Retha duduk di meja makan. Cewek itu terlihat sibuk mengoleskan selai vanilla di atas selembar roti tawar. Di sebelahnya, Artha yang dengan kalem mengunyah nasi goreng seafood ala sang mama. Satu keluarga yang di isi dua orang tua, dan dua anak itu, sarapan bersama dalam diam.
Sesekali, percakapan di antara mereka ber-empat terdengar.
Retha juga akan mengangguk, dan menjawab saat di tanya. Cewek itu kembali merunduk, hendak makan roti selai Vanilla itu, setelah selesai mengoleskan selai.
Sebelum ketenangannya terusik, oleh ponsel di sebelahnya yang tiba-tiba berdenting.
LINE
Karrel
.
Akhtar
Udah berangkat?
Abi
Pagi Retha♥
Retha mendesah, mendapati pesan masuk dari Akhtar, Abi dan juga Karrel. Tidak ingin membuang waktunya, Retha memilih untuk membalas lebih dulu, pesan yang lebih berbobot.
Akhtar : Udah berangkat?
Retha : Belum. Kenapa?
Akhtar : Cuma nanya.
Retha : Oh
Akhtar : Udah sarapan?
Retha : Ini lagi sarapan.
Akhtar : Yah, padahal mau gue ajak sarapan bubur bareng, di deket taman Pahlawan :(
Retha : Yang mana?
Akhtar : Itu loh, yang bubur ayamnya kang Yusuf.
Retha : Wah, enak tuh.
Akhtar : Mau?
Retha : Tapi, gue udah sarapan.
Akhtar : Ya nggak papa. Sarapan lagi.
Retha : Boleh deh.
Akhtar : Oke, gue otw jemput.
Retha tersenyum kecil sekilas. Kini, pandangan Retha beralih pada chat Karrel.
Karrel : .
Retha : ?
Karrel : !!!!
Retha : ???
Retha geleng-geleng tak habis fikir. Sepertinya, pilihan dia salah, membalas pesan dari Karrel.
Karrel : #$%&-+()*"':;!?
Retha : -_-
Karrel : =-O :-P ;-) :-( :-)
Retha : :3
Karrel : ~'|•√π÷׶∆£¢€¥^°={}©®™℅[]
Retha : J L ^___^ !@#%%&**)*&%!#!$%!%&!
Retha : Nih, ngomong sama sobat lo!!!
Karrel : Wkwkwk.
Retha : Stress
Karrel : Wah, berdosa banget. Lupa ha, kalau gue ini cowok lo?
Retha : Najis tau nggak.
Karrel : HEH, MULUT!!!
Retha : Tiket konser gue belum ada. Kapan lo kasih ke gue?
Karrel : Nanti.
Retha : beneran?
Karrel : Iya :")
Retha : Asek
Karrel : Tapi ada passwordnya.
Retha : Password?
Karrel : Cium dulu dong! Baru gue kasih tiketnya.
Retha : Tai
Karrel : Wkwkwk
Read
Retha tidak menggubris pesan Karrel lagi. Bisa ketularan sakit jiwa, kalau lama-lama meladeni cowok sialan itu. Kadang, Retha masih suka bingung sama cowok itu.
Kadang baik, kadang nyebelin, kadang kasar, kadang sosweet, kadang gila. Pokoknya, Karrel Davian Andara adalah spesies cowok teraneh di muka bumi ini.
***
Pemuda tampan, yang mengenakan seragam sekolah dengan badge SMA ternama, tengah duduk di depan teras rumah. Cowok itu Karrel, sudah sibuk berkutat dengan tali sepatunya yang mahal itu. Tidak ketinggalan, ransel hitam yang tercantel di bahu sebelah kanannya. Yah, Karrel akan berangkat ke sekolah, seperti hari-hari biasanya.
Awalnya, suasana rumahnya sepi, mengingat seluruh anggota keluarga masih berada di dalam rumah. Tapi tidak berlangsung lama, sebelum gangguan dari Bara datang.
"Kak, tarzan, tarzan apa yang bikin baper hayo?" Itu suara Bara. Cowok lima belas tahun itu, tau-tau sudah duduk di sebelahnya, sambil menenteng sepatunya.
Karrel melirik malas, "Apaan?"
"Tarzandung cintanya kak Retha sampai jatuh," balasnya sambil tertawa geli, padahal tidak lucu.
Karrel ternganga, yang tidak lama langsung menggeplak kepala bagian belakang Bara, "Cot lo," umpatnya.
Bara melotot lebar. Berniat untuk membalas kelakuan sang kakak, namun sang mama keburu datang dari belakang, bersama papanya, sambil menenteng tas kerja. Bara langsung menoleh sepenuhnya.
Cowok itu jadi mendengus, "Mih, pokoknya mami harus ngasih tau wali kelas aku nanti, biar aku yang jadi jahat waktu pentas drama bulan depan," kata Bara langsung protes kembali.
Karrel mendelik, "Lah, emangnya lo ikutan drama?"
"Gue ganteng. Makanya kepilih buat ikutan lomba teater," serunya dengan wajah songong.
"Dih, jadi apaan lo? Pohon ya?"
"Mulut lo," tegur Bara melotot, "Jadi pemeran utamanya gue," lanjutnya.
"Dih, sok banget anjir," katanya sewot.
Chinta menoleh ke arah Bara, dan tak lama jadi mendengus.
"Dek, kan udah di pilih sama wali kelas kamu. Mana bisa di ganti-ganti gitu??" ujar Chinta memberikannya pengertian.
Bara manyun, "Nggak mau Mi. Bara mau jadi jahat aja. Biasanya, yang jadi jahat tuh pasti ganteng," celotehnya dengan wajah tanpa beban.
Karrel bengong, "Mana ada njir kayak gitu?" protesnya kesal.
"Lagian, aku sibuk futsal Mi. Kalau jadi pemeran utama, dialog aku yang banyak. Nggak mau ah," protesnya sambil merengek kecil, kini.
Barga--sang ayah sama sekali tidak menggubris. Justru menoleh ke arah gerbang depan yang terbuka. Satpam penjaga rumah yang berjumlah dua orang, sudah sibuk membukakan pintu gerbang.
Saat gerbang terbuka, sebuah mobil SLK sport dengan warna gold, tau-tau sudah memasuki pekarangan rumah keluarga Andara. Karrel yang belum sadar, masih sewot-sewotan dengan Bara, menyuruh cowok itu bagian jadi tukang bersih-bersih saja saat drama nanti, daripada ribet begini.
"Kak! Lihat deh ke sana!" suruh Barga pada putra sulungnya.
Karrel yang barusan menabok kepala Bara sekali lagi, langsung menoleh seketika. Matanya melebar, ketika melihat mobil SLK impiannya, sudah bertengger di depannya tepat. Cowok itu langsung berdiri, menatap kagum mobil dengan warna berkilau itu.
"Wah gi-la," pekiknya spontan, "Buat aku beneran, Pih?" tanyanya dengan raut wajah masih terkejut.
Kini jadi berlari menghampiri mobil yang di kemudikan orang suruhan sang ayah. Tangannya mengelus-elus setiap bagian body mobil barunya, dengan mata berbinar.
Bara tidak mau ketinggalan, dengan ikutan melihat mobil baru itu.
Barga tersenyum tipis, menjaga image sebagai bapak-bapak pejabat.
"Iya lah, masa buat mami kamu," kata pria tampan itu. Chinta jadi terkikik.
"Pih, aku juga mau," pekik Bara jadi protes kini, "Ya kali, mobilnya kakak ada dua, aku masih naik sepeda," kata cowok itu dengan wajah sebal.
"Heh!" tegur Barga, "Kamu belum 17 tahun. Mana boleh papi izinin nyetir mobil sendiri?" celotehnya sewot.
"Kak Karrel pas umur 16 tahun, juga udah papi izinin naik mobil," protes Bara tak mau kalah.
Karrel melirik sinis, "Karena gue anak kesayangan papi sama mami. Beda lah sama lo yang anak pungut," katanya dengan wajah sengak belagu.
Bara memicingkan matanya, langsung menendang p****t kakaknya itu.
"Nanti, pas kamu udah 16 tahun, papi beliin motor," ucap Barga.
Bara menoleh, dengan mata yang berbinar, "Beneran Pih? Aseekk. Yang kayak punya kak Karrel pokoknya. Tapi warna merah, biar kayak motor nya boy," katanya jadi semangat.
"Boy udah mati. Lo omongin mulu. Kasihan njir arwahnya," seru Karrel.
Bara ternganga, "Loh, emang iya?"
"Iya lah. Gue di kasih tau sama Azka waktu itu," balas Karrel.
"Awas ya kak, kalau sampek papi lihat kamu nakal lagi di sekolah, papi gak bakalan mikir dua kali, buat jual lagi mobil kamu ini," ancam Barga dengan raut wajahnya yang tetap tenang.
"Waduh...enggak dong Pih. Mana ada aku kayak gitu," sahut Karrel cepat.
"Loh, sok lupa lagi," sindir Barga jadi pedas, "Melawan guru, manjat pagar belakang sekolah, rokok di belakang perpustakaan, terlambat setiap hari, nggak pernah bikin PR. Ckckck, masih mau ngelak kamu?" Ayahnya sampai geleng-geleng kepala. Pusing sendiri melihat kelakuan anak tertuanya.
Karrel ngedumel dalam hati. Sudah feeling sih, kalau kasusnya di sekolah bakalan di bacain ayahnya setiap kali membahas soal beginian. Bahkan pernah satu kali, saat Barga datang ke sekolahnya, karena Karrel bikin babak belur junior, Barga tidak pikir panjang buat menggetok kepala Karrel pakai buku kasusnya sendiri.
Karrel pura-pura tertawa ringan dan sok tenang, "Santai-santai, Pih. Mulai sekarang, Karrel bakalan berhenti jadi anak bandel. Masa anak pertama dari keluarga Andara, nambah kasus mulu di sekolah? Ye nggak?" katanya dengan wajah songong.
Barga mencibir, "Papi beneran loh kak, kali ini. Nggak usah berantem lagi! Papi malu sama pak Daffa, waktu beliau bilang, sekolah kamu sama sekolah Gasta sering tawuran," kata pria itu lebih serius lagi.
Karrel menyeringai, "Iya Pih. Karrel udah mau tobat kok. Tenang aja lah! Lagian, ngapain sih, berantem nggak jelas gitu? Untungnya apa coba? Aku mumpung masih muda, harus sekolah yang bener dong. Jangan bikin malu orang tua terus. Ya nggak?" katanya dengan wajah bahagia, karena baru saja di belikan mobil.
"Dih, nggak ngaca nih anak," sahut Bara langsung julid.
Sementara itu, Barga makin mendelik horor menatap anak tertuanya. Tidak jarang, Barga memberikan pelototan kecil pada anaknya itu.
"Terimakasih ya Papi, atas mobil baru nya! Karrel suka. Senang, bisa bekerja sama dengan anda," katanya dengan riang, dan wajah tanpa dosa.
Barga makin ternganga, melihat sisi lain dari anaknya ini.
"Jangan lupa, itu mobil buat antar jemput Retha juga!" tegur Chinta.
Karrel langsung mendelik, "A-apa? Aku antar jemput Retha?" tanyanya.
"Iya lah kak. Dia kan pacar kamu sekarang. Dia juga yang bisa bikin kamu punya mobil baru," seru sang mami dengan wajah serius.
"Ck, Mih--"
"Kenapa? Kamu nggak mau?" sewot Barga seketika. Karrel yang baru akan protes, langsung diam seketika.
"Pih, dia tuh batu. Mana mau kalau aku jemput?? Yang ada, aku di maki duluan sama dia," seru Karrel.
Barga mendengus, "Di paksa dong!!! Dia tuh pacar kamu sekarang. Kamu harus baik sama dia!" tegasnya.
"Apaan sih, cuma pacaran pura-pura doang lagian," bantah Karrel.
"Iya, kalian emang cuma pura-pura pacarannya. Tapi, walaupun begitu, kamu harus tetep peduli dong sama dia," sahut sang mama.
Karrel langsung mendecak, "Dia tuh punya sopir Mih. Biasanya, dia juga naik motor kok. Ngapain coba, harus Karrel yang jemput dia?" protesnya.
"Mami tau, Karrel sebenarnya sayang sama Retha, kan?" pancing Chinta, sambil menahan senyum geli.
Barga dan Bara kompak mendelik. Walau begitu, tetap menjatuhkan bola mata mereka, ke arah Karrel.
Karrel mencuatkan bibir. Melirik ke arah maminya, "Enggak tuh," serunya masih sempat mengelak.
"Bohong banget. Waktu itu aja kamu nanyain terus ke mami, Retha ikutan apa enggak," ledek Chinta.
"Wah, siapa yang ngajarin kamu jadi fuckboy begini kak? Katanya naksir Denta, kok malah Retha?" ledek sang papi, ikut-ikutan memojokkan.
"Siapa yang naksir Retha sih?" pekik Karrel tak terima.
"Ya elo lah. Lo aja bilang ke gue kak waktu itu, kalau naksir kak Retha."
Karrel langsung mengumpat.
"Oke-oke. Karena hari ini aku sangat bahagia, soalnya dapet mobil baru, aku bakalan jemput Retha," katanya langsung ceria seketika.
Hal itu membuat ke-tiganya langsung mendelik seram pada Karrel.
***
Wajah Karrel berubah tidak senang, dua detik setelah dirinya sampai di depan perumahan Retha. Melihat cewek itu yang cekakak-cekikik bersama seorang pemuda.
Niat hati ingin jemput dia, karena suruhan orang tuanya, Karrel malah di suguhi pemandangan tidak sedap, dimana Retha yang sedang berada di boncengan lelaki yang teramat sangat di kenalinya. Dia Akhtar--bosgeng utama SMA Taruna Jaya Prawira.
Mereka sedang berniat untuk berkencan, gitu? Ini masih pagi.
Masa ngajakin kencan anak orang, pakai motor sih? Walau hari masih pagi, dan tentunya udara tidak panas, tetap saja kelihatannya sangat tidak pantas sekali. Udah gitu, kencannya di tempat murahan lagi.
Apaan? Warung bubur ayam pinggir jalan?
Idih.
Karrel langsung julid.
Makanannya paling mahal, juga cuman 20.000. Dasar nggak modal. Kayak Karrel dong, meski tidak ada niat ngajak makan bareng, tapi dia jemput Retha pakai mobil baru.
Tapi, agak kesel juga sih, melihat mereka berduaan. Apalagi, Akhtar yang gencar sekali mengajak Retha berbicara, meski cewek itu hanya menjawabnya singkat-singkat saja.
Kira-kira, kalau Karrel ke sana, Retha bakalan nyapa dia nggak ya? Di coba aja dulu. Karrel bakalan pura-pura pesen sesuatu. Biar nggak kelihatan banget, kalau dia nge-buntuti mereka.
Karrel berdehem. Lantas keluar dari dalam mobilnya. Masuk ke dalam warung.
"Buk, bungkus dua ya!" pekik Karrel, sengaja keras, sambil melirik Retha.
"Siap den, di tunggu dulu!" balas pemilik warung.
Tapi kok ya, si Retha nggak sadar gitu loh. Padahal, Karrel kan udah kenceng banget ngomongnya.
Cowok itu masih berdiri, sambil dehem-dehem nggak jelas.
Tapi, mata perempuan itu malah asyik menikmati video Going Seventeen di channel youtube Seventeen, sambil melanjutkan makan.
Apalagi, Akhtar yang kelihatan ikut melihat. Pakai acara nempel-nempel lagi, menyebalkan. Tapi, Retha kok ya nggak protes gitu, loh.
Harusnya kan protes.
"Retha!" Karrel memanggil. Sudah tak tahan jadinya.
"Loh, Karrel? Kok, lo ada di sini juga?" tanya Retha bingung.
Karrel memposisikan tubuhnya, duduk di sebelah Retha.
Gadis itu tidak memprotes, tapi masih menatapnya dengan bingung.
"Suka-suka gue dong, mau ke sini apa enggak. Bukan urusan lo juga, kan? Ngapain nanya-nanya?" omel Karrel langsung sewot.
Retha memicingkan matanya.
"Ya udah sih, biasa aja!" balas Retha, cuek. Kembali asyik menonton video idolanya.
Kesal karena di abaikan, Karrel memutuskan untuk berseru kembali.
"Heh!" Karrel mencolek-colek lengan Retha sewot, "Ngapain nanya-nanya?" tanya cowok itu, lagi.
"Apa sih? Lo kan tadi yang kesel gara-gara gue tanyain. Ya udah, gue nggak jadi nanya, kenapa lo di sini juga," tutur Retha sinis.
"Sekarang, gue mau jawab."
"Gue nggak jadi, nanya!" tukas Retha.
"Gue mau beli sarapan. Nggak usah kepedean lo! Pasti, lo mikirnya gue ngikutin elo, kan? Najis!" celoteh Karrel, sewot.
Retha memutar bola matanya jengah, menatap Karrel tak suka, "Kenapa lo bisa kepikiran sampai kesitu, sih? Nggak ada untungnya juga ya, buat gue mikir begituan. Dasar, gila!" omel Retha.
"Lo ngapain ke sini?"
"Makan lah!" balas Retha cepat, "Nggak lo lihat gue ngapain?"
Karrel mendesah, "Harus banget sama dia?" tanyanya ketus.
Akhtar yang kesal dengan penuturan Karrel pun, angkat bicara.
"Dih, emang gue kenapa?"
"Cot," umpatnya, Karrel mendengus, melihat ke arah Retha, "Lo cewek gue sekarang. Tapi lo malah sama cowok lain. Gimana sih?" protesnya.
Akhtar ternganga.
LAH???
"A-apa lo bilang?" tanya Akhtar.
Karrel tersenyum miring, "Retha udah pacaran sama gue. Mending, lo nggak usah deketin dia lagi!" tegurnya.
"Retha nggak bilang apa-apa ke gue tuh," balas Akhtar membela diri.
"Ya emang lo siapa, pakek Retha harus laporan ke elo segala?" kata Karrel lebih ngotot, Akhtar jadi mendelik.
"Ayo, berangkat sama gue!!!" Karrel langsung menyambar tangan Retha.
Retha mendelik, "Gue sama Akhtar tadi. Masa jadi sama elo?"
"Lo ikut gue, atau tiket lo gue bakar?" ancamnya, membuat Retha makin melotot.
"Eh, jangan! Punya gue! Gue belum pegang," seru Retha cepat.
"Makanya nggak usah ngebantah," kata cowok itu.
Retha langsung meringis, menatap Akhtar dengan perasaan bersalah.
"Akhtar, maaf ya! Gue berangkatnya sama Karrel aja. Nggak papa, kan?" tanya Retha dengan kerlipan polos.
Karrel mengumpat, mengusap wajah imut Retha dengan telapak tangan kanannya.
"Nggak usah sok imut gitu kali," sahut Karrel langsung nyolot.
"Kenapa? Terpesona ya lo sama gue?" seru Retha sambil tersenyum sinis.
"Idih."
Akhtar mendesah, "Ya udah nggak papa. Tapi, kapan-kapan kita berdua bisa jalan, kan?"
"Bis--"
"Ya nggak bisa, dong! Itu namanya lo lagi selingkuh sama gue," sahut Karrel menatap Retha langsung melotot.
Akhtar menggerutu kecil, "Beneran pacaran ya Tha?" tanyanya dengan kerlipan di matanya.
Retha mengkerut kecil. Mengangguk pelan membenarkan, "Iya," balasnya membuat Karrel tersenyum songong karena merasa menang.
Akhtar mencuatkan bibir,"Ya udah, gue tunggu putusnya kalian kalau gitu. Semangat ya berantemnya!!!"
Senyum Karrel langsung luntur seketika. Cowok itu jadi mendelik maksimal pada Akhtar yang mulai berdiri dari duduknya.
"Hah?" pekik Retha, bingung dengan penuturan Akhtar barusan.
Akhtar tersenyum kecil, mengusap kepala Retha dengan gemas.
"Gue langsung ke sekolah aja kalau gitu. Lo beneran mau sama Karrel aja kan?" tanya Akhtar.
"Sorry ya! Gue nggak tau kalau Karrel bakalan dateng," sahut Retha dengan sungguh-sungguh.
Karrel mendecih pelan, apaan sih, drama banget hidup mereka ini.
Akhtar tertawa pelan, "Santai aja kali Tha. Kita masih ada banyak waktu buat jalan bareng," kata cowok itu sambil mengulum senyum tipis.
Retha merapatkan bibir, mengangguk kecil kemudian.
"Duluan!" pamitnya, kemudian berjalan pergi.
Meninggalkan Retha yang langsung melirik sinis ke arah Karrel. Lagi-lagi, cowok itu bersikap menyebalkan, dan membuat acara sarapannya dengan Akhtar pagi ini, jadi terganggu.
Sementara Akhtar, yang baru berjalan keluar dari warung bubur ayam itu, langsung memudarkan senyumnya, saat hendak sampai di dekat motor. Langkah cowok itu mendadak jadi lemas. Menahan rasa sakit, karena di tampar kenyataan menyedihkan.
Akhtar mendesah samar. Selanjutnya jadi tertawa miris, "Gila ya, padahal gue belum sampai nge-gas beneran. Tapi udah sakit banget sialan," umpat nya dan langsung meraih helm.
Di sudut tempat lainnya, Karrel dan Retha mulai melangkah ke arah mobil sport Karrel yang terparkir di depan warung bubur ayam itu.
Retha reflek melirik Karrel yang kini malah tersenyum songong, seakan dia lagi memamerkan mobil ini padanya.
"Baru nih?" sindir Retha, karena tau, Karrel berharap di tanya.
"Wah...ya jelas dong," katanya dengan wajah sengak belagu. Retha jadi gatal, ingin menampol cowok itu.
Retha mendecih saja, tidak terlalu ambil pusing.
"Ayo-ayo masuk!" ajak Karrel dengan wajah riang gembira, "Hati-hati ya!!! Jangan sentuh-sentuh, entar lecet! Ini mobil baru soalnya," kata cowok itu langsung songong.
"Sombong," hardik Retha.
"Fakta," balas Karrel tanpa dosa.
"Eh, mau kemana lo??? Bentar dong bentar!" tahan cewek itu, saat melihat Karrel yang hendak berjalan menuju pintu mobil sebelah kanan.
Karrel langsung mengeryit.
"Apaan?"
"Bukain dong!" suruh Retha dengan wajah tanpa dosa. Karrel mendelik.
"Mager. Siapa elo dah?" tanya Karrel langsung sewot.
Retha langsung merengut, "Cewek lo kan? Lupa?" katanya melotot.
"Terus? Gue ini cuma pacar lo, bukan sopir lo," balas Karrel pedas.
"Dih, bodo. Bukain nggak? Atau gue telpon Akhtar supaya puter balik jemput gue?" ancamnya, membuat Karrel langsung menciut.
Dengan sebal, cowok itu membuka pintu penumpang, samping kemudi. Retha langsung tersenyum menang.
"Nah, gitu dong. Lo kan cowok, harus gentle. Walaupun cuma pura-pura ya, kita harus senatural mungkin, kan?" kata Retha dengan menyebalkan.
Karrel mengumpat, menatap cewek itu dengan sengit, "Lo--lo lagi mau ngebales gue ceritanya? Karena gue gagalin kencan lo tadi?" tanyanya.
"Enggak, tuh."
"Terus?"
Retha mendesah, "Gue sering lihat ini di drama Korea. Cowoknya bukain pintu buat ceweknya. Dan gue lagi mempraktekan aja sih," katanya tanpa beban.
Karrel menggerutu, "Kebanyakan nonton drama Korea sih lo, jadinya mabok gini," gerutunya, langsung mendorong kepala Retha supaya cewek itu segara masuk.
"HEH!!!!!" panggil Retha spontan saat melihat Karrel hendak pergi.
Karrel mendecak, "Apa lagi sih??" katanya sudah geram.
"TUTUPIN-TUTUPIN!" katanya dengan suara galak, sambil melotot lebar. Bermaksud pada pintu sebelahnya yang masih terbuka.
Karrel langsung mengerang, sambil menjambak rambutnya dengan gemas. Merasa sangat frustasi karena kelakuan cewek ini.
Meski begitu, dia tetap menurut dengan menutup pintunya. Yang tak lama, langsung berjalan ke pintu satu lagi, untuk ikut masuk ke dalamnya.
"Lo sengaja banget ya, mancing emosi gue, terus?" sinis Karrel, saat sudah masuk ke dalam mobilnya.
"Loh, ya enggak. Kita pacaran, dan lo harus bersikap gentleman dong!" seru Retha tak mau kalah.
Karrel merengut, "Oh ya, nih buat lo," kata cowok itu sambil mengambil paper bag di belakang, melemparkan ke pangkuan Retha.
Karrel memberikan seragam baru untuk Retha, membuat kening Retha mengerut samar.
"Apa-apaan, nih?"
"Udah sih, nggak usah banyak komentar. Pakai aja, besok!" Karrel menyahut, sewot.
"Seragam gue masih bagus," kata Retha, berniat memberikannya lagi pada Karrel.
Mata Karrel memicing tidak senang, "Seragam lo ketat! Lo niat sekolah, apa pamer body? Lagian body tepos, apa yang mesti lo banggain?" sinis cowok itu, membuat mata Retha membelalalak.
"Terus, urusannya sama lo, apa?"
"Gue ini cowok lo," katanya dengan suara kecil, tapi sangat tajam.
"Lo lagi bales dendam ceritanya???" tuduh Retha, di balas delikan tak suka oleh pemuda itu.
"Coba lo cari, di dalam situ juga ada kalung," seru Karrel, membuat Retha langsung tersentak.
Cewek itu langsung mengubek bagian bawah seragam itu.
"Dari elo?" tanya Retha ternganga, saat berhasil menemukan kalungnya.
Karrel menggeleng cepat, "Dari Denta. Itu barang yang di titipin ke gue buat elo, sebelum dia koma," katanya, yang berhasil membuat Retha tertegun.
"Gue nggak tau, kenapa dia ngasih ini buat lo. Padahal, lo nggak sepenting itu di hidup dia," kata Karrel. Retha spontan melirik sinis ke arahnya.
"Tapi, sebelum dia pergi, dia minta ke gue buat selalu bahagia. Meski bukan dia alasan dari itu semua. Gue nggak tau, kenapa dia bisa ngomong kayak gitu," kata Karrel, lanjut terkekeh dengan hambar. Mulai melajukan mobil sport barunya itu.
Retha meneguk ludah. Menata poni ratanya sebentar. Lalu menatap ke arah Karrel dengan ragu.
"Dia...bilang kayak gitu?" tanyanya dengan ekspresi memastikan.
"Iya. Gue kayak ada firasat gitu kalau dia mau ngasih wasiat ke elo, tapi dia keburu koma," balas Karrel.
Retha mendelik, "Wasiat-wasiat. Lo kira dia udah mati apa?" tanyanya.
"Iya-iya. Pesan dah, pesan," katanya langsung mengoreksi, malas berdebat.
***