13 | Jatuh Ke Pelukan

2777 Words
Kadang, Retha itu berpikir... Kapan Kim Mingyu berhenti jadi penyanyi, terus ngawinin dia??? Hal itu selalu terpikirkan olehnya, jika berada di masa-masa tidak menyenangkan saat di sekolah. Misalnya : PR yang menumpuk, tugas merata-rata, di Minggu-Minggu ulangan harian, menghadapi olimpiade SAINS, atau punya teman yang kadar kebobrokannya di atas rata-rata, sukses membuatnya pusing. Retha jadi ingin cepat-cepat lulus dari sekolahnya, supaya tidak menghadapi makhluk-makhluk sejenis dengan satwa liar, di kebun binatang. Tidak hanya Rika, Savita atau Tarisa, tapi juga Bobby. Seperti hal-nya sekarang.... "BOBBEEEEEHHHHHHHH!!!!!" Cowok berprawakan kurus tinggi yang tengah berlari terbirit-b***t di koridor menghindari amukan Retha, jadi menoleh dan mengumpat. Dia mengeryit sesaat, melihat Retha yang masih mengejarnya sambil mengacungkan tas ranselnya tinggi- tinggi, bersiap menggebukinya. "Si Retha nggak ada kapok-kapoknya juga anjeng, ngejar gue. Nggak capek apa tu anak?" gerutu Bobby. Tapi tidak memperdulikan dan masih terus berlari kencang, dengan koaran suara Retha yang memanggilnya. "Ck, resiko tampan. Di kejar-kejaaaarr mulu sama cewek," runtuknya sebal. "BOBBEEEEEHHHHHH!!!!" Lagi-lagi suara Retha terdengar, membuatnya lebih mempercepat laju larinya. "BOBBY SETAN!!! BERHENTI NGGAK LO??" pekik Retha makin jadi, sambil terus berlari mengejar cowok itu. Beruntung, mereka datang pagi ke SMA Dharma Wijaya, sehingga hanya beberapa orang yang berada di koridor, menatap keduanya yang lagi kejar-kejaran ala India ternganga lebar, dan bingung juga. Wajah Retha memerah kesal, "BOBBY, GANTIIN TEMPERED GLASS GUE MONYET!!" pekik Retha frustasi. "Apa sih?" omel Bobby risih. "APA SIH, APA SIH??? TANGGUNG JAWAB DONG LO!!!!!" teriak Retha sudah tak tahan, ingin melempar tabung gas LPG ke kepala cowok itu. "Udah gue bilang Tha, kagak sengaja," lanjut cowok itu masih berlari, walau berikutnya malah tertawa ngakak. Tadi, Retha menebeng cowok itu, naik motor. Awalnya, Bobby bawa motor matic Vario hitamnya itu, dengan kecepatan di atas rata-rata. Namun, saat sampai parkiran sekolah ini, dia pakek acara ngerem dadakan segala. Otomatis, Retha hampir terjungkal ke depan, dan naasnya, smartphone yang lagi di pegang oleh Retha, terlempar dan jatuh mengenaskan ke bawah. Sekarang, Retha lagi meminta pertanggung jawaban cowok itu. "BODO. GANTIIN NGGAK!!??" jerit Retha sambil melotot. Entah Bobby melihatnya atau tidak, karena cowok itu masih berlari. "Nggak," balas Bobby seakan nantang. Aksi kejar-kejaran keduanya, tentu saja menjadi tontonan sebagian murid. Beberapa atlet yang berasal dari SMA Cendrawasih, bahkan sampai tak habis pikir melihat Retha yang sudah ngamuk begitu. Jarang-jarang, bisa melihat Retha yang terkenal jaiman di sekolah, dan jarang berbaur dengan anak kelas lain, bisa ngamuk-ngamuk begitu. Yang kalau di mata mereka semua, keduanya lagi bercanda, padahal si cewek Jepang, lagi emosi beneran. Denta yang baru saja keluar dari dalam lift, bersama rombongan anak Voly sekolahnya yang lain pun, sampai mundur terkaget-kaget, akibat ulah dua orang itu. Yang berikutnya, wajahnya langsung memerah geram, melihat Gasta dan Melody yang lagi duduk berduaan di kursi koridor. Yang jadi pertanyaannya, Melody segabut itu, sampai datang ke sekolah nya lagi????? . "BOBBEEEEEEEHHHHH!!!" Dua remaja itu, belum selesai juga berantemnya. "BERHENTI NGGAK LO, SEBELUM GUE GEBUKIN PAS KETANGKEP ENTAR???" teriak Retha menggelegar, terus berlari cepat mengejar Bobby, walau sudah mulai kelelahan juga. "YUHUU, EMANG BISA NANGGEP GUE??? WLEEEE!!" Seakan meledek, Bobby malah menjulurkan lidahnya ke arah Retha, membuat cewek itu makin naik pitam, oleh kelakuannya. Bobby sudah tertawa-tawa riang dengan geli dan puas. Sementara Retha berusaha mengumpulkan tenaganya untuk kembali mengejar cowok itu. Bobby jadi menoleh ke belakang, tertawa sambil mengejek, membuat Retha melotot geram. Dari arah berlawanan, Karrel datang seorang diri, dengan kaos olahraga di kenakannya. Cowok itu berniat untuk berbelok di koridor lantai satu, untuk menuju lapangan indoor, tempat pertandingan voly hari ini di gelar. Dia sempat mengeryit, melihat Bobby yang berlari melewatinya, dengan sisa tawa cowok itu. Yang kemudian jadi tersentak, saat Retha muncul mendadak dari belokan koridor, membuat Karrel melebarkan mata begitu saja, tidak sempat untuk menghindar. "AWAS REL, AWAS!!!!!" panik Retha karena kesusahan mengerem kakinya sendiri, terlanjur kekencangan kalau berlari. "MING---" BRUKKKK "Anjeng, punggung gue." Karrel meringis kesakitan, karena berhasil nyusruk ke lantai, dengan posisi terlentang. Bobby yang mendengar suara gedebug nyaring itu, jadi menoleh begitu saja dan membelalakkan kedua matanya maksimal dengan mulut ternganga. Melihat sahabatnya Retha, jatuh dan tersuruk dengan sempurna, membuat para murid yang ada di sekitar jadi menoleh kaget dengan kompak. Jatuhnya wajar. Hal yang membuat tidak wajar, dan sukses membuat para murid reflek tutup mata adalah, Retha jatuh tepat di atas tubuh Karrel. Jadi posisinya, Retha menindih badan Karrel, dengan cowok itu yang secara spontan memegang pinggang Retha, yang sebenarnya untuk pegangan, tapi Retha malah ikutan jatuh juga. "Aghhrr sialan, sakit banget...." ringis Karrel lagi-lagi, sepertinya dia belum sadar kalau ada Retha di atasnya, karena terlalu sibuk mengurusi sakit yang ada di punggungnya. Pun dengan Retha yang juga meringis, karena lututnya kepentok lantai dengan kencang sekali. "Huhuhu, dengkul gue," kata Retha masih meratapi lututnya yang mungkin saja, sudah memar-memar kebiruan sekarang. Sementara itu...Karrel tersentak. Baru sadar ada seseorang di atas badannya, dengan dua tangan besarnya yang memegang pinggang ramping cewek itu. Karrel mengeryit sesaat, melihat wajahnya. Mendelik, dan terkejut saat menyadari, cewek itu adalah Retha. Dan begonya, bukannya mendorong badan Retha untuk menyingkir dari atas badannya, Karrel malah sibuk melihat wajah cewek itu. Hal itu membuat Retha jadi reflek, menggerakkan mata padanya. Dan begitu saja. Mata keduanya bertemu. Garis wajah Karrel seketika berubah. Matanya melebar, saat netra miliknya berjarak sangat dekat, dengan netra coklat s**u milik gadis di depannya, membuat mata keduanya beradu tepat begini. Dan makin lama, kelopak mata Karrel meneduh. Mulai menikmati iris mata coklat s**u yang menegaskan darah luar cewek ini. Jakun Karrel tanpa sadar naik turun, saat netranya jatuh pada bibir pink alami gadis itu. Retha memang bukan cewek yang suka pakai make up, seperti remaja se-usianya. Membuat wajah cewek itu terlihat putih pucat alami, tanpa ada sentuhan blush on dan pensil alis. Karrel meneguk salivanya susah payah. Entah apa namanya, pemuda itu merasakan sesuatu di dadanya. Tak sakit, justru memercikan euphoria aneh yang berdebar-debar. Gila. Gue deg-degan gara-gara Retha? "YA AMPUN THA!!!" jerit Bobby sudah heboh, tanpa berniat mendekat. Beberapa orang yang berada di sana, jadi tersenyum geli melihat keduanya. Pun dengan Rika dan Zheta yang tidak sengaja lewat ikutan menahan tawa geli. Karena bagaimana pun juga, dia sedang melihat sepupunya yang sangat slengean, jadi tersipu malu begitu, terlihat menggelikan. Tapi lucu. Pun dengan Zheta. Saking gelinya, melihat Retha--sahabatnya yang kini memandang Karrel cengo, cewek itu sampai memalingkan wajahnya dan menutupnya, ikutan malu juga. "Perlu di cium biar pergi dari atas badan gue?" tanya Karrel sambil menyeringai tipis dan tengil, sengaja menggodai Retha. Tangan Karrel yang semula berada di pinggang Retha, kini justru tergerak ke belakang kepala sebagai bantalan. Menampilkan ekspresi berkarisma, seorang bosgeng utama Cendrawasih. Tersentak, Retha buru-buru untuk menyingkir dari badan Karrel, namun tidak langsung berdiri, karena lutut nya yang berdenyut sakit. Membuat cowok di depannya jadi ikutan duduk. "So-sorry-sorry, nggak sengaja. Ya lagian elo tiba-tiba di depan gue gitu," kata Retha langsung mengomeli. "Ya elo ngapain lari-larian di koridor? Gabut lo? Anteng dikit kek, di sekolah orang nih," sinis Karrel balik ngomel. "Nggak lihat, ngejar Bobby?" katanya langsung judes. "Halah, Bobby di kejar. Nggak ganteng itu mah," balas Karrel tanpa dosa. Bobby yang berdiri tidak jauh dari mereka, jadi melotot ingin protes. Gadis itu melirik sekitar. Menemukan beberapa orang menahan tawa geli, melihat ke arahnya. Lebih kurang ajarnya, Rika malah mengacungkan jempolnya ke arah Retha, sambil tersenyum dengan gaya sengak. "Ah sial, malu banget," umpat Retha langsung merunduk malu. "Cih, sok pemalu." Nyinyir Karrel, membuat Retha mendelik dan segera menabok bahu cowok itu. "Eh, lo...nggak papa kan? Ada yang luka nggak?" tanya Retha pada Karrel. "Ya papa lah. Nggak lo lihat, gue jatoh ketimpa badan lo?" omel Karrel jadi melotot kecil, "Cidera nih punggung gue," lanjutnya masih ngomel. Retha mencibir kecil, "Sok banget anjir, pakek cidera segala," celotehnya langsung sewot, membuat Karrel jadi tersenyum miring. "Makasih ya," kata Retha singkat, entah terimakasih untuk apa. Dia kemudian berbalik, melangkah pergi. "Eh, Retha!!" panggilnya spontan. Cowok berkulit putih itu, langsung bangkit dari duduknya begitu saja. Segera mengikuti langkah Retha dan berhenti tepat, di depan cewek itu, menghentikan langkahnya, membuat Retha tersentak kaget. "Ck, selain kebanyakan tingkah, lo tuh ceroboh banget ya?" omel Karrel jadi melotot kecil, membuat Retha sontak menaikkan sebelah alisnya tinggi. "Apaan sih, ngatain gue mulu!?" kata Retha jadi galak. Tidak menjawab, Karrel di depannya justru berlutut, dengan satu kaki yang menekuk lututnya ke atas, sambil mendengus. Dengan gerakan yang tak ada lembut-lembutnya, dia menarik sebelah kaki Retha, membuat cewek itu terkejut dan nyaris terjungkal. "Tali lo lepas. Punya mata di pakek yang bener!" kata Karrel langsung ngatain lagi, sambil mengikat tali sepatu sport Retha, warna biru itu. Retha mencuatkan bibirnya kecil, agak mengkerut malu, dengan pipi yang merona. Menyadari hal yang di lakukan Karrel ini, sudah mirip sekali seperti adegan di drama Korea. "Lain kali, di iket yang bener!" Pesan Karrel dengan suara serak, sambil mendongakkan kepala setelah selesai dengan simpul tali itu, memandang Retha yang kali ini menggigit bibir. Karrel berdiri, terkekeh kecil melihat wajah lucu Retha. "Dah sana!" kata Karrel sambil mendorong pelan wajah Retha, dengan telapak tangan kanannya yang terbuka, membuat hati Retha berdesir. Retha tidak menjawabnya, hanya mengangguk kaku sebagai jawaban. "Mm...makasih Karrel," katanya tulus, merasa menciut sekaligus malu. Karrel cowok yang baik. Sekalipun Retha selalu judes dan jutek padanya, cowok itu sepertinya tidak ambil pusing. Retha meruntuk kecil, karena lagi-lagi hatinya harus berdesir, saat Karrel menatapnya sekarang. "CIYEE- CIYEEEEEEEE!! RETHA LOVE AT THE FIRST SIGHT SAMA BOSGENG. CIHUYYYYYY!!!" Seakan belum puas, dia kembali meledek, membuat Karrel reflek menoleh, melayangkan tatapan tajam pada Bobby. 'Diem lo monyet!' "BOBBEEEEEEEEHHH!!!" pekik Retha langsung berlari lagi, seakan lupa kalau kakinya sakit. Bobby dengan cepat pun, berlari kabur darinya. Hal itu membuat Rika dan Zheta juga buru-buru ikutan berlari, menyusul keduanya, sambil tertawa bodoh. Karrel tercengang. Terkekeh kecil sambil menggelengkan kepalanya, melihat tingkah cewek itu. Saking fokusnya melihat Retha, dia sampai tidak sadar, ada sepasang mata yang menatapnya tak suka. Akhtar. Cowok itu berdiri di sana, dengan ke-tiga bala pasukannya. Pemuda berdarah Arab itu reflek mengumpat, karena sejak tadi, dia sudah memperhatikan keduanya dari jauh. Dari mulai mereka tabrakan, sampai Karrel yang mengikat tali sepatu Retha, ala-ala Drama Korea. "Cih, sok romantis," kata Akhtar langsung julid, memicingkan matanya dengan sewot. "Naik ke genteng, ngambil kuaci. Akhtar yang ganteng, lagi patah hati," kelakar Andre--sambil ngakak. Sementara Dafi dan Yugo, saling lirik tidak mengerti maksudnya. Memang, hanya Andre yang paling peka. Dia bahkan langsung tau, ketika Akhtar menyuruh mereka berhenti dulu. Akhtar melirik Andre, mengumpat sebal, ingin sekali memberi makan mulut Andre dengan sepatunya. "Fi, lo inget nggak cewek yang gue taksir di gramedia, padahal nggak kenal?" kata Akhtar, membuat Dafi menoleh. "Inget lah, kenapa?" sahut Dafi. "Itu anaknya," kata Akhtar sambil menunjuk Retha yang sedang main kejar-kejaran dengan Bobby. "Anjrit, Retha?" Dafi ternganga. *** "DENTA, SEMANGAAAT!!" teriak Dira, turun dari tribun menghampiri Denta yang berjalan di pinggiran lapangan indoor, sambil berlari. "DENTA, LO PASTI BISA!!!" teriak Dira lagi, kali mengguncang bahu Denta. "Lo ngasih semangat, apa mau bunuh gue sih, Dir?" protes Denta dongkol. Dira nyengir, "Mohon maaf queen, gue terlalu semangat." Pandangan Dira langsung beralih pada Ivon yang ada di belakang Denta. Memberi support serupa pada cewek macho itu. "DENTA!!!" Si mungil Gista muncul tiba-tiba, memeluk Denta semangat. "Lo harus menang!" "Siap." Mereka saling ber tos ria. "Gue sama Gista duduk di sana sama pasukan, pokoknya lo harus menang!" kata Dira menyemangati kembali, langsung pergi. "Iya." Sebenarnya tadi Dira sempat mengeryit, agak mendelik juga, kala melihat Karrel bersama Denta. Gadis itu bahkan dengan heboh menaboki Ivon bertanya ini itu. Tentu saja temannya itu bercerita semua, meski singkat. Tapi, membuat Dira langsung faham. Satu kata untuk menarik kesimpulan cerita, GASTA SETAN!! "Gue ke tribun sekolah gue ya!" ujar Karrel, sambil mengusap kepala gadis cantik, itu mencoba menenangkan. Raut wajah Denta sejak tadi sudah lesuh tidak bertenaga. Sungguh, Karrel jadi tidak tega meninggalkan Denta begini. Melihat gadis yang di cintainya di sakiti, Karrel tentu saja tidak terima. Mereka berdua benar- benar keterlaluan. Semoga lo nyesel, sebelum semuanya terlambat Gas!! "Hey, fokus dong! Jangan sedih begini, katanya lo mau menang?" kata Karrel mencubit gemas pipi Denta. "Kenapa mereka bisa jadi kayak gitu, Rel?" gumam Denta pelan. "Udah lah, Nta. Pikirin aja tentang turnamen lo nanti. Soal tadi, nggak usah lo ambil pusing!" kata Karrel sambil memegang kedua bahu Denta. Denta terdiam, "Iya," sahutnya. "Lo tau nggak?" "Apa?" "Kalau dia merpati terbaik, dia tau kemana tempat yang terbaik untuk pulang. Right?" kata Karrel lembut, di angguki pelan oleh Denta. "First love, never die ya Rel?" tanya Denta menahan tangis. Bersyukur hanya tinggal mereka berdua. Anak-anak yang tergabung voly, sudah beranjak ke lapangan lebih dulu, meninggalkan Denta dan juga Karrel. Meski keduanya yakin, jika interaksi mereka, sejak tadi sudah jadi tontonan anak-anak yang duduk di tribun. Bahkan, Azka yang tak jauh dari keduanya melengos sebal. Mengabaikan Shasa yang duduk di sebelahnya sekarang. Karrel dengan cepat menghapus air mata gadis itu, "Nggak juga, buktinya gue cinta sama lo sekarang," katanya begitu tenang. Denta mendongak dengan mata yang sembab, gadis itu mengangguk pelan. "Gue ke sana ya, Nta! Udah, nggak usah nangis, lagi! Lo kan macan, masa cengeng?" ejek Karrel, membuat Denta terkekeh pelan, meski dengan mata yang sembab. Gadis itu mengangguk sesaat Karrel sudah pergi. Di tribun Cendrawasih, Karrel sudah melihat Savita yang saling sewot, karena tempat duduknya, di tempati oleh Billy. Lalu Zheta yang ngamuk karena makanannya di ambil oleh Bobby. Belum lagi, Rika yang saling dorong dengan Vian, karena tidak mau dekat-dekat. Katanya, alergi sama mantan. Di samping itu, Retha menahan kesal saat lagi enak-enakan main game, tapi di ganggu oleh Acheris, yang kini malah sibuk mengepangi rambut Retha, supaya rapi. Eva, Agam, Tilo dan Tarisa pun, tak luput dari keributan mereka. "Aduh, ini kok susah ya. Nggak bisa di buka-buka?" protes Tilo, saat cowok itu kesulitan membuka bungkus jajan. "Bawa sini, biar gue bukain!" Tarisa langsung nyerobot maju. "CIYEEEEE-CIYEEEEEE!!!" kelakar Billy langsung heboh. Azka yang ada di sana, jadi ngumpat karena telinga cowok itu langsung penging. "CIYEEE, TARISA SUKA TOLE!!" Ejek Agam, yang ikut-ikutan memanggil Tilo dengan sebutan Tole, ketularan virus recehnya Denta, yang suka nyebut Tilo itu Tole. "Ish, apa sih kalian? Gue cuma bantu Tilo aja loh," bantah Tarisa, sudah malu tak karuan di ledeki. "CIYEE TUH KAN MARAH. KALAU MARAH KAN ARTINYA SUKA," pekik Rika ikutan rusuh juga, tapi dengan cepat mendorong wajah Vian sebal, karena terlalu dekat padanya. "CIYE JADIAN," ledek Retha ikutan. "JA-DI-AN!!" Kompak mereka semua. "IHHHH APASIH?" amuk Tarisa. Tilo cuma pasang wajah muka bodo amat tak peduli, "Gak jelas banget kalian." "TUH KAN MARAH, HAYO-HAYO," ledek Agam makin jadi. Zheta ikutan meledeki juga. "YES BENTAR LAGI DAPET TRAKTIRAN UHUY," girang Eva. Tarisa meruntuk ingin ngumpat. Tapi, cewek itu tak pandai menutupi segala sesuatunya. Lihat saja, pipi Tarisa sudah bersemu memerah, malu. Karrel jadi tertawa, melihatnya. Dan langsung ikutan duduk di samping kiri Vian. Sementara itu, Vian sendiri malah sudah sibuk dengan dunianya. Tak lagi menggodai Tarisa. "Lo kenapa dah?" tanya Karrel, saat melihat wajah ngedumel Vian. "Rel, gue mau nanya deh," kata Vian, membuat Karrel menaikkan alis. "Nanya apa?" "Gue tuh sampek sekarang bingung ya. Kenapa sih, kalau cewek komen di postingan cewek lain, pasti enak aja gitu bacanya," katanya menggerutu. "Hah, gimana-gimana?" tanya Karrel tak paham, pun dengan yang lain. "Contoh nih ya, Retha komen di postingan Zheta, 'ihh kamu cantik banget...terus di bales, AH..CANTIKAN KAMU," cerocos cowok itu, "Ihh kamu imut banget, di bales, AH...IMUTAN KAMU', asik aja nggak sih dengernya? WAJAR GITU LOH," kata Vian jadi menggebu-gebu heboh. Lalu melanjutkan, "Lah kalau cowok, komen di postingan cowok lain, 'Ihh ganteng banget...." Krik Krik Krik "GELI....ANYING. Nggak wajar kan? Cenderung nggak normal CUK," kata Vian yang memang dari dulu juga bingung, mengapa ada hal demikian. "BWAHAHAHA, elah Yan, itu belum di bales aja udah geli gue dengernya. Apalagi kalau di bales??" sahut Rika jadi tertawa ngakak. Retha melanjutkan, "Di komen ya kan, 'ihh kamu ganteng banget', di bales 'ah gantengan kamu'. EW NAJIS," kata Retha mual sendiri. "Itu namanya kelainan anjing," kata Karrel jadi bergidik, geli sendiri. "Tilo tuh, kerjaannya komen gitu di postingan gue. Di sangka anak-anak, gue sama Tilo tuh belok," oceh Vian, menggerutu sendiri. "Lah, kok apa-apa gue mulu?" sewot Tilo, "Salahin aja gue terus, SALAHIN! Lo tau nggak, gunung merapi meletus karena siapa? KARENA GUE. Tsunami di Aceh karena siapa? KARENA GUE. Gempa di Palu, siapa yang nyebabin? GUE JUGA ANYING," kata Tilo sewot. Semuanya jadi tertawa ngakak, melihat wajah ngotot Tilo. Karrel juga ikutan tertawa. Kemudian menoleh ke arah kanan. Masih dengan sisa tawa, saat matanya dan Retha lagi-lagi bertemu. Cewek itu juga sedang tertawa. Tapi garis wajah keduanya segera berubah, dengan mereka membuang pandang ke arah lain, asal tak saling bertatapan lagi. Entah kenapa, jadi sama-sama salah tingkah saat mengingat kejadian tadi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD