"Rethaku, my darling!" pekik Savita berlari kecil menyusul Retha yang sedang melangkah tenang di koridor lantai satu, SMA Dharma Wijaya.
Panggilan itu membuat gadis yang tengah mengenakan kaos badmintoon warna biru tua jadi menoleh, ketika mendengar jeritan cewek berseragam cheerleaders, yang tidak lain bukan adalah temannya.
Rambut Retha yang panjang, kali ini di ikat ekor kuda tinggi-tinggi, tidak di biarkan terurai seperti biasanya. Wajah kecil dan poni ratanya, menegaskan keimutan cewek itu.
"Tha, lo ada drama Korea yang baru lagi nggak? Yang minggu kemarin lo download, udah selesai gue tonton. Huhuhuhu, nangis kejer dong gue pas di episode sebelas," cerocos Savita menggebu-gebu dengan ceria, sambil menggoyangkan lengan Retha, sudah mirip seperti anak SD.
Mendengar ucapan temannya, Retha jadi menoleh dan merekah, "Wah, lo nangis juga? Iya anjir gue juga nangis banget pas di episode itu. Sampek paginya mata gue jadi gede-gede dong, untung aja gue nontonnya pas malam minggu," balas Retha langsung semangat.
"Nah, makanya. Lo ada drama korea yang lain nggak? Yang tema sekolah aja lah," tanya Savita sambil berjalan menyusuri koridor yang mulai ramai, tidak sama sekali canggung, walau ini di sekolah orang.
"High school love on udah?"
"Ck, yang malaikat itu? Udah sih gue. Nangis banget gue bareng Tarisa sama Rika waktu Lee Seul Bi ilang."
"Extraordinary you? Bagus sih itu, parah-parah. Tapi fantasi gitu Vit temanya. Mereka kan masuk dunia komik. Nah, si pemeran utama cewek ini jadi tokoh viguran di Komik gitu loh. Dia pengen banget ngerubah takdirnya jadi tokoh uta--"
Retha jadi mengatupkan bibir ketika Savita malah bertepuk tangan, memberi isyarat dia untuk diam. Gayanya sudah mirip orang-orang, yang lagi manggil burung.
"Nggak usah spoiler please!!" ancam Savita sambil melotot.
Retha menyeringai kecil, "Yang jadi pemeran utamanya si Rowoon loh. Ihh, keren lah pokoknya. Gue banyak ngakaknya daripada nangisnya," kata Retha melanjutkan.
Savita tersenyum senang, kemudian menggandeng lengan Retha lagi, "Oke sip, gue minta drama yang itu. Oh ya Tha, Kim Mingyu Seventeen belum pernah main drama ya?" tanyanya, membuat Retha mendelik kecil dan menoleh. Cewek itu diam sebentar.
"Udah pernah sih, sekali kalau nggak salah. Sama orang Thailand. Mingyu di situ, jadi idol KPOP yang nyasar," balas cewek itu, yang kemudian jadi ingat cowok tinggi yang menolongnya semalam.
"Wah anjrit, keren dong? Berapa episode?" cerocosnya semangat.
"Cuma dua," balasnya tenang, yang kemudian tersentak saat ponselnya tiba-tiba berdenting nyaring, membuat Retha menunduk, Savita jadi ikut-ikutan mengintip.
Karrel : Motor lo udah bener.
Karrel : Mau lo ambil kapan?
Savita melotot. Cewek itu tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, dan nyaris memekik, melihat nama teman sekelasnya, yang tau-tau sudah punya nomor Retha.
"Itu Karrel yang preman sekolah kan Tha? Temen gue? Lo kenal dia?" seru Savita dengan mata melebar.
Retha mendengus, melirik Savita dengan tenang, kemudian membalas chat Karrel, menanyakan alamat tukang bengkelnya.
"Kok dia bisa chat kayak gitu? Eh, lo diem-diem deket sama temen gue ya? Ah anjir, kok nggak bilang?" protes Savita, lagi-lagi.
"Apaan sih? Siapa yang deket? Orang dia cuma nolong gue kemarin," balas Retha tak ambil pusing, membuat Savita ber oh ria, jadi paham.
"Dih, tumben itu anak baik?" dumel cewek itu gak habis pikir, "Waktu gue minta tebengan pulang aja ya Tha, di maki-maki duluan sama dia. Katanya, gue ini baik ke dia kalau ada maunya doang," lanjut Savita dengan sebal.
"Ya iyalah. Elo aja gelut mulu kalau sama dia," sahut Retha jadi ngotot.
Savita nyengir, mengingat fakta itu.
"Oh iya, temen satu komplek gue, ada yang titip salam ke elo loh," seru Savita tiba-tiba.
Retha menoleh, "Siapa? Gue kayaknya nggak ngerasa pernah kenal temen satu komplek lo deh Vit," balasnya.
Savita mengangguk setuju, "Justru itu, gue juga heran kenapa dia bisa nitip salam ke elo," cerocosnya.
"Tadi pagi, pas gue lagi jogging di blok B, gue ketemu dia lagi jogging juga sama abangnya. Gue sapa deh tu anak, ganteng soalnya. Apalagi kakak dia, beuhh kayak Jungkook BTS!!" lanjut Savita sambil tertawa bodoh.
Retha mendelik kecil, "Terus?"
"Dia awalnya cuek gitu, ngacangin gue, malah abangnya yang ngebales dan ngobrol sama gue. Terus, dia ikut nimbrung. Tanya juga, gue tu sekolah dimana," celotehnya panjang lebar dengan menggebu-gebu.
Lalu melanjutkan, "Ya gue bilang, sekolah di Cendrawasih. Dia nanyain lagi tuh, gue kenal sama Retha anak sebelas IPA nggak? Nah, yang punya nama Retha kan cuma elo, jadinya gue jawab, 'kenal lah, temen gue tuh'. Dia kayak girang gitu Tha, pas tau gue kenal sama lo," cerocosnya lagi.
"Siapa sih? Cowok?"
"Ya iyalah cowok. Dia minta ID Line lo juga. Tapi nggak gue kasih. Gue bilang kalau lo nggak suka ID Line lo di bagi- bagi sembarangan," balas Savita.
"Sekolah mana?"
"Taruna Jaya Prawira. Itu loh, sekolah yang banyak cowoknya."
"Hm?" Retha jadi agak tersentak, ingat akan sesuatu.
"Tau nggak sih, dia tuh pentolannya SMA Taruna Jaya, gantiin abangnya yang udah jadi alumni," ocehnya lagi.
"Pentolan? Eh, tapi Vit, gue tuh nggak kenal anak Taruna. Ada sih temen gue SMP, namanya Bertha, itupun cewek."
"Ya mana gue tau. Dia ngakunya kenal sama lo kok."
"Namanya?"
Savita mengatupkan bibirnya sejenak, lalu menoleh pada Retha, "Namanya Akhtar Malik. Kenal nggak?"
Retha jadi melebarkan mata. Ingat dengan cowok yang kemarin malam, di Gramedia bersamanya.
"Oh, Akhtar. Kenal sih gue," balasnya kaku.
Savita terkekeh, "Boleh gue kasih ID Line lo nggak? Dia chat gue mulu nih. Eh ngomong-ngomong, dia juga ada di sini loh."
"Masa?" Retha jadi celingukan.
"Iyalah, dia kan anak basket. Keren kan Tha?" Savita menyeringai kecil.
"Ya emang ganteng sih. Tapi gue nggak terlalu kenal," balasnya jujur.
"Ihh, nggak papa kali. Pedekate dulu, kali aja cocok," balas Savita lagi.
"Halah."
Savita terkikik kecil.
Tapi tidak lama, dia kembali bertanya seputar film. Ngomong-ngomong, mereka sudah ada di dekat lapangan outdoor sekarang. Melihat banyak atlet basket dari berbagai sekolah, sudah ada di lapangan, melakukan latihan sebelum pertandingan.
Retha awalnya juga sibuk nyerocos panjang, menyahuti pertanyaan Savita seputar drama Korea dengan sungguh-sungguh, tapi jadi berhenti dan melirik, ketika gerombolan anak Levian--tanpa bosgeng-nya, terlihat. Membuat Retha menyenggol lengan Savita, memberikan tanda.
Savita yang tadinya masih bertanya tak kalah semangat, jadi menoleh dan tersentak. Langsung mengerti.
"Azka!!" sapa Savita, lalu melambai- lambai dan tersenyum manis pada Azka yang kini juga menoleh.
"Ck, gitu ya lo Vit. Azka doang yang di sapa. Gue enggak?" sembur Vian jadi langsung drama.
"Lah Vit, elo kok masih di sini?" Tilo langsung berseru heran.
"Ya emang dari tadi gue di sini," balas Savita dengan tampang tenang.
"Anak cheerleaders pada kumpul noh di deket lobby. Anak Cendrawasih kan tampil pertama." Ucapan Tilo sontak saja membuat cewek ber-rok mini itu melebarkan mata.
"Lah, anying!!?? Mati gue mati, di botakin sama Davina," pekik Savita panik sendiri, dan buru-buru pergi, ketika mengingat wajah galak kapten cheerleaders-nya.
Retha yang awalnya tersentak, jadi mencibir kecil pada temannya itu. Tapi tidak peduli banyak, dan kembali melihat ke arah lapangan. Walau dia masih sempat melirik, ketika Tilo mendekatinya.
Tilo terlihat mendesis jengkel, "Lo kalau ada apa-apa, kenapa nggak pernah telpon gue dah? Lo anggep gue ini apa?" serunya memprotes, sok drama.
"Apaan?" tanya Retha bingung. Azka dan lainnya sudah pergi lebih dulu, meninggalkan mereka.
"Ya elo, ngerepotin Karrel mulu. Udah dua kali kan, lo nebeng dia? Masih ada gue loh padahal," gerutunya sewot.
"Dih, apa sih lo? Dia yang nawarin balik bareng," balasnya membela diri, "Lagian, HP gue di bawa Acheris. Baru di kasih ke gue tadi," lanjut cewek itu. wajahnya super tenang.
Tilo melengos, "Awas lo, kalau sampek baper ke Karrel! Gue nggak tanggung jawab, kalau lo sakit hati. Soalnya, dia udah naksir anak sini," sahut cowok itu memberitahu.
"Gue udah tau. Lagian, siapa sih Til, yang baper ke dia?" balas Retha tanpa menoleh, sibuk melihat lapangan.
"Kali aja kan, lo naksir Karrel. Gue sebagai sepupu yang baik, jaga-jaga. Jangan sampek, lo nangis cuma gara-gara sakit hati, cinta lo di tolak sama Karrel," celotehnya.
"Dih, ya kali gue nangis? Kenal dia aja baru semingguan ini," balas Retha tak acuh.
"Lo inget nggak sih, waktu pertama kali kita ketemu pas SMP kelas satu? Kita belum sama-sama tau, kalau kita ternyata sepupuan?" Tilo mendadak jadi sok serius sekarang.
"Lo anak 7A yang demen banget, cari gara-gara sama anak kelas gue. Inget nggak, lo pernah nyiram seragam gue sama temen-temen gue pakek air pel, gara-gara ngamuk, rok lo kena permen karetnya Bintang," lanjutnya.
"Lalu gue kenal lo? Dan sekarang gue menyesal." Retha membalas sengak.
Tilo mengumpat sebal, "Ck, lo kira gue enggak? Hidup gue jadi abu-abu sejak kenal sama lo ya," sahutnya nyolot, Retha melirik tak peduli.
"Kalau inget tentang kejadian itu, gue jadi inget sama sesuatu. Emangnya lo enggak?" tanyanya pelan, membuat Retha tersentak.
"Apaan sih, kok tiba-tiba bahas masa lalu?" pekiknya protes, "Udah deh, gue udah lupa," lanjutnya.
Tilo mencibir, "Yakin udah lupa? Kalau udah lupa, kenapa sampek sekarang lo nggak pacaran?"
"Males."
"Males, apa mati rasa?" ledeknya, membuat Retha menoleh sebal.
"Nggak usah bacot deh! Gue nggak mau bahas itu," pekiknya dengan suara yang agak meninggi.
"Weh-weh, woles Tha woles!! Nggak usah nge-gas juga buset," semburnya, yang kemudian agak merasa bersalah melihat wajah sok tenang Retha.
"Gue tau, lo inget Bintang. Nggak usah sok tegar gitu deh," sindirnya tanpa saring, membuat Retha mengumpat, lalu menoleh garang pada Tilo yang kali ini mengatupkan bibir.
"Apaan sih, siapa yang sok tegar dan siapa yang mikirin?" protesnya sinis.
"Elo, kan?" Tilo mendesah samar, lalu menatap Retha. Berdehem sebentar, berusaha menguasai diri, "Sebelum dia pergi, dia nitipin elo ke gue. Jadi, yang gue harus lakuin, pastiin kalau lo selalu bahagia," lanjutnya.
Retha diam, dengan tangan terkepal di sisi celana pendeknya. Gadis cantik itu menarik nafasnya panjang, lalu memandang Tilo tenang.
"Gue bahagia kali. Santai aja," balas cewek itu sambil tersenyum kaku.
Tilo terdiam untuk sementara waktu, kemudian tak lama kembali bersuara.
"Retha!?"
"Hm?" Retha mengangkat wajahnya, setelah sempat menunduk, menatap ujung sepatunya.
"Ke makam Bintang yuk!"
Retha tersentak, dengan jantung yang berdetak cepat.
"Emang...lo nggak kangen sama cowok lo. Udah lama kita berdua nggak ke sana lagi," kata Tilo, di balas anggukan pelan Retha.
Hal itu berhasil membuat wajah Tilo merekah, "Balik sekolah nanti ya? Lo bareng gue. Oke? Sip!!"
Retha jadi ternganga oleh kelakuan Tilo, yang kini malah cengengesan.
Gadis Jepang itu mendesah, "Gue ke toilet dulu. Lo sono gih, gabung ke temen-temen lo," suruhnya sambil menunjuk Azka yang kini sudah ada di lapangan, sibuk men-dribble bola dan memasukkannya ke ring.
Tanpa memperdulikan jawaban Tilo, Retha lebih dulu melangkahkan kaki jenjangnya, menuju toilet terdekat.
Agak memelankan langkah, ketika melihat Karrel yang nampak sibuk menggodai Denta, yang kini sudah memasang wajah keruh dan galak. Memang ya, cowok itu tidak ada matinya. Sudah di tolak berkali-kali, tetap saja ngotot. Retha sampai iba sendiri, melihat perjuangan Karrel.
"Heleh. Oh ya, lo ngapain di sini?" seru Denta, yang terdengar sampai di telinga Retha, yang melangkah hendak melewati mereka.
"Ngapain lagi, kalau bukan ikut turnamen. Ngomong-ngomong gue anak basket, loh," kata Karrel bangga.
Denta terkekeh sinis, "Oh, ceritanya lo lagi pamer sama gue?" tanyanya.
Karrel tersenyum, "Nggak sih, cuma ngasih tau lo aja. Kali aja, lo jadi suka sama gue, kalau tau gue anak basket."
"Ngimpi aja sana lo."
Dan interaksi keduanya berhasil mencuri perhatian beberapa pasang mata yang lalu lalang di sekitar mereka. Bukan hanya dari murid Dharma Wijaya itu sendiri, tapi para atlet dan suporter dari sekolah lain pun, melihat adu mulut yang terjadi di antara keduanya.
"Apa liat-liat? Cari mati?" Sentakan dari Karrel, berhasil mengusir seluruh pandangan yang tertuju pada keduanya.
"Idih," julid Retha satu-satunya orang yang berani. Membuat Karrel yang baru sadar akan kehadiran cewek itu, jadi menoleh garang.
Sementara Denta jadi terkikik geli.
Tidak ingin peduli, Retha kembali melanjutkan langkah. Melewati Karrel dan Denta begitu saja.
Hingga di dekat belokan koridor, dia melihat sosok tinggi jangkung berdiri sambil bersandar pada dinding dan memantul-mantulkan bola basket dengan pelan di tangannya.
Retha mengerutkan kening, dan jadi mendelik kecil, menyadari sosok itu adalah Akhtar.
Cewek itu sudah berniat untuk melewati. Tidak berniat untuk menyapa dulu. Tapi Akhtar lebih dulu mengangkat wajahnya. Garis wajah cowok itu langsung berubah dan segera memegang bola yang tadi dia pantulkan.
"Ck, elo lagi," kata Akhtar pertama kali, membuat Retha tersentak dan mengerem langkahnya mendadak. Untung tidak sampai salto ke depan.
Akhtar melengos pelan, "Kenapa ya, dimana-mana, gue tuh ketemunya sama lo mulu," katanya memprotes. Retha jadi melebarkan mata, dengan mulut ternganga.
Tak lama, Retha mendecih, "Yang ada tuh gue yang nanya gitu. Kenapa ya, gue ketemunya sama elo mulu?" seru cewek itu jadi protes juga.
"Lo dari tadi lihatin gue mulu," seru Akhtar.
"Diihhh, mana? Gue mau lewat. Elo nyapa gue duluan gitu," balas Retha tak mau kalah.
"Gue nggak nyapa. Gue ngatain."
Retha mengumpat tanpa suara.
"Lo ngapain di sini sih?" pekiknya jadi kesal setengah mati.
"Lah, gue atlet basket. Ikut turnamen juga. Bebas dong?" balas Akhtar jadi sengak juga.
"Ya udah sama. Gue juga atlet bulu tangkis dari sekolah gue," balas Retha.
Akhtar melebarkan mata, "Oh, lo atlet juga? Gue kira, cewek pinter kayak lo, nggak bisa olahraga apa-apa," sahut Akhtar dengan wajah tenang.
"Dih, ya kali. Gue tuh atlet bulu tangkis dari SMP," kata Retha dengan gaya songong.
"Ya kan biasanya cewek pinter taunya cuma buku sama rumus doang," balas Akhtar membela diri.
Retha melirik tak suka, "Lo siapa sih? Sok banget dari tadi."
"Akhtar, kan? Lo lupa?" seru Akhtar jadi melotot kecil, tak terima cewek itu lupa dengannya.
Retha mendecih, "Terus, tau kalau gue pinter darimana?" tanyanya sengit.
"Savita."
Retha mengangguk kecil.
"Oh, tetangga lo ya? Iya sih, tadi dia juga bilang, katanya lo titip salam ke gue. Minta ID Line gue juga kan?" tanyanya agak mengangkat dagu dengan gaya sombong, seakan dia yang menang.
Akhtar langsung terbelalak. Tergagap kecil begitu saja, "Eh, hah?" Cowok itu jadi linglung sendiri, "Dih, ngarang lo. Gue nggak bilang gitu ke Vita," balas cowok itu, berusaha mengendalikan ekspresi wajahnya, tak menyangka balasan belagu cewek ini.
Retha mengangkat sebelah alis. Gadis itu mendengus pelan, tak berminat menanggapi ocehan cowok ini lagi. Kemudian beranjak meninggalkan Akhtar Malik.
"Eh Retha!" tahan cowok itu, sambil menarik tangan Retha, membuatnya menoleh kaget.
"Apa?"
"Mau kemana?"
"Toilet. Habis itu ke lapangan indoor. Udah mau mulai kan?" jawabnya.
Akhtar mengangkat sebelah alis. Agak berdehem kecil, "Mm...mau bareng?" tanya Akhtar dengan hati-hati.
"Bareng? Ke toilet? Gila ya lo?" seru Retha jadi membelalak.
"Bukan b**o. Lapangan maksud gue," kata Akhtar langsung menonyor pelan kening Retha, "Gini nih akibatnya, karena kebanyakan temenan sama Sapita. Bokep mulu buset."
"Savita namanya," kata Retha meralat, lalu mencibir kecil.
"Lah, di komplek gue panggilannya Sapi," kata Akhtar tanpa dosa.
"Ayo-ayo bubar barisan! Ini turnamen RIPU Cup ya, bukan ajang cari jodoh," ujar Karrel menyindir nyaring.
Cowok itu mengartikan, bahwa percakapan Akhtar dan Retha kali ini adalah ajang untuk pedekate. Memang di turnamen RIPU Cup, banyak sekali cinlok antar atlet. Seakan sudah jadi kebiasaan turun-termurun.
Retha mendesis, kemudian berbalik memandang Karrel yang kini malah mencibir ke arahnya, karena melihat tangan Retha masih di pegang oleh Akhtar--siswa SMA Taruna Jaya.
"Cih, sok drama Korea. Gandengan tangan segala," nyinyir Karrel, lalu menepis tangan Akhtar dari Retha, membuat cowok Arab itu mendelik.
"Lo Karrel kan?" tanya Akhtar yang memang pernah bertemu beberapa kali dengan cowok ini.
"Iya. Kenapa?" sahut Karrel sengak.
Akhtar menoleh pada Retha, "Temen lo Tha?" tanya Akhtar agak ternganga melihat kelakuan Karrel tadi.
"Ck, lo ngapain sih? Ganggu mulu perasaan," pekik Retha pada Karrel, merasa terganggu.
"Ya elo pacaran mulu," balas Karrel, "Noh, di panggil pak Andreas. Di suruh ke lapangan indoor sekarang," lanjutnya.
"Oh, Retha di suruh ke lapangan? Ya udah Tha sama gue," sahut Akhtar tiba-tiba, membuat Karrel mendelik.
"Ehhhh!!!" tahan Karrel menarik tangan kiri Retha yang terayun bebas, sementara tangan kanan Retha sudah di tarik oleh Akhtar.
"Ck, apaan dah?" tanya Akhtar jadi kesal juga.
"Yang di panggil cuma Retha doang. Ngapain lo ikut?" tanya Karrel jadi sewotan. Retha makin tak paham, dengan situasi ini.
"Lah, gue emang mau ke lapangan kok sama Retha, sebelum lo dateng."
"Eh??"
"RETHAAAAA!!" panggil Rika berlari kecil menghampiri ke-tiga remaja yang kini menoleh padanya.
"Apa lagi sekarang?" tanya Retha jadi menggeram sendiri.
Karrel melepaskan cekalan tangannya pada Retha, "Lo apa-apa Retha mulu ya Rik sekarang," semprotnya, "Ada gue loh di sini," lanjutnya kesal.
Retha menoleh sinis, "Lo transparan soalnya, jadi nggak kelihatan," balas Retha membuat Karrel melotot.
"Ngatain gue lo?"
"Dih, orang fakta kok. Lo tuh alay tau nggak. Gitu doang protes."
"Dia sepupu gue. Ya jelas lah gue protes," semburnya galak.
"Dia juga temen gue. Wajar lah, dia manggil gue dulu," sahut Retha. Akhtar jadi makin tak habis pikir melihat kelakuan keduanya.
"Ya nggak wajar lah. Dia dari kecil sama gue," protesnya lagi.
“UDAH, STOP DEBAT!” kata Rika alay, "Tha, di panggil pak Andreas tuh. Di suruh ke lapangan," suruhnya.
"Tuh, apa gue kata tadi," sahut Karrel tiba-tiba.
"Yuk! Gue juga mau ke sana," ajak Rika sudah meraih tangan Retha.
Retha menoleh pada Akhtar, "Gue ke lapangan duluan ya!" pamitnya, yang di angguki tenang oleh Akhtar.
Retha dan Rika segera melangkah pergi meninggalkan tempat itu, dengan Rika yang mulai berceloteh menanyakan soal cowok tampan yang bersama Retha tadi.
Perginya dua gadis itu, membuat suasana jadi canggung, antara Karrel dan juga Akhtar.
Karrel berdehem kaku, dengan Akhtar yang kini malah melirik.
"Ehh Rik tungguin, gue ikut!!" pekik Karrel langsung berlari kecil menyusul dua gadis itu.
Meninggalkan Akhtar yang kini menatap cengo Karrel. Cowok tampan yang setau Akhtar adalah bosgeng utama di SMA Cendrawasih, nampak berlari kalang kabut di koridor.
Alisnya terangkat, tanpa sadar jadi mendelik agak terganggu, melihat di ujung koridor, Karrel nyempil di antara dua gadis itu, lalu merangkul Retha dan Rika. Lagaknya sudah seperti suami yang punya dua istri.
Yang tak lama jadi tersenyum dan jadi kekehan kecil, saat Retha mendorong tubuh Karrel menjauh. Keduanya jadi saling dorong badan dan debat.
Retha memang selalu imut dan menggemaskan, walaupun galak dan wajahnya jutek begitu.
***