Turnamen RIPU Cup masih berlangsung. Jatah enam hari, masih sisa satu hari ini. Dari jam delapan
pagi sampai jam enam sore. Khusus penutupan dan puncak kegiatan ini
adalah nanti malam. Pasukan para atlet perwakilan dari masing-masing sekolah yang terdiri nyaris dua ribu peserta, sudah siap memeriahkan acara puncak.
Hari ini adalah hari Sabtu. Seluruh atlet dari masing-masing cabang olahraga yang lolos ke babak semi final, sudah di arahkan ke lapangan pertandingan masing-masing.
Mulai dari atlet basket yang sudah di arahkan ke lapangan outdoor utama, sementara atlet voly dan futsal ke lapangan indoor, atlet karate di gedung dua, panahan di halaman depan sekolah, sampai olahraga bulu tangkis di gedung satu.
Semuanya benar-benar sudah tertata apik sedemikian rupa sehingga tidak ada yang terlewatkan. Sedang atlet yang tidak lolos, kemungkinan besar tetap akan di hadirkan nanti malam, untuk meramaikan acara puncak.
Aretha Kazumi Masayoshi--gadis cantik bermata bulat itu, melangkah sendirian di koridor lantai satu SMA Dharma Wijaya. Cewek itu sudah siap dengan seragam badminton-nya. Atasan kaos biru muda, dengan bawahan celana pendek setengah paha warna dongker. Menggendong tas ransel maroon kesukaannya, dia melangkah hendak menuju gedung baru, dengan jantung berdebar.
Bukan karena hari ini adalah final pertandingannya saja--tidak. Retha juga agak deg-degan, kalau harus menanggapi fans Akhtar yang sejak kemarin menyerangnya di sosial media. Benar-benar menyebalkan.
Jadi, karena dia duduk bareng sama Akhtar beberapa hari kemarin, saat mereka lagi di kafetaria, akun sosial media Retha tidak lepas dari puja-puji dan hujatan netizen.
Netizen itu sendiri, tak lain bukan adalah fans fanatik Akhtar di sekolah. Kalau tau begini, sumpah ya, Retha jadi menyesal, mengapa harus mau- mau saja duduk bareng Akhtar.
Padahal, akun sosial media-nya, terutama i********:, selalu sepi. Dia hanya punya sekitar 2000 followers saja. Ayolah, dia hanya Aretha Kazumi Masayoshi yang tidak seterkenal itu. Dia bukan selebgram seperti Denta, atau youtubers macam Savita. Atau mungkin bosgeng idaman seperti Karrel, Gasta atau Akhtar.
Jadi tak heran, mengapa dia tak punya banyak followers.
Tapi sejak dia kepergok duduk bareng gengnya Akhtar waktu itu, mendadak, dia jadi punya lampu sorot sendiri. Followers-nya naik sampek seribu, padahal baru beberapa hari.
Komentar dan like juga membludak banyaknya.
"Ini...pacarnya kak Akhtar ya?"
"Cantik banget."
"Kak, asli Jepang ya? Namanya lucu ih, Kazumi Masayoshi."
"Follback ya!!"
"Kok jadiannya sama Akhtar anak sekolah sebelah sih? Gue kira, Retha ini pacarnya Tilo."
"Beneran pacaran sama Akhtar? Udah berapa bulan ya? Kok gue gak tau."
Bahkan ada beberapa yang frontal ngata-ngatain dia.
"Hahahaha, segini doang cantiknya?"
"Oplas ya mbak, hidungnya bisa mancung gitu???"
"Cantik apaan sih? B aja kok. Menang putih sama mancung doang."
"Kulitnya pasti di suntik pemutih, makanya bisa putih gitu. EWW!!!"
KAN RESE!!!!!
Retha tak habis pikir sama mereka yang hobby sekali komentarin orang lain, pakai ngata-ngatain dia operasi plastik segala.
Kalau saja Retha tau orangnya yang mana, mungkin dia bisa dengan mudah memaki mereka.
"HEH MBAK, ITU KULIT LO TOLONG DI RAWAT DULU LAH, BIAR NGGAK DEKIL-DEKIL AMAT. KALAU PUTIH KAYAK KULIT GUE KAN ENAK, BIAR DI SANGKA SUNTIK PEMUTIH."
"HIDUNG LO MIRING TUH. JANGAN LUPA DI OPLAS YA, BIAR MANCUNG JUGA KAYAK PUNYA GUE."
Di kira dia nggak berani apa?
Kalau mereka ngajak baku hantam, oke, Retha jabanin. Jangan lupa, dia atlet taekwondo waktu masih SD. Walaupun sekarang udah agak lupa.
Sampai tidak lama, Retha tersentak, terkejut luar biasa, ketika pintu ruang UKS yang hendak di lewatinya, di buka dengan tiba-tiba oleh seseorang. Agak melebarkan mata, saat sosok Denta lah yang keluar dari dalam ruangan serba putih dan hijau itu.
"Wah anjer, kebetulan banget ketemu sama lo di sini," kata Denta langsung bahagia sentosa dunia akhirat.
"Ha?" Kali ini, Retha reflek berseru.
"Lo masuk ke UKS ya! Cepetan! Terus obatin temen gue! Please, tolongin gue!" kata Denta agak panik.
"Gue udah di panggil sama pak Ryan soalnya, mau di kasih arahan buat pertandingan nanti," lanjut cewek itu menggebu-gebu.
"G-gue? Kenapa harus gue?" tanya Retha jadi bingung.
"Ck, ya karena elo yang ada di sini elah," oceh Denta membalas.
Retha mengeryit, "Lah ini banyak orang yang lewat juga..."
"Tapi yang temennya Karrel itu elo," sahut Denta lebih ngotot, "Itu anak, habis berantem sama Gasta kemarin. Bantuin gue ya, obatin luka dia! Agak parah sih, tapi mukanya Gasta lebih babak belur ketimbang Karrel," kata Denta malah jadi curhat.
"Eh? Karrel?" Retha jadi menganga dengan kerutan di dahi.
"Iyalah, Karrel. Buruan masuk! Dia udah ngerengek mulu dari tadi, gara- gara lukanya," cerocos Denta.
Retha melongo, mencoba untuk menenangkan diri, "Nta--masalahnya tuh ya...gue mau ke gedung baru. Gue juga mau tanding soalnya."
"Ke gedung barunya entar aja! Obatin mukanya si Karrel dulu! Oke ya? Oke lah, sip. Gue tinggal dulu. Bye-bye!"
Denta dengan riang sudah berlari di koridor, hendak menemui pak Ryan-- guru olahraganya itu.
"Jagain yang bener ya!!" pekik Denta masih sempat di sela langkahnya.
Retha mendelik. Ternganga-nganga oleh kelakuan cewek itu.
Yang kemudian melengos. Masuk ke dalam ruangan putih itu.
Mendengus begitu saja, saat kakinya baru menapak, dan menemukan sosok Karrel tengah duduk di atas salah satu ranjang. Cowok itu sibuk mengobati lukanya sendiri, walaupun agak kesulitan.
"Bohong kan lo?" Itu sapaan Retha pertama kali, membuat Karrel jadi tersentak dan menoleh.
"Luka lo sebenarnya nggak parah- parah banget. Tapi lo sok kesakitan, karena mau caper sama Denta. Cih, dasar licik," kata Retha judes.
"Gue sakit beneran ya Tha," protes Karrel jadi melotot, "Nih-nih, lebam semua muka gue," katanya sambil menunjuk-nunjuk mukanya sendiri.
"Ya udah sini, biar gue suntik mati sekalian," kata Retha pedas, membuat Karrel tersentak dan mengumpat.
Retha lalu mendecak, melangkah cepat ke arah Karrel. Menangkup wajah cowok itu dengan tangannya, membuat Karrel reflek mendongak, menghadap Retha.
Jadi agak memanyunkan bibir, ketika Retha menekan kuat kedua pipinya.
"Tuh kan, cuma lebam biru-biru doang. Nggak parah elah. Nanti juga udah sembuh," kata Retha sok tau.
"Yang parah tuh punggung sama lengan gue boncel," kata Karrel jadi sewot. Tak terima di katai pura-pura.
Retha melengos, mendesah panjang.
"Ayo ke lapangan! Nggak usah di sini! Pertandingannya udah mau mulai tu."
Retha segera mengambil satu tangan kanan Karrel berniat menariknya.
"Ck, nggak mau," kata Karrel langsung membuang muka.
Retha mendelik, "Najis tau, lo jadi sok manja begini," katanya bergidik ngeri.
"Apaan sih? Orang gue beneran sakit kok," sungut Karrel.
Retha mencibir. Kemudian duduk di sebelah Karrel, dengan tampang yang sama seperti tadi, jutek. Melirik hal yang cowok itu lakukan.
Yah, Karrel kembali meraih kotak P3K, dan mengambil beberapa lembar kapas bersih. Mengambil ponselnya yang sempat dia letakkan, kemudian mulai membersihkan lukanya lagi, dengan bercermin pada layar ponsel itu.
Tapi cowok itu kesulitan sendiri.
"Susah banget ya, tinggal minta tolong sama gue?" omel Retha lagi-lagi.
"Emangnya lo peduli?" sinis Karrel, kembali melanjutkan aktivitasnya.
Retha mendengus.
Lalu membulatkan tekad, dan akhirnya lebih merapat pada Karrel. Berniat membantu cowok itu untuk mengobati lukanya.
Retha langsung merebut kapas dari genggaman tangan cowok itu. Memandang cowok itu dengan lekat, "Sini, biar gue aja. Gue nih anak PMR waktu SMP," kata Retha dengan gaya menyombong.
Karrel mencibir kecil, agak memajukan wajahnya lebih dekat dengan cewek itu, membuat Retha reflek menarik wajahnya untuk mundur. Sumpah, dia grogi.
Di tambah Karrel yang kini sudah memejamkan matanya, bersiap untuk di obati oleh Retha.
Karrel yang tadinya kalem, kini meringis, saat luka di wajahnya di tekan dengan tak berperikemanusiaan. Cewek itu sepertinya sengaja, menakan lukanya dengan keras, tak peduli bahwa yang di obati sudah melotot padanya.
"k*****t. Agak pelan dikit bisa nggak sih?" sembur Karrel pada akhirnya. Sudah tidak sanggup menahan sakit di wajahnya, akibat ulah Retha.
"Makanya, jadi orang nggak usah sok jagoan! Apa-apa gelut, apa-apa gelut. Tapi giliran di obatin begini, langsung ngerengek kesakitan. Dasar cemen," kata Retha mengomeli.
"Gasta tuh, yang nantangin duluan. Gue mah kalem Tha," kata Karrel membela diri, kembali memejamkan matanya saat Retha mulai agak pelan mengobati lukanya.
"Rebutan Denta lagi?" tanyanya tak habis pikir sama cowok-cowok ini.
Ngakunya bosgeng utama sekolah masing-masing, tapi berantemnya cuma gara-gara rebutan cewek.
"Hm...gue nggak terima Denta di bikin nangis semalem, gara-gara tu cowok sialan lebih milih nyamperin Melody," cerocos Karrel dengan nada tak suka.
"Denta...nangis?" pekik Retha nyaris tak percaya.
Karrel tertawa tak habis pikir, "Nggak percaya kan lo, cewek modelan kayak Denta bisa nangis? Ya itu tu, gara-gara Gasta k*****t," sahutnya lagi, sewot.
Retha merapatkan bibirnya sejenak. Mulai menyadari satu hal, bahwa cowok tampan itu berbahaya.
"Kenapa?" tanya Karrel, saat cowok itu membuka matanya, "Gue bisa ngerasain, lo lagi ngedumel di dalam otak lo," lanjut Karrel sok tau, sambil mengetuk-ngetuk kening Retha pelan.
"Sotoy," desis Retha menepis pelan tangan Karrel dari jidatnya.
"Kenapa lo mau obatin gue?" tanya Karrel saat Retha membuka tutup salep untuk luka, "Lo punya maksud lain?" lanjutnya malah jadi curiga.
"Dih, orang di suruh sama Denta. Tadi ketemu di depan," tandas Retha jadi menyahuti sewot.
Kembali maju, dan menyisir rambut Karrel ke belakang, dengan jari- jemari tangan kanannya. Membuat jidat Karrel terpampang nyata dan jelas. Dan mulai mengolesi salep luka ke wajah pemuda itu.
"Emangnya, lo nggak mau ngobatin luka gue, kalau semisalnya nggak di suruh sama Denta?" tanya Karrel, mulai memejamkan matanya lagi.
"Enggak!!"
Karrel membuka matanya spontan.
"Ah, males..." kata Karrel mendecak sebal, membuat Retha ternganga tak paham oleh kelakuannya.
"Ya udah, pergi sana! Kalau nggak mau bantu mending nggak usah aja," kata Karrel gondok, merebut kembali kapas dari tangan Retha ke arahnya.
"Dih, ngambekan." Nyinyir Retha.
"Bodo ah. Sana-sana!" usirnya galak, "Nggak usah bantu gue, daripada lo nggak ikhlas gitu!" cerocosnya sewot.
"Ck, nggak usah kayak bocil kenapa sih Rel?" omel Retha melotot, "Siniin kapasnya!! Siapa bilang gue nggak ikhlas bantuin elo?" sungutnya.
Karrel tak kuasa menahan senyum, saat Retha kembali maju, dan dengan hati-hati mengobati wajahnya.
"Yang ini juga di obatin....." pintanya, sambil menunjuk bagian sudut mata, karena sejak tadi, Retha hanya fokus pada tulang pipi dan bibirnya saja.
"Bawel lo," cibir Retha. Walau begitu, dia tetap mengobatinya.
Karrel memanyunkan bibir. Dalam hati ngedumel.
Ni cewek, ngapa jutek mulu sih heran? Dia gak grogi apa deketan sama gue kayak gini?
"Ini...udah kering kok. Di plester aja ya!!" ujar Retha.
Karrel merapatkan bibir sebentar, mengangguk pelan, menurut akan ucapan Retha. Membuat cewek itu diam-diam merasa terpana, karena Karrel jadi penurut dan anteng begitu. Biasanya kan kebanyakan tingkah ni cowok.
Karrel meneguk ludahnya samar, menatap Retha kembali. Cowok itu mengenduskan hidungnya sesaat, lalu mengusap-usapnya pelan. Merasa salah tingkah sendiri, saat menatap wajah cantik gadis di depannya.
"Sorry...udah ngerepotin," katanya serak, memecah hening lagi-lagi.
Retha hanya melirik, tak menyahut, dan kembali fokus pada luka Karrel.
"Dah, selesai!!" kata Retha mulai memasukkan salep luka itu ke dalam kotak P3K.
Cewek itu kemudian membenarkan posisi duduk lagi di sebelah Karrel. Tapi dengan pandangan yang tak lagi menghadap ke arah cowok itu.
"Thanks ya!" katanya singkat.
"Hm..." Retha manggut-manggut, "Lo mau tanding kan habis ini??"
"Iya. Masih agak nanti tapi," sahutnya dengan suara serak.
"Jam??"
"Lupa. Belum nanya coach."
"Mau minum paracetamol dulu nggak? Buat pereda nyerinya," tanya Retha pada cowok itu.
"Nggak ah. Pait," tolaknya.
"Namanya juga obat," sahut Retha jadi ngomel, "Lo udah makan kan? Kata nyokap gue kalau mau minum obat harus makan dulu," selorohnya, lalu melirik piring di dekat Karrel.
Pasti cowok itu sudah makan.
Karrel mengembungkan pipinya. Lalu tak lama menjawab.
"Tadi di beliin sama Denta, tapi di habisin juga sama dia. Gue cuma makan dua sendok," sahutnya jujur.
Retha mengumpat. Bersiap untuk mengomel lagi. Tapi tidak jadi, dan memilih menghela nafasnya panjang.
"Ck, gue beliin makan dulu deh kalau gitu. Bahaya kalau lo minum obat tapi nggak mak---"
Ucapan Retha reflek terhenti. Cewek itu spontan menoleh dengan terkejut luar biasa, ketika Karrel tiba-tiba menyandarkan kepalanya di bahu kiri cewek itu.
Membuat Retha mengerjap-ngerjap pelan, melongo kaget.
"Pusing Tha...." kata Karrel dengan suara rendah yang lelah, "Gasta sialan tau nggak!? Keras amat nonjoknya...." rengeknya, jadi gerak kecil di bahu Retha.
Retha makin bengong. Blank, tidak tau harus apa.
Cewek itu menarik nafasnya, mencoba untuk menguasai diri. Gadis itu menghembuskan nafasnya pelan berdehem kecil dan menoleh pada Karrel yang masih ndusel kecil di bahunya, mencari kenyamanan.
Retha mendecak. Ni cowok nggak sadar apa, efeknya buat dia kayak apa??
"Ngapain sih?” katanya pedas, mendorong agak gugup tubuh cowok itu.
"Gue pusing," lapornya, dengan suara serak yang parau.
"Ya terus???"
"Di pijit kepalanya..." pinta Karrel sambil mengambil tangan Retha dan meletakkannya di kepala cowok itu.
"Gue nggak bisa mijit orang," sahut Retha lagi.
"Bohong," umpat Karrel.
"Ck, ngerepotin ya lo!" kata Retha tak habis pikir sama cowok ini.
Dengan tak ikhlas, Retha berdiri. Lalu memijit kepala Karrel yang masih duduk di depannya, membuat cowok itu tak bisa menahan senyumnya lagi, karena berhasil. Dia benar-benar senang mengerjai Retha.
"Yang sebelah sini!" suruhnya, sambil nunjuk-nunjuk bagian kepalanya.
"Entar, waktu habis gue beliin makan, langsung lo makan loh ya!!!" celoteh Retha.
Karrel mengangguk, menurut saja.
"Sama obatnya di minum juga. Biar luka lo nggak nyeri-nyeri amat, pas lo pakek buat lari-larian entar," katanya lagi, lebih serius.
Karrel mengembungkan pipinya, tidak menjawab.
"Denger nggak?"
"Iya-iya."
"Oh ya, sampek rumah, ini plester di buka aja. Jangan di pakek keseringan! Biar cepet kering. Paham??"
"Ne."
"..........................HAAAA????"
"Hm??" Cowok itu membalas dengan memiringkan kepala bertanya.
Retha menggigit bibir sesaat, "Tadi barusan...lo ngomong apa?"
"Ne."
"Ne?"
"Maksud gue iya. Gue kira, karena lo demam drakor, lo paham juga bahasa kayak gitu," balasnya tanpa dosa.
Retha membelalakkan matanya.
"Terus...lo bisa paham bahasa itu dari mana?" tanya Retha bengong, lalu tak lama tersadar, "LO NONTON DRAKOR JUGA??" jeritnya lantang.
Karrel terkejut setengah mati. Bahkan sampai mundur kecil, mendengar suara cempreng Retha, berteriak nyaring begitu.
Yang kini jadi agak tergagap, mengalihkan wajahnya malu.
"Bukan gue, tapi si Vian sama Billy yang nonton," kata Karrel mengelak.
"Vian sama Billy?"
"Kemarin kan kumpul di basecamp. Itu dua anak, nonton drakor. Gue juga sempet lihat. Jadinya gue agak ngerti bahasa itu tadi," sahut Karrel, "Tapi cuma bentaran sih gue nontonnya. Drama alay kayak gitu njir. Mending nonton sinetron azab," kata Karrel berbohong.
Jelas-jelas dia menonton sampai lima episode kemarin. Bisa-bisanya dia mengatakan hanya nonton sebentar.
"Lo nonton yang judulnya apa?" ujar Retha langsung percaya.
"The legend of blue...sea?" kata Karrel agak tak ingat.
"AAAAA.....LEE MIN HO???"
"Oh, itu yang namanya Lee Min Ho? Nyokap gue sering ngomongin sih. Cih, gantengan juga gue," katanya jadi dumel kecil dan sewot.
Retha mencibir saja.
"Eh Rel, lo jangan nonton drakornya aja! Tonton boyband sama girlband nya juga. Ganteng, sama cantik-cantik tau," cerocosnya heboh, "Mulai dari BTS, Seventeen, EXO, terus BlackPink, Twice, Apink, ah...banyak deh Rel."
"Boyband tuh yang nyanyi sambil nge dance nggak sih?" tanya Karrel.
Retha mengangguk antusias.
"Oh ya Rel, lo tuh wajib tau juga soal Seventeen," katanya makin rusuh.
"Emangnya kenapa?"
"Lah, elo nggak tau? Visual grup-nya tuh mirip banget sama elo. Namanya Kim Mingyu. Ganteng banget tau. Gue aja nge-fans sama dia. Eun woo juga gue suka. Btw, Kim Mingyu sama Cha Eun Woo itu sahabatan tau. Lucu nggak sih??" katanya semangat, membuat Karrel diam-diam merona, karena di samakan sama idol KPOP.
Apalagi, melihat wajah cerah Retha saat menceritakan mereka berdua, membuat Karrel tak bisa menahan kekehan geli.
Walau dia sebenarnya bingung...
KIM MINGYU SIAPA???
CHA EUN WOO SIAPAAAA??
Karena tiba-tiba, yang paling menarik adalah Aretha Kazumi Masayoshi, yang masih tidak berhenti ngoceh.
Ada gitu ya, bahagia sesederhana dia? Cuma menceritakan Idol KPOP dan Drama Korea, jadi langsung gembira ria.
***