09 | Hujan Dan Indomaret

1717 Words
Retha berdecak sebal, sembari memanyunkan bibir, dengan raut wajah masam. Menggerutu sendiri sepanjang jalan, merenungi nasib sialnya malam ini, sambil terus mendorong motor matic scoopy warna merah miliknya, yang tau-tau sudah mogok di jalan Ahmad Yani. Tadinya, setelah menghabiskan waktu yang panjang di Gramedia bersama Akhtar--cowok yang baru di kenalnya, Retha langsung pulang. Tapi naas, nasib sial menimpanya, karena saat keluar dari jalan Patimura, dan berbelok ke jalan Ahmad Yani, motornya tiba-tiba mogok. Bukan kehabisan bensin, karena tadi pagi dia baru mengisi bensinnya full di pom bensin. Dia sudah berniat untuk menghubungi sopir atau temannya, kali saja ada yang bisa membantu, tapi lagi-lagi, dia lupa bahwa ponsel miliknya, nyangkut kebawa Acheris, gara-gara saat pulang dari sekolah tadi, mereka menggunakan google maps, mencari jalan aman menuju Gramedia, tanpa harus kena tilang, karena Acheris tak memakai helm. Itu pun, dia baru sadar sesaat Akhtar hendak meminta ID Line miliknya. "Ck, mana duit gue tinggal sepuluh ribu lagi," keluhnya. Dia kehabisan uang, setelah belanja banyak buku. "Laper," gumamnya masih dengan dua tangan yang mendorong motornya. Ketika hampir sampai di ujung jalan, Retha sontak saja melebarkan mata, dengan wajah merekah, ketika cewek itu melihat penjual batagor, sedang mangkal di dekat mini market. Tanpa pikir panjang, Retha langsung mendorong motornya, mendekati penjual. Namun sebelum itu, dia lebih dulu memarkir motornya di depan mini market, bergabung bersama jajaran motor yang lain. Sekalian mau istirahat dulu. "Mang, batagor-nya dong!!!" pekik Retha ceria, ketika sampai di depan gerobak penjual batagor keliling. "Mau beli berapa neng?" Penjual yang tadinya duduk di kursi sambil nyebat, langsung berdiri, "Di bungkus apa makan sini?" lanjutnya. "Bungkus aja ya, sepuluh ribu," balas Retha, sambil menyodorkan selembar uang sepuluh ribu ke arah penjual. "Siap atuh. Sebentar ya!" Si penjual langsung buru-buru membuatkan pesanan Retha. "Eh, jangan pakek kecap!" tahannya, tapi terlambat, "Yah, kok di kasih kecap sih mang?" keluh Retha jadi memprotes sendiri. "Yeee, si eneng nggak ngomong dari tadi sih," balas penjual membela diri. Retha manyun, "Ya udah deh, saos kacangnya di banyakin ya!" "Segini neng?" tanyanya memastikan, sambil memasukkan lagi saos-nya. “Iya segitu.” Sampai terdengar suara petir yang menyambar, membuat mata ber-iris coklat s**u itu menaik, memandang bentang langit yang malam itu tidak berhias bulan dan bintang, melainkan geledek dan kilat petir menyala-nyala. Penjual batagor di depannya, juga langsung buru-buru memasang terpal lebar-lebar, menutupi dagangannya, karena tau hujan akan segera turun. Sementara Retha, langsung berlari ke arah mini market untuk berteduh, ketika gerimis mulai turun setelah mengambil batagornya. "Cakep amat dah nasib gue," gerutu Retha sambil mengembungkan pipi, dan mulai berjongkok di sana. Merapikan sebentar rambutnya yang agak basah, kemudian mulai menggigit ujung plastik batagor di tangannya, dan mulai memakannya dengan kalem. Dia kelaparan. Retha merasa sangat badmood, dengan tangan kiri di taruh lutut, sementara tangan kanannya memegang plastik, dan terus-menerus memakan isinya sampai habis. "Mampus aja gue, mana besok udah mulai turnamen," gumamnya baru ingat, kegiatan untuk besok. Turnamen tahunan RIPU Cup. Tahun ini, Dharma Wijaya lah yang terpilih menjadi tuan rumahnya. Retha lagi-lagi mendecak, menaruh dagu di atas tangannya. Sesekali akan memandangi halaman mini market, yang di jatuhi rintik air hujan. Tiba-tiba, dia malah melamun sekarang. Sambil ngehalu hal-hal yang indah. Andai saja, ada cowok gentle dengan garis wajah pangeran memabukkan seperti Kim Mingyu, salah satu member boy band terkenal asal Korea Selatan, yaitu Seventeen, datang menghampirinya, kemudian menawari pulang bareng. "Kok di sini sendirian?" "Iya, motor gue mogok soalnya. Gue nggak bisa pulang." "Mau balik bareng gue?" Halu. Tapi percayalah, sekarang Retha malah berharap banyak akan ada cowok tampan seperti idol kpop, datang menawarinya bantuan. Apalagi Kim Mingyu. Tidak peduli kalau dia bakal di serang oleh Carat--nama fans dari Seventeen. Asalkan Kim Mingyu jadi pacarnya. Sampai tidak lama, Retha tersentak ketika melihat bayangan seseorang datang. Gadis itu terkejut, ketika menemukan sepatu sport mahal berwarna merah, melangkah mendekat ke arahnya. Mata Retha melebar, menemukan sosok pemuda tampan dengan tinggi tubuh menjulang, bersama payung biru di tangannya. Cowok itu terlihat baru keluar dari mobil Ferarri-nya. Degup jantung terasa menyala-nyala, menyadari cowok itu lurus menatap ke arahnya, dan berjalan tanpa ragu. Kini jadi mendongak, ketika cowok itu berhenti di depannya sambil menunduk, memandang dirinya yang masih jongkok di depan mini market, sambil menatap cowok itu cengo. Alisnya terangkat sebelah cukup tinggi, memperhatikan Retha yang ada di bawahnya. Cowok itu Karrel Davian Andara. Ganteng. Banyak juga yang mengatakan, Karrel mirip sekali dengan Kim Mingyu Seventeen. Boy band yang lagi naik daun di tahun ini. Cowok yang di gadang-gadang, sebagai member paling tinggi di grup Seventeen. Benar-benar visual yang sempurna. Dan tidak butuh waktu lama, Retha jadi membelalak kecil. Menyadari sesuatu.... Bentar!!!! KIM MINGYU SEVENTEEN???? "Ngapain lo malah jongkok di sini?? Mau boker?" tanya Karrel sarkas. Retha mengumpat tanpa suara, saat suara serak basah pemuda tampan itu membuyarkan lamunannya barusan. "Ya kali, gue boker di sini. Gue neduh lah, pakek nanya lagi," balas Retha. "Oh, kirain.” "Kok lo bisa di sini sih? Bukannya tadi lo sama anak Dharma itu ya?" tanyanya, membuat Karrel mendelik kecil. "Siapa tadi namanya...Denta? Ah iya Denta. Mana sekarang anaknya? Kok nggak sama lo?" lanjut Retha. "Tau darimana lo, gue habis sama Denta tadi?" tanya Karrel penasaran. "Lah, gue di gerbang tadi pas lo meluk tuh cewek," balas Retha tenang. Karrel manggut-manggut, kemudian menyeringai tipis, "Oh ya, gimana? Gue udah keren belum tadi? Gentle banget kan?" tanyanya cengengesan. Retha mengeluarkan lidahnya enek, membuat Karrel jadi mendelik seram ke arah cewek itu. "Elo kalau iri bilang nyet!" kata Karrel tak terima, memandang Retha sambil melotot kesal. "Ck, sana ah! Ngapain lo masih di sini?" protesnya dengan kesal, "Bagus gue sendirian di sini kayak tadi, daripada adu urat mulu kalau sama lo," katanya mencibir, kemudian duduk jongkok seperti tadi. "Apaan dah, gue diem," balas Karrel membela diri, kemudian ikutan duduk di samping Retha, melepas payung di tangannya. "Ngapain malah ikutan duduk sih?" seru Retha. "Elo tuh..." Karrel menghela nafasnya dengan keras, menatap Retha dengan ekspresi tak suka, "Jujur, lo tu demen gue ya, makanya marah-marah mulu tiap ketemu gue, tapi jadi kalem kalau sama cowok lain?" tanyanya kesal. "Hah?" "Kenapa? Gue ganteng ya buat lo? Haha iya sih emang," balasnya menyeringai. "Cih, lo aja bukan tipe gue," sahut Retha tak mau kalah. "Masa?" Karrel memicingkan mata tak percaya. "Iya lah." "Emang tipe lo yang gimana? Kayak Jayden si cupu itu, yang kalau pakek celana sekolah sampek ke d**a?" tanyanya penasaran. "Dih, nggak sampek se-d**a juga kali Rel," balas Retha membela, membuat Karrel mencibir kecil. "Beneran naksir Jayden lo?" sahut Karrel tak terima. "Ck Tha, cowok model begituan, gue bogem sekali juga mewek, ngadu mamanya. Cari cowok tuh yang jago berantem, biar bisa ngelindungin elo," lanjutnya jadi ngomel-ngomel. "Percuma jago berantem, kalau otak aja nggak ada," balas Retha dengan wajah tanpa dosa. Karrel mengumpat, "Anjir, lo lagi nyindir gue nggak ada otak?" katanya jadi marah-marah. "Gue nggak sebut merek loh. Elo aja yang ngaku sendiri," balasnya judes. "Aghhrr gue sundul juga lo Tha," kata Karrel sudah tak tahan. Retha tertawa tak habis pikir, "Yang ada elo yang gue lempar duluan ke pluto. Dasar sinting," sinisnya. "Cewek ini ya..." Geram Karrel sudah ingin maju, tapi jidatnya lebih dulu di tahan oleh Retha dengan telapak tangannya yang terbuka. "Apa lo? Mau apa?" pekik Retha tak takut. Ketika dua orang hobby nge-gas di satuin. Begini akhirnya. Karrel menepis tangan Retha dari jidatnya dengan sebal, "Lo berani?" balasnya melebarkan mata garang. Retha menggeram kecil, "Pantes aja ya, Denta nggak demen sama lo, dan milih Gasta. Kelakuan lo aja kayak begini, beraninya cuma sama cewek," katanya seakan jadi emosi kecil. "Siapa bilang? Suruh siapapun cowok yang lo kenal, buat lawan gue sini," katanya dengan setengah menantang. "Halah, kalau sama Chris John emang lo berani?" Retha menyebutkan nama petinju kelas dunia, membuat Karrel mengumpat pelan. Cowok itu menarik nafasnya dengan agak lebay dan panjang. Berusaha menyabarkan diri. "Minggu lalu, gue habis bikin babak belur Gasta pas tawuran. Lo tau dia kan? Bosgeng-nya Dharma? Kalah dia adu otot sama gue mah," katanya bercerita dengan songong. "Ya elah gitu doang," balas Retha tak merasa tertarik. Cowok itu mendesah samar, "Lagian, Denta bukannya nggak suka gue kok. Gue aja yang telat datengnya. Gasta sama Denta udah pacaran, gue baru kenal tu cewek," katanya mendadak jadi curhat, setengah membela diri. Retha terus memandangi Karrel. Sampai Retha tersentak, baru ingat akan sesuatu. "AHAAA!!!" pekiknya riang, dengan wajah yang merekah. Karrel mengerutkan kening, "Apaan?" tanyanya kebingungan, masih dengan mulut yang menghisap rokoknya. "Pinjem HP lo boleh nggak?" "Buat?" "Pinjem bentar!” "Nggak!" "Loh, kok?? Gue butuh banget ini. Lo nggak mau bantu gue??" Karrel melirik sinis, "Nggak ada ya ceritanya musuh bantuin musuh." "Hah?" "Lo yang bilang tadi, kalau kita musuhan. Cuih, akhirnya butuh gue juga kan lo?" katanya mengomeli. Retha mendesah, berusaha untuk menyabarkan diri, "Gue mesti telpon bokap gue. Motor gue mogok. HP gue di bawa Acheris. Gue nggak bisa pulang. Duit gue abis," katanya yang mendadak jadi curhat. Kepala Karrel langsung menoleh pada scoopy merah yang terlihat luar biasa mengenaskan, di basahi oleh hujan. Karrel terkekeh pelan, "Motor juga bisa pilih-pilih ya ternyata, mau di naikin sama siapa," gumamnya jadi geli sendiri. "Pilih-pilih gimana?" "Iyalah, dia mah ogah di naikin cewek tukang garong kayak lo," cibirnya jadi pedas. "Dih, ya kali--eh bentar, APA?" pekik Retha. Karrel menyeringai tipis, "Mau balik sekarang aja apa nanti?" tanya cowok itu sambil melirik Retha, kemudian berdiri dengan wajah tak peduli. Retha mendesis, "Kan udah gue bilang motor gue mogok. Gimana caranya mau balik coba? Mana hujan segala lagi," keluhnya jadi ngomel kecil. "Lo juga gitu sih, di pinjemin HP aja pelitnya setengah modyar," lanjutnya langsung marah-marah. "Mau balik bareng gue??" tanyanya sambil melirik cewek yang masih duduk itu. "..............HAAA???" Retha terkejut. "BENERAN REL??" pekiknya nyaris berteriak, sambil berdiri dengan wajah berseri-seri. "Udah malem gini lagian. Bokap lo juga pasti udah tidur," balas Karrel dengan sangat tenang. "Eung...motor gue gimana?" tanya Retha mengingat motor cantiknya. "Gampang. Entar gue tinggal telpon orang bengkel buat ambil motor lo. Gimana?" tanyanya tenang, dengan pembawaan tanpa beban. Tidak sadar saja, jika memberikan efek yang meledak-ledak untuk cewek di depannya. "Eh, tapi beneran kan? Lo nggak lagi ada niatan jahat kan? Kayak nurunin gue di jalan misalnya?" Karrel melengos sebal, "Ya beneran lah. Ya kali Tha gue nurunin lo di jalan. Untungnya apa di gue?" “Makasih, ya!” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD