28 | Cewek Kalem Berbahaya

3170 Words
"Ya elah, kita telat Rel." Retha melengos lemah, saat gerbang sekolah sudah tertutup rapat. Gadis cantik berponi rata itu sudah mencak- mencak karena kesal, lalu kemudian menghampiri mobil SLK gold milik Karrel, yang ada tidak jauh darinya. Berbeda dengan cowok itu yang malah cengar-cengir. Meski cowok itu sangat jarang sekali terlambat, tetap saja menurutnya telat itu asyik dan menyenangkan. Apalagi, kalau telatnya bareng pacar begini. Pacar kontrak maksudnya. "Lo sih, lama banget dandannya. Udah tau, ini itu Senin, dan Senin waktunya buat upacara," ujar Karrel langsung menyalahkan sepihak. "Kok gue, sih? Kan elo yang pakai acara puter balik, lupa bawa topi," protes Retha tidak mau di salahkan. "Terus, gimana dong? Bolos aja, ya!" "Nggak usah jadi racun ya lo!" sembur Retha langsung melotot, "Gue nggak mau, absen gue tercoreng. Ya kali, gue siswi teladan mesti bolos. Mana bolos nya sama lo lagi. Idih," sambungnya. Karrel mendelik, mengumpat begitu saja setelahnya, "Sok suci lo," hardik cowok itu kesal, kemudian turun dari dalam mobilnya. "Emang gue suci. Lagian, gue ada ujian praktek hari ini," kata Retha. Kehidupan SMA memang menentukan segalanya dalam satu gerakan. Apakah kita berada dalam lingkarannya atau tidak??? Ujian. Semua siswa SMA membayangkan hal yang sama. Di situasi yang menyiksa ini. Berharap semoga dunia ini kiamat saja. Tapi itulah masalahnya, ujian tidak bisa di hindari. "Terus gimana kita? Emang lo bisa manjat?" tanya Karrel, pada cewek itu. "Manjat?" "Iya manjat pager belakang sekolah. Masa iya nggak bisa? Pasti bisa lah, lo kan kembarannya tarzan." "Sialan lo!" Retha dengan gerakan cepat, menggeplak pundak cowok itu. "Mau nggak?" "Tinggi nggak sih gerbangnya? Kalau gue jatuh, kaki gue patah, gimana?" cerocosnya sok panik. "Nggak bakal. Ayo masuk ke mobil, ikut gue!" Karrel mulai membawa mobilnya ke sebuah gang di belakang sekolah. Setelah memarkir mobilnya di warung mpok Juleha--warung kopi langganannya dan teman-temannya, cowok itu langsung menarik tangan Retha menuju gerbang belakang sekolahnya. Terlihat di sana, tumpukan kayu-kayu besar yang telah termakan rayap. "Ngapain?" tanya Retha bingung. "Nyikat gigi kuda," semprot Karrel langsung galak. "Hah?" Retha cengo. "Katanya lo pengen masuk sekolah hari ini. Gimana sih?" omelnya. "Ya terus...kita mau ngapain?" Karrel menghembuskan nafasnya panjang, kemudian mendengus, "Ya manjat dong, Retha!" "Eh?" Retha terkejut, "Lo serius Rel? Nggak ada cara lain? Lebih aman gitu?" tanya Retha, lagi. "Udah sih, kalau sama gue pasti aman," katanya dengan songong. "Cuih," cibir Retha. "BOOOOSSSSSS!!!" teriak seseorang dari belakang, membuat keduanya kompak menoleh. "Alhamdulillah ada temennya," riang Vian berlari, di ikuti oleh Tilo yang nampak kesusahan memegangi tas ranselnya. Di belakang keduanya, ada Billy dan Agam yang bergandengan tangan, sambil terseok-seok mengikuti. "Bolos aja yuk! Si Azka tinggal aja, dia udah masuk duluan soalnya," celoteh Vian tanpa beban. "Loh Tha, lo di sini juga?" kata Tilo seakan baru sadar. "Jangan bolos lah. Entar cewek gue ngamuk lagi kalau di ajak bandel sama kita-kita," kata Karrel dengan wajah sengak belagu. "Hah?" Mereka kompak saling lempar pandang. Sementara Retha langsung mendengus, berusaha untuk sabar. "Buruan angkat badan gue, biar gue bisa masuk duluan!!!" suruh Retha pada Karrel. Karrel langsung menoleh, "Ck, iya-iya. Bawel lo," katanya mencibir. Agam mengerutkan keningnya sambil memperhatikan keduanya. Kemudian menoleh pada teman-temannya yang masih ternganga-nganga bingung. "WOY-WOY, KARREL SAMA RETHA DAH JADIAN!!" teriak Agam langsung rusuh. "WHAT????" Karrel dan Retha kompak ternganga menatap Agam. Sementara tiga orang yang bersama mereka, dan sejak tadi masih kebingungan dengan interaksi Karrel dan Retha yang cukup intens untuk mereka yang suka adu urat tiap hari, langsung melotot kaget melihat Karrel dan Retha yang berdampingan. "LAH ANJENG, DAH JADIAN LO BERDUA???" "KAPAN REL, KAPAN??" "PEJE NYET, PEJE!!!" teriak Tilo makin jadi, dengan heboh. "SIAPA YANG NEMBAK DULUAN HA, SIAPA???" "Karrel, lah. Masa gue?" kata Retha langsung bangga. Jangan sampai dia menjadi pihak yang nembak duluan, karena itu harga diri dan harga mati. "CIYEEEE-CIYEEEEE!!!" reflek semua anak menyoraki Karrel, membuat cowok tampan berdarah Jerman itu meruntuk kecil, jadi malu. "Apaan sih njing? Kagak woy, kagak," katanya menggeleng panik, "Lagian, gue kepaksa nembak dia. Gara-gara Retha mancing-mancing mulu minta gue tembak," alibinya dengan wajah sudah merona malu. "Idih, siapa yang mancing-mancing?" protes Retha tak terima. "CAILAH REL, BILANG AJA LO MALU NGAKUIN, KALAU LO EMANG NAKSIR BERAT SAMA RETHA," ledek Vian. "THA-THA, MASA NIH YA, BEBERAPA HARI KEMARIN, DIA NGAKU KE KITA KALAU DIA NAKSIR SAMA LO," kata Tilo langsung laporan. Retha jadi melebarkan mata. "SI VIAN SAMPEK LARI-LARI PUTER LAPANGAN PAKEK KOLOR DOANG NJIR WAKTU EKSKUL," kata Billy langsung ngakak. "CIYE-CIYE, CINTANYA NGGAK BERTEPUK SEBELAH TANGAN TERNYATA," goda Agam makin jadi, menyenggol-nyenggol lengan Karrel. Karrel melengos, "Ck, bodo amat, ah. Cepetan naik punggung gue Tha! Lo kata pengen masuk," suruh Karrel, sudah tak tahan di goda terus sejak tadi. Apalagi, melihat wajah bengong Retha, Karrel yakin, cewek itu pasti shock mendengar ucapan temannya. Retha menoleh, "Eh, jangan ngintip ya tapi!!" ancamnya. "Halah, nggak tertarik," balas Karrel nampak jengah, lalu menoleh pada teman-temannya, "Retha sama gue biar naik dulu. Entar lo pada nyusul belakangan," perintahnya. "Oke bos, siap!!" Karena di setiap sekolah, selalu ada dewa yang di takuti dan perintahnya selalu di patuhi teman-temannya. Ini Karrel--sang bos utama SMA Cendrawasih. Sehingga tidak sulit baginya saat memerintah, dan tidak akan ada yang berani membantah atau menolak perintahnya. "THA, GECE DONG ANJER!!" sembur Karrel sewot. "Iya-iya. Sabar!" sewot Retha balik. Kesusahan. Kalimat yang mendominasi Retha saat ini. Terlebih, ukuran roknya yang sangat pendek dan lumayan ketat membuat dia tidak bisa leluasa bergerak. Berkali-kali gadis itu mencoba naik. Sampai akhirnya berhasil naik ke punggung cowok itu. "Jangan ngintip!!" seru Retha lagi. "Iya-iya." "Ayo dong Tha, naik ke pagernya. Buruan! Ini tulang pinggang gue hampir rontok semua." Karrel mengaduh, tetap dengan posisinya mengangkat tubuh Retha. "Susah, nggak nyampek," kata Retha sambil melirik ke bawah. "Lo naik aja ke pagernya, biar gue dorong dari bawah," seru Karrel susah payah. "Terus, gue turunnya gimana?" tanya Retha. "Lompat lah, ya kali terbang," sewot Karrel. Mata Retha reflek membulat, "Lo gila ya? Kalau kaki gue patah gimana?" "Ya ud--" "Bentar-bentar, ada chat masuk." Retha menyela sambil merogoh ponselnya, di dalam saku seragam atasnya. "EVAA!" pekiknya spontan, membuat Karrel meringis lantaran mendengar suara Retha yang melengking. Eva : Tha, lo dimana? Ini udah jam berapa, dan lo belum sampai juga? Upacara aja udah kelar sat. Gadis itu dengan cepat mengetikkan balasan dengan bibir mengkerucut sebal. Retha : Gue nyangkut ini : ( Eva : Anjer, nyangkut dimana? Retha : Di kepala Karrel -_- Eva : WHAT? DEMI APA? KARREL BADBOY GANTENG ITU? KOK BISA? Retha : Entar gue ceritain. Udah ya, gue lagi berjuang buat masuk ke sekolah. Eva : Lo telat? Kasih tau ke gue, posisi lo dimana? Retha kembali mengetikkan balasan. Retha : Pagar belakang sekolah. "Nggak elit amat sih, masa iya gue tadi bilangnya nyangkut." Retha ngedumel sendiri. Namun, keningnya langsung berkerut samar, ketika ada chat kembali masuk ke ponselnya. Awalnya, dia berpikir itu Eva yang mengirimkan balasan. Ternyata dia salah. Karena ternyata, nomor yang mengiriminya chat, adalah nomor baru yang asing. 085607119401 : Do you miss me?? Retha mendelik, "Siapa nih?" gumam cewek itu kebingungan. Lalu, chat dari nomor yang sama kembali masuk. 085607119401 : Serius, nggak kangen sama gue? 085607119401 : I miss you so much Tha. Udah lama banget ya? "Yee, sape lo? Bilang-bilang kangen ke gue segala," dumelnya sewot. Tapi tidak ingin menggubris orang yang kurang kerjaan begitu, Retha memutuskan untuk memasukkan ponselnya ke dalam saku kemeja. "Tha, lo ngapain, sih? Cepetan naik!" Retha mendelik, "Anjir, gue lupa." "Seh, keenakan kan lo di atas gue?" sinis Karrel menahan kesal. Retha mencibir. Bersusah payah untuk bisa naik ke atas pagar. Dan sesampainya di atas, cewek itu merem melek tidak berani melihat ke arah bawah. Gadis itu menggoyang- goyangkan kakinya. "Itu kaki lo bisa diem nggak sih? Nggak usah ngangkang-ngangkang gitu, Tha. Mau ngapain coba?" protes Karrel dari bawah, siap memanjat. "Kok lo bisa gampang banget sih?" seru Retha, saat Karrel sudah sampai di atas bersamanya. "Udah biasa." "Oh. Iya sih gue lupa, elo kan emang kembarannya monyet ya?" ledeknya. Karrel memicingkan mata, "Cot lo." "Gue turun duluan ya ini!" "Ya nggak bisa dong, harus cewek yang duluan!" protes Retha tidak terima, sebenarnya dia takut di tinggal Karrel nantinya. Mengingat, cowok itu sangat usil. "Ya udah, turun sendiri sana. Gue nggak tanggung jawab kalau tulang lo patah semua habis ini." "Eh?" "Gue turun duluan, maksudnya biar bisa nangkap lo dari bawah, habis itu," pekik Karrel benar-benar emosi di buatnya. "Oke-oke." Retha nyengir lebar sekali. Dengan gerakan begitu cekatan, Karrel sudah mendarat di tanah. Cowok itu membersihkan tangannya yang kotor terkena tanah, "Lompat, Tha!" seru Karrel dari bawah. "Aman nggak nih?" balas Retha lantang. "Nggak aman! Nggak usah lompat. Di situ aja, nikmati pemandangan." Seru Karrel mengasal. "Emang setan lo, Rel!" "Makanya buruan lompat! Gue tangkep dari sini. Cepetan! Sebelum ketauan. Ah elah, lama anying!" Gemas Karrel sambil celingukan menatap sekitar. "Sabar dong!" "Ayo buruan!" "HUAAA!!" Bruk Karrel berhasil menangkap tubuh Retha. Namun karena belum terlalu siap dan seimbang, keduanya terjatuh mengenaskan dengan posisi Karrel berada di bawah tubuh Retha. "Aduh!" Keduanya meringis bersamaan, apalagi saat kening keduanya berbenturan. "SEDANG APA KALIAN?" Oeqq Pak Sastro, kaur kesiswaan berperut buncit itu berjalan tergesa-gesa menghampiri keduanya. Sesampainya di depan dua murid itu, pak Sastro lantas berkacak pinggang. Menatap keduanya garang. "KARREL DAVIAN ANDARA!!" pekik pak Satro--selaku kaur kesiswaan di salah satu SMA swasta bergengsi di daerah Jakarta Selatan ini. Wajahnya terlihat memerah menahan amarah yang hendak meletup sekarang juga, ketika Karrel sudah nyungsep di tanah, bersama Retha. "TERLAMBAT LAGI?" Semprot pak Sastro, membuat Karrel yang sudah mendorong badan Retha agar menjauh darinya, langsung meringis, ngeri sendiri. "Akhirnya, bisa naik ke atas juga." seru Vian, ketika dirinya berhasil menggapai atas. Belum sadar saja, jika sekarang Karrel--temannya sudah kepergok pak Sastro yang sekarang berdiri tidak jauh dari tempat mereka. "Woy njing, tolongin gue nyet!" Di susul Tilo setelah itu. "Cot!” "Eh Gam, buruan naik! Sebelum ketauan si botak kita." pekiknya sambil menoleh ke bawah. "Sabar," pekik Agam, yang belum kelihatan wajahnya, hanya suaranya saja. Vian terkekeh, "Botak siapa Til?" "Siapa lagi kalau bukan si Sastro," oceh Tilo. "HEH, GUE MAU NAIK JUGA," rusuh Billy ikut-ikutan. Ke-empat orang itu memang masih belum sadar kalau ada pak Sastro di bawah sana. Laki-laki berwajah bulat itu, nampak membelalakkan matanya, ketika mendengar ocehan Tilo--murid nya yang tidak kalah bandelnya seperti Karrel mengatainya botak? Benar-benar murid kurang ajar. "TILO!!!!" teriak pak Sastro. Tilo mendelik, lantas melirik ke bawahnya, "E buset? Ada si botak--eh pak Sastro maksud gue," katanya, lantas menepuk bibirnya yang asal jeplak saja. "Seriusan lo Til, ada pak Sastro?" Agam yang berusaha untuk naik, nyalinya jadi menciut sekarang. "TURUN KALIAN!!!" *** Lapangan mendadak ramai di jam istirahat pertama, ini. Banyak murid yang di d******i perempuan, lebih memilih untuk menahan lapar dan dahaga mereka, demi melihat empat jajaran most wanted boy di sekolah mereka, sedang di sidang oleh pak Sastro di tengah lapangan sana. Tentu saja mereka tak akan menyia-nyiakan kesempatan langka ini. Kapan lagi, bisa melihat murid-murid populer di sekolah mereka, di jemur di bawah terik matahari seperti sekarang. Sembari hormat dengan tiang bendera, ke-limanya juga terpaksa harus mendengarkan ocehan-ocehan pak Sastro, yang menurut mereka tidak lah penting itu. Palingan juga kata-kata motivasi dan teguran ini dan itu. Lalu, semprotan akibat ulah mereka yang sudah lalu-lalu. Meskipun selalu berulah, dan membuat pelanggaran ini dan itu, nyatanya pesona mereka pun selalu memikat hati kaum hawa. Terutama untuk Karrel. Cowok yang menduduki predikat pertama, dari ke limanya. "KALIAN INI SUDAH KELAS 11, MASIH AJA SUKA TERLAMBAT. KALIAN PIKIR, INI SEKOLAH NENEK MOYANG KALIAN APA?" Bentak pak Sastro, membuat Vian mendelik. "Aduh pak, emosi sih emosi, tapi gak usah muncrat-muncrat juga ah elah." Vian mengeluh sembari mengusap- usap wajahnya sebal. "Diem kamu!" Semprot pak Sastro, membuat Viam terkesiap, lalu pura-pura bersiul, belagak sok polos, seolah tidak tau apa-apa. "Kalian ini, sudah mau kelas 12. Harusnya kalian bisa lebih dewasa. Kalian, sebenarnya niat sekolah apa enggak?" "Iyalah pak niat. Kalau gak niat, ngapain juga kami semua, rela-rela manjat pager belakang sekolah, kalau gak demi menuntut ilmu," oceh Tilo. "Lagian pak, nggak ada kata terlambat kalau buat nuntut ilmu," tambah Karrel sok bijak. Sementara itu, di tempat lain, Retha duduk anteng di ranjang UKS, saat pak Sastro menyuruhnya untuk mengobati luka di lutut. Beda dengan anak Levian yang di sidang di lapangan utama, Retha di beri keringanan karena selain baru kali ini terlambat, kaki cewek itu juga luka, karena nyungsep sama Karrel tadi. Retha menurut, saat Deya--degem imut, anak PMR itu, memintanya untuk duduk di ranjang ruang UKS. Sementara, cewek berpipi bulat itu, dengan telaten membersihkan luka di lutut Retha. Beberapa saat lalu, Karrel pamit untuk kembali ke lapangan, karena harus mengikuti sidang pak Sastro. Tapi, cowok itu janji setelahnya dia akan ke sini lagi, membawakan s**u kotak dan kue dorayaki kesukaannya. Entahlah, Retha jadi berdebar. Tidak sabar menunggunya datang. Deya melirik Retha sebentar. Si cewek terpintar di sekolahnya. Dia cantik, dan sangat populer di sini. Apalagi, kabarnya mantan ketua OSIS tahun lalu, naksir sama dia. Belum lagi, Karrel sang bosgeng utama juga katanya lagi dekat sama dia, membuat Deya tanpa sadar mengumpat, karena iri, gadis di depannya ini di kerubungi oleh cogan-cogan SMA Cendrawasih. Cewek mungil itu lumayan canggung. Apalagi, Retha sejak tadi hanya diam dan bengong. Cewek itu memang di kenal tidak terlalu banyak bicara. Tapi galaknya udah kayak anjing harder, kalau kata teman-temannya. Tapi masih sadis Davina, sang queen bee SMA Cendrawasih. "Kenapa?" tanya Retha dengan alis terangkat sebelah lalu membuang muka lagi, membuat cewek mungil itu tersentak kaget. "Eng-enggak kok kak. Cuma mau nanya, kakak jatoh dimana, sampai darahnya banyak begini?" Tiba-tiba Deya berseru, tanpa melihat Retha. Retha melirik adik kelasnya itu sebentar, "Jatuh pas manjat pager belakang sekolah tadi." Deya ber-oh ria, lalu mengangguk. "Lain kali, hati-hati dong kak. Sayang banget, lutut mulus begini harus di pakai buat jatoh." "Yeeee markonah, namanya juga musibah," sewot Retha. Lah, udah berani ngatain? Padahal baru kenal. Deya melongo, lalu mengerjap-ngerjap pelan. "Lo Deya anak kelas sepuluh, yang lagi deket sama Bincu bukan?" Deya mendelik, "Bincu? Bincu siapa kak? Aku nggak kenal sama yang namanya kak Bincu." "Si Vian, temennya Karrel. Cowok lo, kan?" Rika memang sering menyebut Vian itu Bincu, alias bibir mecucu karena bibirnya tebal. Membuat Retha jadi ikut-ikutan kadang. "Oh, bukan kok kak. Aku nggak pacaran sama dia. Cuma adek kakak an aja." "Seh, adek kakak an. Tapi entar kalau kakaknya punya pacar, cemburu. Eh, bagus deh kalau lo nggak sama Vian." "Kenapa kak? Kakak pacarnya kak Vian? Aku kira pacaran sama kak Karrel, gara-gara sempet heboh tuh, kakak di gendong pas di RIPU Cup kemarin." Retha mendelik, merasa malu sebenarnya. Gadis itu berdehem. "Dia bukan tipe gue," katanya tak acuh. "Tapi, kak Karrel ganteng loh, kak. Si Ulvi temen sekelas aku aja, pernah naksir sama kak Karrel. Sampai ngasih coklat juga." Deya bercerita dengan antusias. "Lah, sampai sekarang juga masih naksir?" Retha cengo. "Udah enggak, setau aku. Udah berbelok arah dia, naksir sama temennya kak Retha." "Siapa?" "Kak Jayden--yang ketua OSIS." "Lah, anjir. Belum gas juga di tolak duluan Itu anak. Lagian, Jayden udah ada monyetnya. Si Acheris, kan?" Deya menipiskan bibir sesaat, "Ihh, santai aja kak. Ulvi mah gitu anaknya. Tukang nyepik sana sini, tapi nggak pernah di seriusin." "Oh gitu." "Eh-eh, kak Retha kenal sama kak Niken nggak?" "Niken, siapa?" "Itu loh, yang murid baru, anak IPS 2 setau aku," katanya. "Oh, yang itu. Kenapa?" Deya mendelik, "Loh, kakak belom tau? Dia kan, udah di klaim sama kak Davina jadi musuhnya sekarang." Dia langsung menyebutkan nama queen bee dari sekolahnya. "Serius? Kok bisa?" "Katanya sih, kak Niken suka caper sama cowok-cowok di sekolah ini. Dan kak Davina nggak suka, soalnya pacar dia di godain gitu." "Kak Iqbal bukan?" "Iya, kak Iqbal." Deya mengangguk dengan antusias. "Perasaan Niken tuh kalem." "Ihh, justru itu kak. Jangan gampang percaya sama yang kalem-kalem gitu, padahal aslinya ular." Retha mengangguk, "Bener sih kata lo. Munafik gitu nggak, sih?" "Jum'at kemarin aja, kak Niken di bully habis-habisan sama kak Davina di koridor gedung G. Untung ada kak Shasa yang nolongin. Denger-denger, kak Shasa juga out dari geng-nya kak Davina. Sayang banget, kan?" "Kenapa out?" "Kak Retha kudet banget, sih? Masa nggak tau, kalau kak Niken tuh masih sepupunya kak Shasa?" Retha langsung melebarkan mata. "Wah, anjer. Denger-denger, pelakor tuh. Ya kan? Dulu tuh si Azka masih pacaran sama Denta, tapi di rebut." Deya mendelik, "Denta siapa?" "Anak Dharma. Ah, lo mana kenal sama dia," seru Retha songong. Sampai dia mengerutkan kening, saat mendengar suara bising dari luar UKS, membuatnya langsung menoleh. "TEBAK YA, HEWAN YANG HURUF DEPANNYA M APA HAYO???" Itu suara Bobby. Oh, ternyata mereka lagi main tebak-tebakan. "Musang," pekik Zheta cepat. "Monyet," seru Eva menjawab. "Mantan," pekik Rika bangga. Bobby mendelik, "Nama binatang loh Rik," katanya mengoreksi. "Mantan kan binatang," protes Rika tak mau kalah. Retha yang mendengar dari dalam UKS, jadi langsung terkikik. "Mantan tuh yang bisa di makan bukan sih?" tanya Eva. "Itu ketan," sahut Zheta sengak. "Loh, mantan kan yang nakutin Rika pas di toilet bulan kemarin, kan?" ujar Bobby cepat. "Itu setan," sembur Rika, yang baru memasuki ruang UKS. "RETHAAA!!!" pekik mereka langsung kompak, saat menemukan Retha ada di ruang UKS ini. "Parah nggak, Tha? Nggak, kan?" seru Rika menggebu-gebu. "Apa sih, cuma luka biasa." "Ih, berdarah dong. Pasti sakit banget ya kan?" pekik Eva lebay. "B aja kok," balas Retha. Sementara itu, Zheta nampak sibuk menimpuki Bobby, gara-gara cowok itu menggeser tempatnya, sampai dia nyaris terjungkal. Eva heboh bercerita ini itu, dengan Rika yang menimpali, kalau dia sudah dapet ID Line Naufan, dari temannya. Tapi belum berani chat duluan, malu. Eva tak mau kalah, dengan bercerita kalau dia lagi naksir anak Taruna, temennya Akhtar. Tapi belum tau, namanya siapa. Lupa mau nanya. Gerombolan heboh itu, jadi memelan saat Niken--memasuki ruang UKS, sambil memeluk n****+ teenlit. Retha tanpa sadar, menyenggol lengan Deya, Rika dan Eva, seolah memberikan kode. Zheta langsung memicingkan mata, menatap ke arah cewek manis itu. Beda hal-nya dengan Bobby yang tersenyum sok tampan, membuat Zheta reflek menjambaknya karena tak tahan dengan playboy ini. "Retha..." sapa Niken manis, saat melewati mereka, menuju lemari tempat obat-obat di letakkan. "Dek, tempat obat magh ada dimana ya?" tanya Niken pada Deya, yang kini langsung berdiri. Sementara Retha, masih melihat ke arah Niken dengan kening mengerut. Bingung saja, kok cewek itu sok akrab banget sih? Mana sok manis pula. Walaupun Davina queen bee sekaligus queen bullying, Retha tau, kalau cewek itu tak asal main bully orang. Membuat Retha jadi ikutan was-was sama Niken. Apalagi, Niken ini sepupunya Shasa. Tukang pelakor. "Tuh, korbannya Davina yang baru kan ya? Kasihan njir, cantik gitu di bully," kata Rika mulai gosip. "Davina nggak salah lah nyet. Gue kalau jadi Davina, lihat cewek lain caper ke cowok sendiri, ya ngamuk juga lah," cerocos Eva membela. "Itu sih, dasarnya kak Iqbal aja yang ganjen," kata Rika masih positif thinking. "Dah lah, gue tuh trauma sama cewek kalem," kata Retha, karena pernah hampir di tikung sama cewek kalem, waktu pacaran sama Bintang, dulu. Untung tidak jadi, karena Bintang tidak kepincut sama sekali. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD