26 | Jadian Pura-Pura

2881 Words
Keluarga Masayoshi, sudah tiba di depan sebuah rumah mewah, bergaya Eropa Jawa yang klasik. Tempat si empunya acara, mengadakan acara makan malam, yang hanya di hadiri oleh kolega-kolega penting saja. Brahma bersama sang istri, nampak turun lebih dulu dari kursi belakang. Lalu kemudian, di susul Retha yang keluar dari pintu depan, dan tidak lama--Artha yang di peralat menjadi sopir dadakan malam ini, juga ikutan sambil membenarkan kemeja putih yang di kenakannya. Retha sendiri, mengenakan gaun pink pastel dengan panjang selutut. Tidak lupa, tas slempang kecil berwarna hitam. Rambutnya yang di curly, di ikat ekor kuda tinggi-tinggi, untuk menyempurnakan penampilannya. Ke-empat anggota keluarga itu, tidak berlama-lama di sana, dan segera masuk ke dalam rumah. Setiap kali ada orang masuk, ada dua orang penjaga yang siap untuk bantu membukakan pintu. "Silahkan masuk, tuan!" Penjaga mempersilakan masuk dengan sopan, dan kembali menutupnya lagi. Diam-diam, Retha mencuatkan bibir kecil--lumayan canggung. Sebelumnya dia tidak pernah mau ikut acara-acara seperti ini. Tapi berhubung dia di paksa, sekalian mau numpang makan, akhirnya dia mau-mau saja ikut. Kepala Retha, kini tertoleh kanan kiri, melihat-lihat rumah mewah ini. Menatap kagum setiap desain-nya. Rumah ini bahkan lebih mewah dari rumahnya. Awalnya, dia biasa-biasa saja. Namun tidak lama, dia justru mendelik, lalu melebarkan matanya begitu saja, saat melihat foto keluarga yang tertempel di dinding ruang tamu. Di dalam foto itu, ada empat orang. Orang tua dan dua anak laki-laki. Fotonya biasa saja. Yang menjadikan luar biasa adalah, ada foto Karrel di dalam sana. Tersenyum tampan, dengan kemeja hitamnya, berdiri di belakang orang tuanya yang sedang duduk, bersama cowok dengan tinggi tidak kalah jauh darinya. LAH?????? Retha ternganga, di campur cengo. Ini rumah Karrel? Retha memang sudah tau dari dulu, kalau Barga--papa Karrel dan Brahma memang satu partai politik, dan kerja sama di banyak bidang. Tapi, dia tidak tau kalau malam ini, akan di ajak ke rumah cowok kadal itu. "Halo! Sudah sejak kapan datang???" kata Barga si tuan rumah menyapa, yang baru datang bersama sang istri, dengan sangat ramah. Brahma tertawa, menjabat tangan Barga dengan formal. "Baru saja datang," balasnya. "Ini, anak kalian yang nomor dua itu?" tanya Chinta yang menatap Retha takjub. "Iya jeng. Tumben-tumbenan malam ini mau di ajak ke acara begini," tutur mama Retha menjawab. Retha meringis kecil, tersenyum malu menatap Chinta, "Malam tante!" sapa gadis itu, lanjut menyalimi. Chinta tersenyum, "Iya malam. Nama kamu siapa?" ujar Chinta. "Retha tante," balasnya sopan. Chinta mengerutkan kening. Seperti tidak asing dengan nama itu. Namun tidak peduli banyak, dan mengangguk saja. Awalnya, ingin bertanya lebih banyak lagi, sebelum gangguan datang. "Wah, cantiknya!!" Retha, Artha dan lainnya kompak mendelik. Saat bocah SMP, 15 tahun, tau-tau nongol dari balik punggung Barga, sambil makan brownies. "Ini Bara," kata Barga, "Putra ke-dua saya. Masih lima belas tahun, tapi emang udah tinggi banget, kayak anak SMA," lanjutnya memperkenalkan. Bara nyengir, lanjut mengelap tangan kanannya yang agak kotor, ke celana bahannya, lalu mengulurkannya ke arah Retha. "Kenalin, nama gue Bara!" kata cowok itu belagak sok cool. Artha yang ada di sebelah Retha, diam-diam ingin mencekik anak itu. Retha mendelik kecil. Meski begitu tetap menjabat tangan Bara, "Retha," balasnya dengan tenang. "Retha?" Bara menaikkan sebelah alis, mencoba mengingat-ingat, "Kazumi Masayoshi bukan?" tanyanya lagi. "Eh? I-iya," balas Retha ragu. Bara langsung melebarkan matanya. Kepalanya menoleh ke arah belakang. "KAK KARREL, INI ADA KAK RETHA LOH, KOK NGGAK DI SAMPERIN SIH?" pekik Bara rusuh, membuat si empu nama menoleh. "Eh??" Semua orang melongo kaget. Karrel yang dari tadi pura-pura minum sambil makan cemilan, saat tau ada Retha di rumahnya, langsung tersentak kaget. Minuman yang ada di dalam mulutnya, hampir tersembur keluar. Untung tidak jadi. Tapi, dua detik berikutnya, Karrel lanjut pura-pura ngobrol sama sepupu-sepupunya yang baru datang dari Bali. Tidak sama sekali peduli. Chinta jadi ikut melebarkan mata, saat ingat bahwa nama Retha adalah nama cewek yang di tanya Karrel terus sejak tadi. "Karrel, sini!" suruh papanya, sambil melambaikan tangan, memberi isyarat untuknya mendekat. Karrel diam-diam mengumpat, tapi belum mau mendekat. "Tuan muda! Anda di panggil sama bapak." Salah satu pelayan yang lagi berdiri tidak jauh darinya, jadi langsung menegur. "Gue tau," balasnya ngotot. Karrel mendengus, kemudian melangkah mendekat, walau dengan tampang ogah-ogahan. "Karrel! Kamu ini gimana sih? Tadi aja sibuk, nanyain Retha ikut ke sini apa enggak. Giliran ada orangnya, pura-pura nggak tau," omel Chinta, saat melihat putranya mendekat. Karrel makin mengumpat, walau dalam hati, saat mamanya malah membocorkan itu. Sementara Retha, hanya diam saja, meski sebenarnya bingung juga. "Malu kali tuh, mi. Sama gebetan!" celatuk Bara menyindir sarkas. "Diem lo!" omel Karrel melotot. "Lah, kan emang bener kak. Ini cewek yang lo ceritain ke gu--hmppt!!" Bara langsung meronta-ronta, saat Karrel membekap mulutnya. "Kak, jangan gitu dong! Kasihan kan adeknya," tegur Chinta, kemudian jadi meringis, "Maaf ya, mereka emang suka gitu," katanya jadi malu. "Nggak papa kok tan. Aku juga hobby berantem sama Retha," balas Artha sambil mesem-mesem. Retha melirik, "Dih, lo aja kali," kata cewek itu sarkas. "Kak, kenalan dulu sama Retha!" ujar sang papa. "Lah, ngapain pi? Orang udah kenal kok," seru Bara sewot. Karrel mendecih, "Siapa yang kenal? Cuma temen satu sekolah juga," seru cowok itu mengelak. "Cih, dasar ular," sindir Bara. Karrel menahan diri untuk tidak menonjok muka Bara, yang tak lama, jadi menarik napasnya, mencoba tetap tenang. Lalu menjulurkannya ke arah Retha, meski agak gugup. "Hai, gue Karrel!" sapanya dengan gaya cool, dan tersenyum kecil. Retha tidak bisa menahan untuk tidak memicingkan matanya. Dan tak lama langsung menjabat balik tangan Karrel, "Retha," balasnya mencicit kecil, kemudian menarik tangannya lagi dengan cepat. Mamanya meringis, "Maaf ya Karrel! Retha memang pemalu sama cowok yang baru dia kenal," sahutnya. Karrel jadi melirik Retha sinis. Lanjut meringis, dan julid dalam hati. CIH, PEMALU SEKALI DIA. "Dia memang nggak pernah mau ikut acara beginian. Tapi hari di paksa sama papanya ikut, gara-gara nggak ada pembantu di rumah. Takut ada apa-apa," lanjut sang mama. Barga tersenyum. Beda hal-nya dengan Brahma yang memicingkan mata ke arah Karrel, seperti memberi tatapan menyelidik. "Mungkin...Karrel bisa ajak Retha buat jalan-jalan ke belakang. Sekalian ngobrol kan seru. Kalian juga temen satu sekolah kan?" kata Barga. NGGAK!! Gue nggak mau. Gue mau nyari makan aja, daripada harus sama dia. Retha menggerutu, tapi mencoba tetap kalem. "Wah, ide bagus tuh," sahut Brahma langsung sumringah, tak seperti tadi. Chinta mengangguk setuju. "Sebenarnya, aku tuh nyuruh Karrel lihat lampion-lampion di deket kolam renang. Mumpung ada Retha, jadi kan ada yang nemenin." Tiba-tiba, Chinta bercerita sambil kedip-kedip ke arah mamanya Retha. Retha dan Karrel tentu saja tidak bodoh. Mereka mencium bau-bau konspirasi di antara ke-duanya. "Wah pas banget. Retha memang suka banget sama lampion. Ya kan dek?" Retha semakin kesal, saat mamanya menyenggol-nyenggol lengannya. Karrel meringis kecil. Apa katanya tadi? Adek? HUWEK!!!! "Aku nggak suka lampion kok," sahut Retha berusaha tetap kalem. Mamanya terkekeh geli, sambil menabok lengan Retha keras-keras, membuat dia mendelik seketika itu juga. Retha kesakitan, sodara-sodara!! "Bisa aja kamu bercandanya," kekeh mamanya. Busyeettt, siapa yang bercanda? "Karrel, sana ajakin Retha buat jalan- jalan!" seru Chinta. Retha mendelik. Memangnya, kapan dia bilang mau? "Ya mi!" Sangat menyebalkan, jika sekarang Retha tau, Karrel malah nurut saja. "Ayo!" ajak Karrel. Cowok itu tak bisa menahan diri, untuk tidak menampilkan seringaian iblisnya, ke arah Retha. *** BRAK "APA????" Ke-dua remaja itu reflek memekik sambil menggebrak meja bersamaan, saat mendengar para orang tua yang meminta mereka untuk pacaran pura- pura, demi memperlancar kampanye dalam PILKADA dua bulan lagi. Semua orang pun kompak terkejut setengah mati, mendengar bunyi gebrakan nyaring itu. "Aduh Bara keselek,” kata Bara sambil memegangi tenggorokannya yang sakit. Artha yang duduk di samping cowok itu, buru-buru mengambilkan minum. "AKU HARUS PACARAN SAMA DIA??" pekik Karrel dan Retha kompak, dan saling tunjuk satu sama lain. "YANG BENER AJAAAA!!!" jerit ke-dua remaja itu lagi, bersamaan. "Udah kelihatan kalau jodoh nih. Ngomong aja udah barengan gitu," celatuk Bara tanpa dosa. "DIEM!!!" sentak Karrel dan Retha kompak, membuat Bara langsung tersentak, menciut jadi takut. Karrel mendesah, "Ini prank ya Pi?? Mana kameranya?" tanyanya bingung. "K-kenapa?" tanya Barga bingung, menatap dua remaja itu. Retha mendesah samar. Menjilat bibir bagian bawahnya, mencoba untuk tak sewot, dengan para orang tua. "Begini om, masa aku harus pacaran sama Karrel?" tanya cewek itu masih berusaha kalem. "Ya memangnya harus gimana?" seru Barga tetap sabar. Retha mendecak, "Kenapa harus sama Karrel?" tanyanya sambil mengerang, frustasi sekali. "Ya udah, sama gue aja kak," sahut Bara tanpa beban. "Kenapa harus elo?" balas Retha pedas, membuat Bara mendelik, tapi tak peduli dan lanjut makan. Karrel lantas melotot sewot, "Yee, apa sih? Lo kayak nggak terima gitu, cuma gara-gara di suruh pacaran sama gue. Lo kira gue mau?" balasnya jadi sinis. "Ya iyalah. Siapa yang terima coba harus di pasangin sama lo?" celoteh Retha tak mau kalah. "Pura-pura aja," sahut Brahma--sang ayah tenang, "Cuma sementara, waktu kampanye aja! Habis itu, kalian boleh putus," lanjutnya memaksa. "Tetep aja pa, aku nggak mau," kata Retha lebih ngotot. Bukan dia sok cantik sebenarnya, atau pura-pura tidak mau, yang jadi masalahnya, dia udah naksir sama Karrel. Retha tau, hal ini tidak akan baik untuknya dan Karrel di masa depan. Apa jadinya kalau perasaan dia ke Karrel makin besar??? SIAPA YANG MAU TANGGUNG JAWAB? BAPAKNYA? ATAU BAPAKNYA KARREL??? "Lagian, cara ini tuh curang pi," sahut Karrel pura-pura tak setuju. Padahal, dia tidak keberatan sama sekali. Retha mengangguk setuju. Jujur saja, Karrel kesal karena Retha menolak hal ini. Sejelek apa sih dia, sampek Retha ogah jadi ceweknya? Padahal pura-pura. ANJER!!! "Loh, curang apanya? Apa yang salah? Kita nggak rugiin rakyat," balas Barga membela diri. "Kami cuma nyuruh kalian ber-dua buat pacaran pura-pura. Supaya iklan yang nawarin lebih banyak. Dan para rakyat jadi berpikir, kalau hubungan keluarga terjalin baik. Kami nggak makan uang rakyat," sahut Brahma menimpali, dengan tegas. Karrel dan Retha kompak manyun, dengan kepala tertunduk menatap piring yang makanannya masih tersisa sangat banyak. "Kenapa harus aku coba? Kenapa bukan kak Artha?" tanya Retha masih protes juga. Artha mendelik, "Ya menurut lo, gue yang pacaran sama Karrel gitu? Itu bukannya banyak iklan, malah yang ada pada narik iklan, gara-gara di kira gue sama Karrel homoan," balasnya. Retha makin mencuatkan bibirnya, bingung mau protes apalagi. "Gimana, kalian ber-dua mau kan buat bantuin kami?" tanya Barga, lalu menoleh pada Karrel, "Gimana, kak?" "Lagian, kamu jomblo kan? Denta kan bukan pacar kamu, tapi pacar Gasta. Dia juga lagi di Belanda sekarang," lanjut Barga lagi, dengan tenang. Karrel merapatkan bibir sebentar. "Boleh. Aku mau. Tapi ada syaratnya," katanya tanpa beban. Retha membelalak. Tapi mencoba menguasai diri. Mengerjap dan mengalihkan wajah. Menunduk ke arah piringnya, tau betul apa yang akan terjadi selanjutnya. "Apa?" tanya Barga. "Beliin aku SLK Gold," ujar cowok itu sambil menyeringai. Mumpung ada kesempatan, dia minta mobil baru. Dia hanya punya dua kendaraan pribadi. Ferarri sport putih dan ninja hitam. Setiap kali minta mobil baru, pasti ayahnya bilang, nanti dan nanti. Bukan pelit--lebih ke sayang kalau buang-buang duit. Toh, mob ilnya masih bagus. Barga mengangguk setuju, "Gampang kalau itu," ucapnya. "Asik," cicitnya riang, lalu menoleh pada Retha dan melemparkan tatapan, sambil menarik smirk samar, dari wajah tampan itu. Retha memicingkan mata sebal. "Retha gimana? Nggak keberatan kan? Kamu ada pacar?" tanya Chinta halus. "Nggak mi. Dia tuh jomblo setau aku. Lagian, siapa coba yang mau sama cewek galak kayak dia," sahut Karrel, membuat Retha mencibir sinis. "Oke ya? Semuanya clear," sahur Brahma tersenyum puas, "Mulai besok, kalian harus kelihatan kayak pacaran beneran. Terutama waktu lagi ada wartawan yang wira-wiri di sekolah kalian," lanjutnya. "Tapi pah...ini nggak di jodohin kan?" cicit Retha ragu. "Siapa yang mau jadi jodoh lo?" kata Karrel sewot kembali. "Enggak kok, enggak," bantah Brahma langsung menjawab. "Dari dulu, di keluarga Andara nggak pernah ada yang maksain anak turunnya, soal jodoh. Mereka bebas milih sendiri,” kata Barga. Chinta mengangguk setuju. "Gimana Retha? Mau kan?" tanya sang papa. "Mm...pa, aku--" "Dia tuh mau om sebenarnya. Tapi malu aja mau ngomong," sahut Karrel dengan cepat. Barga dan yang lain jadi tertawa mendengarnya. Sementara Retha, justru mengerjap dan meringis kecil. "Pi, kayaknya aku harus ngomong ber-dua dulu sama Retha," katanya langsung berdiri. "Boleh-boleh. Pasti Retha juga bosen duduk di sini," kata Barga. "Ayo!!" ajaknya. Cowok itu pamit lebih dulu, dengan gayanya yang sopan, pada orang tua yang masih ada di sana. Retha diam, meneguk ludah, sampai dia jadi sadar saat Artha mendorong-dorong dirinya kecil, memberi isyarat. Retha terpaksa mengulum senyum. Mau tak mau melangkah mengikuti Karrel yang menjauh darinya. Dia lantas mendelik kecil, saat melihat Karrel menoleh ke arahnya, sambil menyeringai tipis, dan buru-buru menarik leher Retha ke dalam ketiaknya, dan menariknya pergi dengan cepat. Retha meronta-ronta, walau begitu, Karrel tetap membawanya ke-luar dari tempat pertemuan. "Gila ya lo?" semprot Retha saat sudah terlepas. "Hah, apa?" kata Karrel bingung. Retha mendengus, "Kenapa tadi lo iyain? Rel...gue nggak mau," serunya masih tak terima. "Dih, gue juga nggak mau kali," kata cowok itu dengan cepat. "Ya terus? Kenapa lo nerima?" "Demi SLK baru gue, makanya gue mau," balasnya langsung ngotot. "Cih." "Lagian, lo lebay banget. Cuma pura- pura," katanya sewot. Retha melengos, "Masalahnya bukan itu..." runtuknya sebal. "Terus?" Karrel menaikkan sebelah alisnya tinggi, "Aa....lo naksir gue ya? Lo takut kalau lo nambah suka sama gue, kalau kita pacaran," serunya. "Nggak usah halu lo preman!" sembur Retha langsung ngegas, membuatnya langsung mengatupkan bibir. "Elo kpopers," pekik Karrel tak mau kalah, "Gue nggak suka sama lo, lo juga nggak suka sama gue. Jadinya gampang," katanya tanpa beban. "Lo sih enak dapet mobil. Nah gue?" kata Retha langsung sewot. Karrel mendelik, "Ya tinggal minta bokap lo, apa susahnya? Bilang aja sebagai bayarannya," serunya kesal. "Bokap gue galak, pelit juga. Belum minta udah di tabok duluan," katanya tak kalah kesal. "Ck, di paksa lah! Lagian, lo jomblo kan? Punya gebetan emangnya? Siapa yang mau sama lo? Lo sama Akhtar aja, masih di gantung gitu kayaknya," katanya tanpa dosa yang berhasil membuat Retha melotot. "Heh, gue ini cantik ya!" serunya jadi sewot dan lebih ngotot. Karrel mencibir, "Tapi galak. Kayak harimau hutan. Siapa yang mau jadi pawang lo coba? Ngeri tau," katanya. "Banyak kok yang naksir gue," seru Retha tak mau kalah. "Halah," kata Karrel nempak jengah dengan itu semua, "Gimana? Mau ya, jadi cewek gue!" katanya membujuk. Retha mendelik. Jantungnya langsung mencelos karena kaget. "Cuma pura-pura, bantuin orang tua kita," ralat Karrel cepat, "Demi SLK sport gue," sambungnya memaksa. "Ck, tetep aja gue nggak mau pacaran jadi-jadian sama lo," protesnya. "Jadi-jadian lo kira siluman?" sewot Karrel makin melotot. Retha termundur. Merapatkan bibir, mencoba sabar untuk sekarang. "Lagian, banyak keuntungannya kok lo pacaran sama gue," kata Karrel. Retha mengerutkan keningnya. "Lo bisa populer di sekolah. Lo juga bisa ngerasain punya cowok yang ganteng kayak gue," katanya dengan raut wajah songong. "Idih, sok banget lo?" balas Retha jadi emosi kecil, membuat Karrel makin gemas untuk mencekik cewek itu. "Tenang aja, gue nggak bakalan selingkuh kok. Walaupun kita cuma pura-pura. Gue setia tau," kata Karrel. "Kalau gue yang selingkuh, boleh?" "YA NGGAK BOLEH LAH," sembur Karrel nge-gas, membuat Retha jadi mengatupkan bibir, ngeri sendiri. "Kenapa?" "Harus sama-sama setia dong," kata Karrel. "Sampek kapan?" "Sampek PILKADA kelar," balasnya. "Lama dong?" Retha melongo. "Cuma dua bulan," kata Karrel ngotot. "Nggak mau ah, entar gue di serang sama fans lo lagi, gara-gara gue rebut idola mereka," serunya. "Makasih Retha! Tau banget lo kalau fans gue banyak." Karrel jadi tersenyum sok tampan, membuat Retha mengatupkan bibir, karena menyadari salah ngomong. "Oke, gini aja, lo mau apa kalau udah jadi cewek gue? Kita pacaran kontrak kan? Harus dua belah pihak yang di untungin dong. Gue udah dapet SLK, lo mau apa?" tanyanya memberikan penawaran. "Tiket nonton konser Seventeen bulan depan," katanya asal, membuat Karrel tersentak kaget. "Beneran Army lo?" tanyanya. Retha mengumpat, "Carat dodol!! Lo buta KPOP nggak usah sok deh!" kata cewek itu pedas. "Lo beneran mau tiket nonton konser idola lo itu?" tanyanya. Retha mendongak menatap Karrel, memicingkan matanya. "Iya. Harus yang VIP. Kalau perlu golden tiket, biar gue bisa foto sama Kim Mingyu," kata cewek itu sambil mengangkat dagu menantang. Karrel mendecih kecil, melihat wajah sengak cewek itu, "Oke, gampang. Itu aja?" katanya menantang balik. Retha jadi melotot, "....HA???" "Besok biar gue minta orang suruhan papi buat beliin lo, dua tiket konser." "Dua??" "Iyalah, satunya buat gue. Gue temenin lo nonton. Lagian, gue juga pengen tau, seganteng apa Mingyu yang lo bangga-banggain itu," ucap nya dengan gaya sok sengak. "Beneran??" tanya Retha masih syok, walau berharap banyak. "Iya elah. Gue ini kaya, lo mau apa aja langsung bilang ke gue. Lo kan udah jadi cewek gue," katanya. "Pura-pura," ralat Retha. "Iya, maksud gue juga gitu," balas Karrel langsung melotot. "Beneran mau lo beliin tiketnya Rel? Golden tiket kan?" tanyanya dengan kerlipan penuh harap. "Hmm," Karrel mengangguk, "Tapi, jadi cewek gue!" katanya tegas. Retha mengatupkan bibir. Berpikir untuk sesaat. Lagian, dia cuma pacaran pura-pura sama Karrel aja kan? Cukup mastiin wartawan dan orang-orang, kalau mereka sedekat itu. Tapi Karrel, mau keluar duit buat dia, kalau dia butuh apa-apa. Retha tidak perlu ngorek-ngorek celengan lagi, karena punya cowok tajir. "Lama lo! Jadi nggak?" kata Karrel nge-gas. "Oke-oke. Gue mau. Tapi, setelah beliin gue tiket konser, lo harus beliin apapun yang gue mau. Gimana?" "Matre," umpat Karrel. Retha ternganga. "Ya namanya juga kerja sama. Gue mau jadi cewek lo, dan lo harus bayar gue dong!" semburnya. "Oke deh," balas Karrel cepat. Wajah Retha jadi sumringah. "YEYYY, AKHIRNYA BISA KETEMU PACAR JUGA!!" katanya riang, di balas delikan oleh Karrel. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD