus sekali untuk meluangkan waktu untuk menambah tenaga dengan menikmati sop buah itu. Sebenarnya tempat itu sudah sering dilewatinya saat pergi atau pulang sekolah, cuma belum sempat mampir. Hari ini adalah hari yang tepat untuk bertandang ke sana selain karena memang sedang ada uang juga karena  butuh tambahan tenaga untuk menggantikan keringat yang bercucuran Dia mengenali motor Arios yang sedang terparkir di pinggir jalan bersanding dengan sebuah motor matic gadis itu mengernyitkan dahi. "Apa yang dilakukan Kak Arios di pinggir jalan? Apakah dia sama denganku nasibnya, sedang bocor ban?" gumam gadis bertubuh gempal itu di dalam hatinya. Amanda mengumpulkan tenaganya kembali untuk mencapai motor ber-cc besar yang diparkirkan di pinggir jalan 10 meter di hadapannya. Akhirnya dengan menambahkan banyak keringat, gadis bertubuh gempal itu berhasil mencapai tujuannya. Dia memarkirkan kendaraan roda duanya di samping motor milik Kakak kelas pujaan hatinya. Rasa sejuk menyerap tubuhnya yang bermandi keringat saat memasuki sebuah bayang pohon yang rindang. Tepat sekali tukang sop buah itu memilih tempat, suasananya nyaman dan sejuk, pantas saja sering banyak yang mampir. Mata gadis bertubuh gempal itu terpaku kepada dua orang sosok yang dikenalnya sekolah siswa bertubuh jangkung dan siswi berambut pirang. Mereka sedang berbincang mesra gantian sop buah yang ada di mangkok. Amanda speechless melihat pemandangan yang ada di depannya, dia sama sekali tidak percaya dengan yang ditampilkan oleh indra penglihatannya.  Bagaimana mungkin teman yang sudah dianggapnya sebagai sahabat kini mengambil orang yang dicintainya? Bagaimana mungkin Arios yang pernah menginap di rumahnya tiba-tiba saling bersuap mesra dengan orang yang lain. "Amanda!" Panggil Ayisha sesaat tubuh Amanda mematung karena melihat pemandangan yang sangat menyayat hati. Gadis berambut pirang itu melihat kehadiran gadis bertubuh gempal itu karena memang dia duduknya menghadap ke jalan. Arios menoleh ke belakang. Amanda membalikkan badannya, dia tidak mempedulikan panggilan gadis berambut pirang itu,  hati sakit, hatinya terluka karena apa yang dilihatnya tadi. Tega-teganya Ayisha melakukan hal itu padahal dia tahu bahwa dia memuja alias lebih dari sekedar sahabat. Gadis bertubuh gempal itu menaikkan standar motornya dan  mendorong kembali kendaraan roda duanya pergi meninggalkan dua motor yang bersanding di pinggir jalan. "Amanda tunggu aku, akanku  jelaskan semua," kata Ayisha setengah berteriak kepada gadis berambut pirang itu, dia berlari mengejar sahabatnya. Amanda tidak peduli dengan apa yang diucapkan oleh Ayisha, dia terus mendorong kendaraan menjauh. Seandainya saja ban motornya tidak kempes, pasti dia sudah menarik gasnya dengan kencang meninggalkan para penghianat persahabatan itu. Ayisha berlari lebih cepat, dia berdiri menghalangi motor yang sedang didorong oleh Amanda itu. Gadis bertubuh gempal itu tidak peduli apa yang dilakukan oleh teman sebangkunya, koreksi, bukan teman sebangku tapi bekas teman sebangku.  "Amanda, please. Biar kujelaskan dulu semua," kata Ayisha.  Gadis bertubuh gempal itu tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Ayisha, dia mendorong motornya terus maju walaupun di depannya ada gadis berambut pirang itu. Namun Ayisha menahan laju jalan roda dua itu dengan tangannya sekuat tenaga. Amanda mencoba lagi namun tenaganya tidak cukup kuat melawan Ayisha ditambah karena ban motornya yang bocor menambah berat kendaraan roda dua yang didorongnya. Akhirnya gadis bertubuh gempal itu menstandarkan kembali motornya. Ayisha datang menghampiri, dia berusaha mendekap tubuh Amanda, gadis bertubuh gempal itu menghindar. Dia tidak sudi dipeluk oleh orang yang menjadi penghianat persahabatan. "Amanda, please. Biar kujelaskan dulu semua," kata Ayisha lagi dengan kalimat yang sama. "Apa yang aku lihat sudah menjelaskan semua, aku sudah enggak percaya lagi dengan orang yang namanya Ayisha, aku sudah enggak percaya lagi dengan persahabatan yang kamu tawarkan. Ternyata kamu itu hanya seorang pengkhianat, ternyata kamu bersahabat denganku hanya mengambil manfaat.”  Gadis bertubuh gempal itu mulai mengeluarkan emosinya, dia tidak peduli dengan pandangan mata orang yang lalu lalang memperhatikan dari atas kendaraan mereka. "Enggak, Manda. apa maksud kamu sih bicara seperti itu? Apa yang kamu lihat itu enggak sesuai dengan apa yang ada di otak kamu,” kata Ayisha berusaha menjelaskan, dia melangkah mendekat namun Amanda malah melangkah menjauh. “Berikan aku waktu untuk menjelaskan semua, aku tidak seperti orang yang ada di otak kamu sekarang. Aku ini adalah Ayisha, sahabat kamu. Sahabat yang rela mati untuk membela sahabatnya. Apapun akan aku lakukan demi persahabatan kita dan aku enggak mungkin merusak kebahagiaan orang yang aku anggap sebagai sahabat dengan mengambil pujaan hatinya. Amanda nampak tak perduli dengan apa yang diucapkan oleh Ayisha, gadis itu memilih untuk tidak mempercayai apapun yang dikatakan olehnya. Sudah jelas sekali yang ditampakkan oleh indra penglihatannya tadi, mereka saling suap-suapan sop buah dari mangkuk. Apa itu bukan sebuah bukti bahwa gadis yang ada yang ada di depannya adalah seorang penghianat persahabatan? "Amanda, biar kujelaskan dulu semua. Selaku jelaskan kamu boleh memilih untuk percaya atau tidak percaya dengan apa yang aku katakan." "Enggak perlu susah-susah untuk menjelaskannya, aku enggak perduli alasan kamu semua sudah jelas." "Amanda please, kalau kamu enggak mau mendengar apa yang aku katakan oke, nanti biar Kak Arios yang akan menjelaskan." "Enggak perlu, aku enggak perlu penjelasan dari kalian. Aku sudah cukup tahu dan cukup melihat apa yang kalian lakukan hari ini."  Sebuah deheman terdengar,  menjeda percakapan penuh dengan emosi kedua gadis itu di pinggir jalan. Ayisha menoleh ke arah sumber suara, metode emang itu berasal dari mantan ketua OSIS yang menjadi pujaan hatinya Amanda. "Nah Amanda, sekarang Kak Arios sudah ada di sini, dia yang akan menjelaskan semua, dia yang akan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi diantara kita,  dia juga yang akan menjelaskan apa yang kamu lihat tadi." Kedua gadis itu menoleh ke arah pemuda jangkung yang ada di samping mereka. Dia terlihat menyematkan senyuman di ujung bibir.  Hati Amanda berdesir lihat senyum pemuda berbadan jangkung itu,  dia suka sekali dengan apa yang ditampakkan oleh kakak kelas pujaan hatinya itu. Sebenarnya dia rela melakukan apapun untuk bisa tetap melihat senyum itu. Apakah kata ‘apapun’ itu berarti dia rela diduakan bahkan dengan sahabatnya? Apakah kata ‘apapun’ itu juga berarti dia rela menjadi nomor urut berapa di hati Arios? "Bagaimana kalau kita mau bahasa jangan di sini? Aku enggak terlalu suka di bawah sinar matahari,"usul pemuda berbadan jangkung itu. "Iya, Manda. Bagaimana kalau kita membahasnya di meja sana," kata Ayisha sambil menunjuk meja di mana tadi dia melihat Arios dan Ayisha sedang saling suap-suapan. Gadis bertubuh gempal itu lepas dan menggelengkan kepalanya, setuju dengan usul dari gadis berambut pirang yang ada di hadapannya. "Enggak, aku enggak mau. Kalau mau dijelaskan sini saja." Amanda berkeras dengan pendiriannya. "Manda …" ujar Arios, tampaknya pemuda berbadan jangkung itu berusaha mengajak Amanda ke meja di bawah pohon rindang itu. "Enggak, Kak. Jangan rayu aku, kita selesaikan di sini saja jika mau dijelaskan."  Arios menghela napas, wajahnya nampak ketidaknyamanan dengan apa yang dikatakan oleh gadis bertubuh gempal yang keras kepala itu. Ayisha menatap pemuda bertubuh jangkung itu, dia berharap Arios tidak terlalu mengambil hati dengan kalimat yang diucapkan oleh sahabatnya. "Oke, fine. Jika kamu memilih kita selesaikan di sini," kata Arios akhir mengalah, namun di kalimat yang ada tekanan emosi yang masih berusaha dia kendalikan. "Aku harap kamu akan mengingat kalimat ini terus, Manda. Supaya kamu tahu diri. Ingat selalu kata yang aku ucapkan ini." Ayisha menatap lekat pemuda jangkung yang ada di hadapannya, firasatnya Arios akan mengatakan sesuatu yang diluar dari yang seharusnya. Semoga saja firasatnya salah. "Kamu punya cermin, Manda? Enggak perlu dijawab pertanyaan itu karena aku yakin kamu memiliki cermin. Seberapa sering kamu berkaca di cermin itu? Seberapa sering kamu melihat betapa jeleknya wajah kamu di cermin itu? Kamu itu gadis yang enggak menarik sama sekali buatku, Manda. Sudah jelek, gendut, item, dan dengan pede-nya mendekati aku, Arios Sumpah Palapa. Aku ini menjadi rebutan kaum hawa SMA Pilar Bangsa dan bukan hanya di sekolah saja. Aku ini famous di kalangan para perempuan yang ada di luar sekolah juga. Jadi mulai sekarang, jangan pernah mendekati aku lagi, aku itu jijik dengan orang yang jelek tapi PDOD seperti kamu.” Suasana tiba-tiba hening, Ayisha tidak percaya dengan kalimat yang diucapkan oleh pemuda berbadan jangkung yang tadi diharapkan bisa menjelaskan dengan baik. Tamannya sangat terkejut dengan kalimat yang diucapkan oleh kakak kelas yang selalu dipujanya itu. Bagaimana mungkin orang yang selalu dipujanya itu telah melakukan body shaming kepadanya dengan mengatakan dia itu jelek, gendut, dan item. Walaupun iya, apakah harus seperti itu mengucapkannya?  Amanda menunduk, dia berusaha mengendalikan rasa kecewanya karena mendengar kalimat yang sama sekali tidak dipercayanya, terlebih itu diucapkan oleh kakak kelas yang selalu menjadi pujaan hatinya.  Gadis bertubuh gempal itu menghela nafas dalam dia berusaha merayu dirinya sendiri untuk tidak menangis. Walaupun dia merasakan dadanya kian sesak dia berusaha untuk tetap menjadi orang yang tegar. Ayisha melangkah mendekati Arios, tangannya dengan cepat melayang ke pipi pemuda berbadan jangkung itu. Sebuah suara keras terdengar dari sentuhan telapak tangan gadis berambut pirang itu dengan pipi Arios. Pemuda berbadan jangkung itu menatap Ayisha dengan pandangan tak percaya, dia sama sekali tidak menyangka gadis berambut pirang itu berani menampar pipinya. "Enggak sepantasnya Kakak bicara seperti itu kepada Amanda, dia itu sahabat aku. Itu bukan penjelasan yang aku minta aku ingin Kakak menjelaskan bahwa tidak ada apa-apa di antara kita atau terjadi tadi itu hanya perlakuan seorang teman kepada teman yang lain enggak lebih. Malah menjelaskan yang enggak perlu," kata gadis berambut pirang itu dengan mata berapi-api nampaknya dia sangat marah dengan apa yang diucapkan oleh Arios. "Aku hanya menjelaskan yang sebenarnya Ayisha, mengapa mesti mengarah kepadaku, kan memang kenyataan. Amanda itu jelek, gendut dan item. Apa yang salah dari kata itu dia memang seperti itu?" Sebuah tamparan dihadiahkan lagi oleh ke pipi Arios, pemuda itu mengingatkan saja Ayisha menamparnya. "Sekali lagi Kakak bicara seperti itu Aku enggak mau mengenal Kakak lagi," ancam Ayisha. "Oke, maafkan aku," kata Arios sambil menjulurkan tangannya kepada Ayisha. "Kenapa minta maaf ke aku? Kakak itu body shaming Amanda, kok minta maaf ke aku? Kakak seharusnya minta maaf ke Amanda bukan kepadaku."  Ayisha menyingkirkan tangan Arios dari hadapannya. "Kakak seharusnya bisa menjaga perasaan Amanda, Kak. Amanda itu suka dengan Kakak, bahkan lebih dari itu," lanjut Ayisha. "Tapi ada satu hal yang harus kamu tahu, Ayisha. aku tidak menyukai Amanda apalagi lebih dar itu karena beberapa hari yang lalu ada seorang gadis yang telah mencuri hatiku dan aku telah jatuh cinta kepadanya." "Kak Arios, please. Enggak usah bahas itu di depan kita." "Ini harus aku katakan, Ayisha. Kan ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkannya." "Kak Arios…." "Aku harus mengatakan kalimat ini, Ayisha, aku telah jatuh cinta kepadamu sejak beberapa hari yang lalu. Ketika pertama kali kita berjumpa di kantin sebenarnya aku hari itu ingin berbincang denganmu, tetapi karena sudah ada Ferdian jadinya aku memilih untuk berbincang dengan Amanda walaupun aku tidak menginginkannya." Amanda memandang kakak kelas pujaan hatinya itu, dia sama sekali tidak percaya mendengar kalimat yang diucapkannya. Ternyata Arios telah jatuh cinta kepada Ayisha.  "Bagaimana Kak Arios bisa jatuh cinta kepada orang lain di saat hati ini begitu terpaut kepada Kakak? Bagaimana nasib anak cucu kita nanti yang bahkan belum dilahirkan, Kak? Bagaimana jika akhirnya aku harus terpaksa menjadi janda bahkan sebelum ijab kabul di depan penghulu. Aku enggak sanggup jika Kakak akhirnya memilih orang lain. Tidak tahukah Kak Arios bahwa aku mencintai Kakak berkali-kali lipat, lebih banyak berjuta kali dari kaum hawa lain yang memiliki rasa itu. Seandainya saja Kakak tahu aku rela melakukan apapun demi dideklarasikannya cinta kita, Kak.” Amanda menunduk, dia merayu dirinya sendiri untuk tidak menangis walau dadanya terasa kian sesak. Pertama kali melihat mereka suap-suapan sop buah saja begitu menyakitkan untuknya, ditambah lagi dengan pernyataan cinta Kak Arios kepada Ayisha yang sama sekali tak diduganya. "Bagaimana, Ayisha?" kata Arios memecah kesunyian yang tercipta berapa detik lalu. "Bagaimana apanya, Kak?" tanya Ayisha, walau sepertinya dia tahu arah pertanyaan Arios itu. "Bagaimana dengan pernyataan cintaku tadi? Apakah kamu menerimanya?" Ayisha diam, dia menatap gadis yang dianggap sahabatnya itu. Siswi berambut pirang itu lalu menghela napas dalam. "Bagaimana, Ayisha? Apakah kamu menerima cintaku?" tanya Arios lagi. Ayisha mengangguk pelan, walau tanpa kata yang diucapkannya sudah jelas sekali bahwa jawaban dari pertanyaan Arios adalah dia menerima pernyataan cinta pemuda berbadan jangkung itu. Amanda diam melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Orang yang tadi sempat mengaku sebagai sahabatnya itu kini memilih untuk menerima pernyataan cinta dari orang yang selalu dipujanya. Gadis bertubuh gempal itu kini tidak bisa lagi mengendalikan kesedihannya, air hangat mulai turun merambat di pipinya dengan tak terkendali. Dadanya terasa sesak sekali. Arios mengulurkan tangannya ke gadis berambut pirang itu, sebuah senyum terlihat di wajah pemuda berbadan jangkung itu. Ayisha menerima uluran tangan Mantan ketua OSIS SMA PB itu. Mereka bertatapan sejenak lalu pergi meninggalkan Amanda yang perasaannya masih berkecamuk hebat. Air mata gadis  bertubuh gempal itu kian deras mengalir, Amanda sudah tidak bisa mengendalikan lagi kesedihan yang di dalam dadanya. Akhirnya dia memilih untuk mengungkapkannya dengan menangis sejadi-jadinya di trotoar jalan. Dia sudah tidak memperdulikan lagi dirinya menjadi tontonan orang yang lalu-lalang di kendaraannya masing-masing. Sebuah ketukan terdengar di pintu beberapa kali, disusul dengan suara Bunda yang membangunkan Amanda shalat Subuh. Amanda terbangun dengan terkejut, apa yang dialaminya ternyata hanyalah sebuah mimpi.  Jika ini hanya mimpi, mengapa matanya basah? ternyata walaupun itu hanya bunga tidur Amanda menangis dalam tidurnya tanpa sadar.  Kesedihan yang dialaminya di mimpi itu ternyata dialaminya juga di dunia nyata walau hanya berupa air mata. Tetapi, mengapa kesedihan yang dirasakan begitu nyata? Apakah itu sebuah pertanda bahwa memang ada hubungan khusus antara Kak Arios dengan Ayisha? Bagaimana mungkin? Ayisha itu ‘kan sahabat baiknya sekolah, dia selalu membantu di saat dirinya di-bully oleh Natasha and the geng. "Amanda ayo bangun, Sayang. Shalat subuh dulu yuk. Ayo sudah siang."  Suara Bunda itu berpadu dengan ketukan di daun pintu dan membuat kombinasi yang sangat tidak menyenangkan di pagi hari untuk gadis bertubuh gempal itu. "Iya, Bun," kata gadis bertubuh gempal itu dengan suara serak. Dia melangkah mendekati daun pintu dan membuka kunci kamarnya.  Terlihat Bunda di depan ambang pintu dengan masih menggunakan mukenanya, sebuah senyum di wajah perempuan itu berubah menjadi raut khawatir ketika melihat air bening di sudut mata anak gadisnya.  "Ada apa, Sayang? Kamu habis menangis?" tanya Bunda. "Iya, Bun," jawab Amanda sambil membersihkan sisa air bening di sudut matanya. "Mengapa? Ada apa, Sayang? Apa yang membuat kamu menangis pagi-pagi begini?” "Enggak ada apa-apa, Bun Aku hanya mimpi sedih saja tadi, enggak tahunya aku malah menangis beneran," kata Amanda sambil menyematkan senyum di wajahnya. "Oh, Bunda kira ada apa, Sayang. Sudah shalat Subuh dulu sana." "Iya, Bun." Gadis bertubuh gempal itu keluar dari kamarnya dan menuju kamar mandi. Bunda memandangi anak gadisnya hingga punggungnya menghilang dibalik pintu. 

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD