Retha melangkah tenang, menyusuri rak-rak buku, di salah satu Gramedia yang letaknya ada di jalan Pattimura. Cewek itu sibuk menekuri setiap cover buku yang tersusun rapi. Di mulai dari jajaran n****+ ber-cover lucu-lucu, sampai ke buku pelajaran, mulai dari buku pintar fisika, kimia sampai cara menghafal rumus matematika dalam waktu yang cepat.
Tanpa sadar, dia sampai keluar dari deretan rak-rak buku, dan malah berbelok memasuki area majalah dan koran. Gadis cantik itu sudah berniat untuk berbalik, namun di urungkan ketika matanya menangkap sesuatu, membuatnya reflek mendekat.
Retha tanpa sadar mengembungkan pipinya, dan mengambil salah satu majalah, saat melihat seorang gadis cantik mengenakan rok ruffle warna pink, dengan kaos putih berlengan pendek yang di masukkan ke dalam rok, menjadi model utama cover majalah remaja itu.
Rambutnya yang memiliki panjang sepunggung itu dengan warna dark brown, di ikat ekor kuda tinggi-tinggi.
Hmm, gadis itu adalah Denta. Cewek itu terlihat luar biasa cantik, apalagi ketika nyengir di sana. Membuat wajahnya yang terkesan judes seperti saat dia melihat cewek itu pertama kali tadi, jadi lenyap begitu saja, tergantikan dengan wajah imut yang cantik.
Retha merapatkan bibirnya.
Cih, gadis cantik dan terkenal seperti ini, siapa coba yang akan menolak???
"Lo nge-fans juga sama Denta?"
"Eh??"
Retha tersentak, reflek berbalik. Dia terkejut setengah mati ketika melihat seorang pemuda tau-tau sudah ada di sampingnya. Padahal tadi dia masih sendiri di sini. Cewek itu tanpa sadar membanting majalah di tangan, saat hendak meletakkannya kembali, tapi keburu di kejutkan cowok yang berdiri di sebelahnya ini.
Pemuda ini mengenakan seragam sekolah yang berbeda dari yang dia kenakan. Atasan putih, dan bawahan kotak-kotak abu tua. Retha sempat melirik, badge sekolah ternama di bagian lengan kemeja cowok itu.
SMA TARUNA JAYA PRAWIRA!!!
Sekolah yang di d******i sama cowok.
Biasanya, paskibraka tingkat kota, provinsi ataupun nasional, dominan di ambil dari sekolah itu. Tak khayal sih, jika SMA Taruna Jaya Prawira, masuk jajaran sekolah swasta yang cukup populer di Jakarta Selatan.
Akhtar Malik Alexander--begitulah sederet kalimat yang tertera di badge nama yang ada di kemeja cowok itu. Terlihat, Akhtar menyempatkan diri melirik majalah yang sempat Retha pegang tadinya, membuatnya tanpa sadar tersenyum miring.
"Lo followers-nya Denta di IG juga?" tanya pemuda tampan itu, membuat cewek di depannya diam-diam melebarkan mata melihat pemuda berkulit putih dengan alis tebal, seperti ada keturunan darah luar.
"Ah....enggak. Cuma nggak sengaja lihat aja tadi pas lewat sini. Cantik soalnya," balas Retha meringis kecil, "Makanya gue lihat," sambungnya.
"Oh...kirain nge-fans juga," balas Akhtar kelewat tenang.
"Emang kenapa?"
"Ya nggak papa sih. Dia temen gue soalnya. Kalau lo tau kelakuan asli Denta, nggak ada cantik-cantiknya sebenarnya," balas Akhtar membuat Retha memundurkan diri, mendelik begitu saja.
"Lo...temennya Denta?" tanya Retha merasa tertarik.
"Iya."
Retha mengerutkan kening, "Tapi kayaknya, lo bukan anak Dharma Wijaya deh. Seragam anak Dharma, nggak kayak gini kok perasaan," seru gadis keturunan Jepang itu, sambil memperhatikan seragam Akhtar.
"Emang," balas Akhtar dengan wajah datarnya.
"Denta anak Dharma kan? Eh, udah pindah sekolah ya?" tanya Retha tak mengindahkan wajah datar Akhtar.
Akhtar tersenyum miring, "Gue anak Taruna Jaya Prawira, bukan Dharma Wijaya. Tapi Denta temen gue pas SD," lanjut cowok itu, membuat Retha jadi langsung paham.
"Oh."
"Lo...anak Cendrawasih?" seru Akhtar sambil melirik seragam Retha. Atasan putih dengan bawahan kotak-kotak biru tua.
Retha mengangguk tenang, "Yoi. Gue Retha," balas cewek itu, menyebutkan namanya dengan santai.
Akhtar mendelik, "Gue nggak nanya," balasnya , membuat Retha mendecih.
"Ya udah sih, b aja. Gue ngasih tau aja kok," balasnya membela diri dengan judes.
Akhtar terkekeh pelan, "Kayaknya, kita seangkatan," celatuk cowok itu, ketika melirik badge kelas, di lengan kiri--kemeja cewek itu.
"Ah, masa? Lo kelas sebelas juga?"
"Hm. Gue anak IPS," balas Akhtar, menyebutkan jurusannya dengan tegas.
Retha mendelik, "Gue nggak lagi nanya jurusan lo apa sih," katanya seolah menyindir halus, kalimat yang sempat cowok itu ucapkan juga.
Melihat ekspresi cewek itu berubah, membuat Akhtar menyeringai, "Bales dendam lo?" ledeknya.
"Lo jurusan apa? Eh, tapi di lihat dari penampilan lo sih, kayaknya lo anak IPA. Ya kan??" tanya Akhtar sambil memperhatikan penampilan Retha yang rapi. Walau di lihat-lihat, rok cewek itu lumayan pendek juga.
Retha mengangguk, "Iya. Peramal ya lo, tau banget kayaknya?" seru Retha.
Wajah Akhtar jadi merekah, "Kenal Jayden dong?" tanyanya membuat Retha mendelik lagi-lagi.
"Temen SD lo juga?"
"Bukan. Tapi SMP," balasnya.
"Semuanya ya temen lo, gue dapet apa dong??" seru Retha jadi memprotes heboh sendiri.
Akhtar tersenyum miring, kemudian menjulurkan tangannya, "Gue Akhtar. Anak Taruna," katanya memperkenalkan diri.
"Retha. Anak Cendrawasih. Padahal, gue udah ngasih tau tadi," serunya, tapi tetap membalas uluran tangan Akhtar--cowok berdarah Arab itu.
"Sendiri?"
Retha mengerjap-ngerjap, berdehem sebentar sambil mengatupkan bibir dengan rapat, "Hm, iya sendiri. Tadi sebenarnya sama temen gue. Tapi dia balik dulu di jemput cowoknya," kata Retha. Memang, Acheris di jemput sama Jayden. Mau di ajak nonton sambil makan--katanya.
Akhtar menautkan alisnya, kemudian tersenyum tipis, "Ah, kebetulan sih. Bisa bantu gue nggak?"
"Hah?"
"Gue lagi nyari n****+, buat hadiah adek gue. Bisa bantu? Gue nggak tau, n****+ yang cocok buat anak SMP yang mana," celotehnya, membuat Retha melebarkan mata.
"Kenapa, gue nge-gas banget ya?" seru Akhtar sambil tertawa pelan. Retha jadi ternganga melihat kelakuannya.
"Iyalah. Playboy ya lo?" tuduhnya.
"Sembarangan."
Ya gimana Retha nggak berpikiran semacam itu. Akhtar ini terkesan datar, pembawaannya juga cuek dan cool banget. Tapi diam-diam, kayak mau nyepik gitu. Pasti playboy.
"Ya elo kayak mau nyepik gue gitu," serunya dengan sewot.
Akhtar mendelik kaget, "Lo frontal banget sih, buset!?" selorohnya jutek.
Retha melirik, "Kenapa, lo naksir gue ya jangan-jangan?" tanyanya blak-blakan.
Akhtar sebisa mungkin mengendalikan ekspresi wajahnya, walau merasa tertohok melihat delikan tak suka cewek yang ada di depannya. Akhtar tentunya sadar, kalau Retha sejenis cewek yang susah di sepik. Frontal banget.
Retha melengos pelan, "Jadi nyari n****+ nggak nih??" tanyanya cuek.
Akhtar mengangkat sebelah alisnya tinggi, "Eh, ayok!" ucapnya mulai melangkah di samping Retha.
Agak lumayan canggung juga sih, berdampingan dengan Retha yang tingginya mencapai dagu Akhtar. Untuk ukuran perempuan, Retha masuk kategori cewek tinggi. Wajah gadis ini cantik, dengan hidung yang mancung serta mata coklat miliknya, menegaskan darah luar cewek ini.
Ucapan frontal dari mulut Retha tadi, membuatnya jadi mengkerut malu. Bisa-bisanya cewek ini berpikiran dia mau nyepik.
Terkesan nggak kepedean sih, justru Retha kayak risih gitu kalau beneran Akhtar mau nyepik dia
Ibarat kata, Akhtar di tolak mentah-mentah duluan, sebelum nge-gas. Aneh.
Padahal, dia ganteng.
Biasanya, cewek bakalan pura-pura nggak peka. Lah ini blak-blakan gitu. Mereka saja baru kenal. Tapi entah kenapa, Akhtar jadi malah tertarik dengan kepribadian Retha.
"Ni cewek...nantangin banget," geram Akhtar jadi dendam sendiri, melihat punggung Retha yang mulai menjauh, cewek itu kini sibuk melihat n****+- n****+ ber-cover lucu di depannya.
Retha kini mendongak, ingin meraih n****+ bersampul pink di rak atas. Cewek itu agak berjinjit, jemarinya meraih ujung buku. Tapi dia tetap saja kesulitan.
"Akhtar, sini deh!" seru Retha sambil menoleh pada pemuda yang berdiri dan terbengong, "Tolongin gue dong, ambilin buku yang di atas. Gue nggak nyampe soalnya. Kok malah bengong sih?" katanya jadi ngomel kecil.
"Eh, hah?" Akhtar linglung, kemudian mendekat.
"Ambilin n****+ yang di atas!"
"Yang mana?"
"Yang itu," balas Retha ambigu.
"Itu mana?" Akhtar mendesah samar, lalu menunjuknya, "Yang ini?"
"Atasnya lagi."
"Yang ini?" tanya Akhtar memastikan.
"Sampingnya-sampingnya."
"Yang ini?"
"Maju lagi, maju lagi!"
"Yang ini?"
"Yah, kelewatan. Elo sih--"
"Anj--" umpat Akhtar, "Gue robohin juga nih rak bukunya," amuk cowok itu membuat Retha terbahak keras, puas sekali mengerjai cowok itu.
Akhtar yang kesal, mendadak garis wajahnya berubah. Matanya melebar dan diam sejenak, melihat tawa gadis di depannya pecah. Entah kenapa, dia justru terkesima, melihat wajah jutek Retha yang berubah jadi cerah begitu, seperti kepala plontos pak Jaenudin, terkena matahari pagi.
Rambut hitam berkilau, dengan poni rata yang cantik, menambah kesan imut. Terlihat menggemaskan, apalagi pipi chubby yang di milikinya.
"Sial, gemesin banget sih nih cewek," dumel Akhtar dalam hati.
***