25 | Kelihatan Nakir

3552 Words
"Rel, kayaknya ini masih kurang deh!" Vian mengadu dengan mulut yang penuh makanan. "Boleh nambah beli gorengan nggak?" tanya Agam tidak tau malu. Ke-enam petingginya berandal sekolah itu, sedang duduk di salah satu bangku kantin. Menikmati waktu istirahat mereka, sekalian mengisi perut mereka yang keroncongan. "Ambil aja lagi! Jangan kayak orang susah deh," kata Karrel dengan gaya tanpa beban, "Lupa lo semua, kalau punya bos kaya?" lanjutnya songong, sambil memainkan ponselnya. "Asek!" Vian langsung bangkit, berniat untuk memesan makanan lagi. "Buset dah, alus bener sombongnya," cibir Tilo langsung sewot. Karrel tersenyum miring saja. "Yan, nitip nasi pecel sepiring ya! Sama kerupuk jangan lupa!" Billy berseru, di jawab acungan jempol oleh Vian. Azka sendiri juga menikmati makanannya--yang entah ke-berapa dengan kalem, saking laparnya. Dia memang tak suka banyak bicara saat sedang makan begini. "Bi Tatik ngapain he?" tanya Karrel, saat melihat bi Tatik--penjaga kantin sekolah, sibuk selfie dengan kamera ber-filter rendahan itu. Azka yang tengah makan, langsung tersedak, "Apaan sih njing? Mentang- mentang di tolak Denta, belok naksir ibu-ibu lo?" tanyanya sambil melotot. Karrel mengumpat, "Itu loh njing, itu lihat!" tunjuknya dengan sewot, "Bi Tatik bukannya jualan yang bener, malah poto-poto gitu," sambungnya. Azka menoleh, pun dengan yang lain. Kemudian ber-oh ria dengan kompak. "Gabut kali," balas Agam tanpa dosa, Karrel mencibir saja. Sampai tidak lama, suasana kantin mendadak hening saat gerombolan cewek-cewek populer dari 11 IPA 1 datang, membuat semua kepala jadi kompak tertoleh ke arah pintu utama masuk kantin. Karrel menaikkan sebelah alis. Raut wajahnya terlihat tidak suka, saat mendengar siulan menggoda dari beberapa anak cowok, ketika Retha dan teman-temannya masuk ke dalam kantin, mengenakan kaos olahraga sekolah, yang memang bagian bawah nya sangat pendek dan ketat. Sampai ada saat, Retha melewati bangkunya, Karrel tentu saja tidak tinggal diam. "Ekhem!" Deheman datangnya dari Karrel, membuat Retha jadi menoleh ke arah pemuda itu. Bukannya malu karena tercyduk, dia dengan tampang tidak berdosanya, justru mengedipkan sebelah matanya genit, membuat Retha mual. "Kenapa Rel? Keselek apaan lo? Biji duren? Awas loh, kalau wafatnya di sini, bisa berabe satu sekolah," celatuk Retha pertama kali, sengak. "Anj--" Karrel merapatkan bibir. Menahan u*****n, tapi tetap menatap sewot cewek yang lagi berdiri di depannya yang tengah duduk ini. Mencoba sabar menghadapi Retha. Rika dan lainnya terkikik menertawai interaksi keduanya. Tapi tidak peduli banyak, dan lanjut mencari tempat untuk mereka duduk. "Bentar dulu, bentar!!" tahan Karrel, saat melihat Retha hendak menyusul temannya yang lain, "Lo masih sakit nggak sih sebenarnya? Atau pagi tadi lo cuma pura-pura ya, karena mau caper sama gue?" tanyanya sewot. "Ha? Apa kata lo, caper? Heh, lo kira gue itu lo, yang pura-pura sakit biar di perhatiin Denta?" katanya pedas, membuat Karrel ternganga. "Ya buktinya, lo udah langsung segar bugar gini," sahut Karrel. "Gue kan udah bilang, gue nggak sakit. Cuma flu doang. Dasarnya aja, lo tuh lebay," seru Retha tak mau kalah, membuat Azka dan lainnya diam-diam jadi mendengarkan. Karrel melengos keras, "Tapi tadi demam gitu," bantahnya melotot, "Terus, kenapa hoodie punya gue, lo lepas?" protesnya makin jadi, kini malah berdiri, supaya wajahnya dan wajah Retha sejajar. "Ya gue olahraga, ya kali pakek hoodie pas praktek lari tadi," balas Retha. "Bener tuh Rel. Masa pas olahraga, dia pakek hoodie?" sahut Azka nyamber. "Gerah body kali Rel," sahut Tilo. "Tuh dengerin," sembur Retha. "Beda dong. Elo sakit, nggak lagi waras hari ini," omel Karrel. Retha melotot, "Nggak waras? Maksud lo gue gila?" semprotnya galak. Karrel mendelik. Mengatupkan bibir, merasa ada yang salah dari kalimat dia barusan. "Balik jam berapa lo?" tanya Karrel mengalihkan pembicaraan. "Jam 5," balas Retha. "Kok lama?" protesnya. "Gue ada seleksi buat lomba cerdas cermat," balasnya tanpa beban. "Lo tuh lagi sakit. Bisa nggak sih, nggak usah banyak tingkah?" celoteh Karrel sewotan. Retha ternganga, "Banyak tingkah gimana coba? Emangnya gue salto sama roll depan ya?" tanyanya. "Ha ha ha, jayus lo!" kata Karrel sinis, kemudian menonyor kening Retha, membuat cewek itu menonjoknya. "Dih, bodo." "Oke, balik nanti sama gue!" katanya. "Gue lama." "Ck, gue tungguin," balasnya melotot. "Serah lo," sahut Retha, lalu berjalan ke arah meja teman-temannya. Azka, Billy dan lainnya cuma bisa ternganga, melihat kejadian langka ini. Secara tak kasat mata, Retha dan Karrel punya hubungan lebih dari sekedar teman, atau musuh. Walau keakraban keduanya, masih bisa di bilang aneh, karena adu urat mulu. "Rel!!" panggil Tilo masih shock. "Gue nggak salah lihat kan?" Azka jadi menyahut dengan cepat. "Apaan?" Karrel menoleh, kemudian duduk lagi dengan benar. "Lo naksir Retha ya?" "HAHAHAHAHAHAAAAA....." Vian yang baru datang, tau-tau sudah tertawa ngakak, sambil membawa senampan makanan. Azka lantas memicingkan matanya, gatal sekali ingin menyumpal mulut tonggosnya. Billy dan lainnya juga menoleh. Beda hal-nya dengan Karrel yang malah melihat ke arah bangku Retha. Dimana cewek itu sudah ngakak bersama teman-temannya. Dan entah setan darimana, Karrel jadi ikutan tersenyum. Lucu juga, melihat tawa Retha yang pecah begitu. "Apa?? Karrel naksir Retha? NGGAK MUNGKIN!!" kata Vian dengan wajah sengak belagu, "Gue berani deh, taruhan sama lo pada, lari keliling lapangan seratus kali, sambil nggak pakek baju, kalau Karrel nak--" "Ho'oh, gue kayaknya emang naksir Retha. Kelihatan banget ya?" potong Karrel sambil menoleh ke arah lima temannya, membuat tawa Vian jadi luntur begitu saja. Azka mengangguk, "Kelihatan, lah." Karrel mendelik, "Masa? Tapi image cool gue sebagai bosgeng utamanya sekolah, nggak ilang, kan?" tanyanya dengan raut wajah panik. "Kagak njir, kagak. Masih tetep cool dan ganteng abis. Udah mirip banget sama Woo Hyun, waktu naksir sama Lee Seul Bi," sahut Agam, ketika dia mengingat drama Korea High School Love On, yang pernah dia tonton. Hal itu membuat Karrel langsung menarik smirk andalannya. Tilo menyeringai, menepuk-nepuk bahu Vian yang masih shock dengan pelan, "Lari keliling lapangan seratus kali, nggak pakek baju ya!" katanya mengingatkan, membuat Vian jadi langsung mengumpat saat itu juga. "Rel-Rel, lihat tuh!" pekik Billy heboh, menunjuk-nunjuk bangku Retha dan teman-temannya. Ke-enam pemuda tampan yang jadi petingginya berandal sekolah itu, jadi langsung ternganga kompak, saat ada sosok Abi datang, dan berdiri di samping Retha. "Persembahan buat nona Retha yang teramat cantik, luar biasa." Abi datang, sambil menyodorkan bunga mawar ke arah Retha. Meski cowok itu baru saja di tolak, beberapa hari lalu, tapi Abi tidak menyerah. Retha itu bisa dia ibaratkan seperti mutiara. Mahal, berkilau, dan indah. Harus butuh perjuangan, untuk mendapatkannya. "Gue tau kok, bunga mawar ini masih nggak sebanding sama kecantikan, lo! Tapi gue harap, lo suka dan mau nerima ini," seru Abi, lagi. Saat ini, dirinya dan Retha menjadi pusat perhatian di kantin. Tapi, Abi tidak peduli. Retha yang lagi ngakak tadinya, jadi menoleh malas,"Udah drama nya? Gue nggak suka mawar! Mending, buang jauh-jauh bunga yang lo bawa, itu!" sahutnya tak bersahabat. Pemuda itu memutar bola matanya malas, "Lo bener-bener ya, nggak bisa di ajak romantisan dikit!" seru Abi melotot sewot, membuat se-isi kantin jadi langsung ngakak. Tak terkecuali enam most wanted boy yang lagi ada di sana. "MAMPUS, RASAIN!!!" pekik Tilo jadi ngakak tak karuan. "CIAAAA DI TOLAK," ledek Karrel. "ADUH, PATAH BERKEPING-KEPING INI MAH," seru Vian makin jadi, tapi jadi mendelik lagi, ketika Azka malah dengan tidak berdosanya, menepuk bahunya beberapa kali. Lalu berucap, "Seratus kali, sambil nggak pakek baju," katanya yang menirukan Tilo tadi. "Anjeng," umpat Vian. Karrel tidak peduli, dan sibuk melihat drama sampah Abi. "Apa lo semua liat-liat?" sentak Abi, bukan pada Karrel, tapi pada murid lainnya, yang tertawa. Dia mana berani cari masalah sama geng berandalan sekolahnya itu. "Urat malu nya udah putus kali. Perasaan beberapa hari lalu, udah di tolak deh, sama Retha. Emang lo pada nggak denger?" sahut Billy. "Namanya juga perjuangan, bor. Untuk mendapatkan hati doi," sahut Agam sambil menaik turunkan alis, dengan sengaja menggoda Karrel. "Ya sih, masa baru di tolak sekali, udah mundur aja. Pecundang namanya," kekeh Azka. Dua detik berikutnya, Azka yang tadinya antusias melihat drama yang di lakukan Abi, kini tatapannya beralih pada Karrel, yang wajahnya nampak berubah murung. Pemuda itu mengaduk-ngaduk bakso, tanpa berniat memakannya. "Elah Rel, baru juga naksir, belum lo gas beneran, udah sok pasang muka jealeous begitu," sindir Azka. "Cot," umpat Karrel tak peduli. "Eh, lo kok bisa naksir Retha sih? Gue kira malah si Retha yang naksir sama lo dulu." Pertanyaan Tilo, membuat Karrel menoleh. "Nggak usah keras-keras ngomongnya anjeng!! Gue tuh harus tetep keliatan cool di depan tuh cewek," kata Karrel langsung mengomeli. "Eh, Retha belum tau?" tanya Azka terkaget-kaget. "Ck, belum lah! Awas aja lo semua bocor!" ancamnya melotot. Billy mencibir kini, "Katanya naksir, masa diem-diem? Emangnya, lo nggak ada niat buat nge-gas?" tanyanya. "Entaran aja," sahut Karrel enteng. "Lah, bisa gitu?" Vian ternganga. "Lo kira gue nggak malu?" tanyanya melotot, "Tiap hari gelut mulu sama dia, ujung-ujungnya naksir. Muka gue mau gue taroh mana?" lanjutnya. "Ck, ini nih contoh nyatanya, kalau benci dan cinta itu beda tipis," sahut Billy dengan songong. "Gue nggak benci ya nyet," kata Karrel langsung protes, "Cuma gedeg doang sama tuh cewek, gara-gara nantangin gue mulu," lanjutnya kesal. "Heleh," Agam memutar bola matanya merasa jengah. "Eh, emang si Retha naksir juga sama lo Rel?" tanya Azka tanpa dosa. Karrel menoleh malas, "Ya nggak tau njing. Makanya lo semua nggak usah bocor! Entar harga diri gue anjlok ke mata kaki, kalau Retha tau gue naksir sama dia," katanya dengan emosi. "Tapi seinget gue, tipe Retha tuh yang goodboy gitu, kagak blangsak kayak lo gini. Mantannya aja, juara dua umum dulunya pas SMP," sahut Tilo tenang. Billy mendelik, "Retha pernah punya cowok?" tanyanya kaget. "Ya menurut lo, si eneng sejelek apa anjir, sampai nggak laku gitu? Abi aja demen sama dia," cerocos Tilo sewot. "Nah, ini nih. Gue butuh info dari lo Til," kata Karrel langsung semangat, "Si Retha tuh, masih gamon kagak sama mantannya?" tanyanya kepo. "Ya kagak tau nyet," balas Tilo. "Elo kan sepupunya," kata Karrel jadi ngotot tiba-tiba. "Terus? Mentang-mentang gue sepupu Retha, gue bisa raba hatinya gitu? Ya enggak njir," balas Tilo tak mau kalah, membuat Karrel mendecak sewot. "Oh ya, mantan Retha siapa sih? Anak sekolah mana sekarang?" tanya Agam langsung maju--jadi semangat gosip. "Itu loh Gam, si Bintang. Yang pernah sparing futsal sama SMP lo dulu," seru Tilo dengan tenang. "Lah anjir? Si Bintang yang putih itu bukan?" Agam terkaget-kaget, "Yaelah Rel, tipenya Retha setinggi itu. Pantes aja dia nggak tertarik sama lo," lanjut cowok itu membuat Karrel mendelik. "Gue lebih ganteng," katanya pede, lalu teringat, "Eh, siapa nama mantan Retha tadi?" lanjutnya bertanya. "Bintang Kejora," balas Azka. Karrel tersentak. Kemudian jadi diam dan berpikir sebentar, "Bintang?" beo cowok itu, "Anak sekolah mana?" seru Karrel pada Tilo. "Nggak sekolah," balas Tilo. "Lah, ngapa nggak sekolah? Sekolah kan jembatan ilmu," kata Vian. "Wah, malesan tuh anaknya. Dah lah, nggak punya masa depan dia, kalau sekolah aja males," kata Agam, lalu di tonyor oleh Tilo dengan gemas. "Ya kali njing sekolah. Dia aja udah kagak ada," serunya. "HEH???" pekik mereka kompak. Tak jauh berbeda dengan Karrel yang juga terkejut mendengarnya. "Meninggal Til?" tanya Karrel. Tilo mengangguk, "Iya, kecelakaan pas balapan motor," sahutnya. Karrel makin melebarkan matanya, ternganga seketika itu juga. Terkejut luar biasa mendengar fakta ini. Cowok itu lantas meneguk salivanya kesulitan, merasa ada sesuatu yang sesak, menghimpit dadanya begitu kuat. Tangannya tanpa sadar terkepal di kedua sisi tubuhnya, lalu menoleh pelan ke arah Retha yang kini sibuk menjambak rambut Bobby. Tanpa sadar, matanya memanas, di iringi degup jantung yang bergolak hebat di dalam sana. Jadi....cewek yang dua tahun lalu, nangis di makam Bintang tuh, Retha? Astaga, fakta menyakitkan apa lagi sekarang??? "Eh, tapi si Retha, nambah hari, nambah cantik ya. Makin demen, gue lihatnya," oceh Vian, sambil melihat Retha yang duduk di bangkunya, membuat Karrel mendelik horor menatap pemuda itu. "Liat!" tunjuk Agam ke arah meja Retha and the geng. Secara otomatis, Karrel dan lainnya melirik ke arah meja mereka. "Body nya Retha, buset!! Wow bener! Mana seragam yang di pakek ketat, lagi. Bukannya cowok-cowok bakal pada makin seneng, ngelihatnya." Komentar Agam. "Apaan sih? Body tepos gitu, lo omongin!" Karrel mencibir. "Matamu lah Rel! Bodygoals abis gitu, lo katain tepos." Billy berseru tidak terima. "Ngapain sih ngomongin Retha terus? Nggak pegel apa?" omelnya, membuat teman-temannya menoleh. "Kalau yang di omongin cewek cantik, nggak pegel Rel gue. Serius," ujar Viam, membuat Karrel semakin kesal. "Nggak usah aneh-aneh lo. Udah gue stempel calon jodoh gue," kata Karrel dengan songong. "Dih, tadi aja ngatain tepos." "Lah, emang tepos kok," bantahnya. "Terus, kalau body-nya tepos, lo suka Retha darimananya coba?" seru Azka. Karrel tersenyum-senyum bodoh, di balas delikan mereka, "Hatinya." "HUWEEEKKK!!" Mereka kompak menjulurkan lidah enek, di balas tabokan keras oleh Karrel. Sementara itu, di sudut tempat lainnya, Bobby menggerutu, akibat rambutnya di jambak oleh Retha dengan tak manusiawi. Retha juga mendengus, melotot sewot pada Bobby yang sejak tadi terus saja menggodanya, tapi kini menoleh pada Rika, lalu mendelik. "Rik, foundation lo ketebelen!" kata Retha berkomentar. "Eh ampas, serius lo?" Buru-buru Rika mengambil kaca di dalam sakunya. "Ihh, iya Tha! Gimana, dong?" rengek Rika tersedu-sedu lebay. "Ya lagian elo, mau sekolah apa party sih? Pakek make up gitu ke sekolah," kata Tarisa tak ngaca. "NGACA!! Noh, alis lo juga panjang sebelah, cabe!" sembur Rika, membuat Tarisa buru-buru meraih kaca di tangan Rika. "Lo lagi naksir cowok ya?" tanya Bobby pada Rika. Karena tumben sekali, Rika sangat peduli sama penampilan. "Lah, lo belum tau Bob, kalau Rika lagi naksir Naufan?" tanya Retha. "Sssttt...jangan keras-keras dong! Lo mau apa, gue di labrak Raya, kalau dia tau gue naksir cowoknya?" seru Rika menyebutkan anak jurusan IPS, yang memang pacar Naufan. "Loh iya, udah lama kan ya katanya sama Naufan?" Zheta baru ingat. "Rika nangis-nangis loh kemarin pas tau kalau Naufan punya cewek anak sekolah sini," seru Eva, di hadiahi kekehan oleh Retha. "Nggak usah di perjelas juga anjir," umpat Rika, tau-tau emosi sendiri. "BEEHH, dah pacarnya orang?" kata Savita meledek, "Makanya dong Rik, kalau naksir cowok tuh, di lihat-lihat dulu dong. Ya kali, lo naksir cowok orang. Begini kan akhirnya, jadi sakit hati," lanjutnya sengak. Rika memicingkan mata, "Lo mau gue beliin kaca yang gede nggak Vit?" kata cewek itu dengan kesal. Savita mengumpat seketika. "Iris, tau nggak bedanya waktu aku ketemu setan, sama ketemu kamu?" Mereka semua langsung menoleh saat mendengar suara itu. Ternyata Jayden sang ketua OSIS panutan ada di sana, melangkah ke meja mereka bersama Acheris sang kekasih. "Nggak tau Eden, emang bedanya apa?" sahut Acheris sambil tersenyum malu-malu. "Waktu ketemu setan, aku nggak bisa lari dari perasaan takut. Kalau waktu ketemu kamu, aku nggak bisa lari dari perasaan cinta." "Ihh...Jayden, sosweet banget sih. Aaa jadi gemes," ucap Acheris memukul- mukul lengan Jayden gemas. Retha mengumpat, benar-benar harus menahan diri, agar tak memuntahkan batagor yang sudah di telannya, saat mendengar dan melihat sepasang kekasih paling manis sejagat tanah air, yang sudah duduk di depannya. "Buah manggis, buah kedondong! Najis, dong!" celatuk Bobby mengunyah bakso nya bulat-bulat Jayden mendelik sinis. "Aku ada loh, satu gombalan lagi buat kamu," ucap Jayden lagi. Zheta mendelik. Berusaha tetap tenang, padahal mati-matian ingin mencekik kedua remaja itu. Begitu pula yang lain. Acheris terkikik pelan, "Apa tuh? Pengen denger, dong!" sahutnya malu-malu. "Kamu tau nggak bedanya kamu sama ice cream?" "Mm...nggak tau Den. Emang apa?" "Kalau ice cream kan dingin, nah kalau kamu dangan." Acheris mengerutkan hidungnya, seolah sedang berfikir keras. "Dangan? Dangan apa?" tanyanya, tidak mengerti. "Dangan jauh-jauh dari aku." "Itu jangan, g****k!" komentar Zheta sarkas, sambil melempari Jayden dengan snack kacang di tangannya. Jayden menatap temannya itu tajam, "Apa sih lo, nyamber aja," sewotnya. "Jayden, aku ada tebakan deh buat kamu," celatuk Retha tiba-tiba yang berhasil membuat Acheris melotot. "Apa?" "Sapu, sapu apa yang bikin gila?" tanya Retha, dengan ekspresi kelewat genit. Jayden menggeleng polos. "Sapu apa?" "Sapunya temen kelas yang blo'on kayak kamu," katanya jadi emosi, membuat yang lain ngakak. Beda hal-nya dengan Jayden dan Acheris yang jadi kesal olehnya. "Eh, gue ada pantun juga. Mau pada dengerin nggak?" kata Tarisa bersemangat. "Boleh-boleh." Retha antusias mendengarnya. "Buah semangka, buah mengkudu." "Cakep!" ucap mereka serempak. "Buah nanas, buah apel. Buah mangga, buah durian," kata Tarisa. "Artinya Sa!" balas mereka kompak. "Nggak ada arti, gue cuma absen nama-nama buah aja." "Yee, setan!" umpat Eva, di balas kekehan oleh Tarisa. *** Retha duduk di salah satu bangku yang ada di dekat parkiran sekolah. Menunggu Karrel yang tak kunjung datang, padahal tadi di kantin, cowok itu yang bilang kalau ngajak balik bareng. Pamitnya tadi, saat dia masih seleksi untuk lomba cerdas cermat, Karrel mau ambil motor di bengkel, biar pulangnya nggak usah naik bus. Tapi sampai sekarang, cowok itu belum kelihatan juga batang hidungnya. Namun di samping itu, sambil menunggu, dengan asik, Retha memilih filter, sambil berpose dengan secantik-cantiknya. Entahlah, berteman dengan Savita, Tarisa, dan Acheris yang eksis begitu, membuat Retha ketularan narsis. "WOY!" seru Karrel mengagetkan, membuat Retha langsung terkejut. "Dari mana aja?" tanya Retha, sambil sibuk berpose-pose yang cantik, tak terlalu memperhatikan Karrel yang duduk di sebelahnya. "Toilet," balasnya, sambil mengambil rokok dari dalam saku, kemudian menyelipkannya ke ujung bibir. "Oh. Kirain ninggalin gue." "Ya nggak lah. Eh, gimana seleksi lo tadi?" tanya Karrel penasaran. "Minggu depan pengumumannya." "Maksud gue, lo bisa ngerjain soalnya nggak tadi?" seru cowok itu. Retha menoleh, "Bisa, kok." "Bagus, deh." Retha masih fokus dengan kamera ber-filter rendahan itu. Masa bodoh dengan Karrel yang merokok di sebelahnya, tanpa takut ketauan. "Wah, imut banget gue," kata Karrel tersenyum jenaka, saat wajahnya ada telinga anjingnya dan sangat lucu. Retha mengumpat, namun saat dia hendak menyentuh tombol shutter, tapi wajah Karrel tau-tau nongol dan mengintip layar HP, ingin melihat. "Ck, apa sih lo?" omel Retha sambil mendorong wajah Karrel sebal. "Lah, gue mau ikut kali," kata Karrel polos, semakin merapatkan tubuh mereka, supaya bisa kelihatan di HP. "Nggak!" tukas Retha. Karrel mencibir kecil, pada cewek yang kini sudah cekakak-cekikik lagi pada ponselnya. Terlalu semangat dan riang, sampai tak menggubris Karrel yang ada di sebelahnya. "Lo nggak ngajakin gue?" protesnya. Retha mendengus, "Ya udah-ya udah, sini deketan!!!" ajak Retha, membuat wajah Karrel jadi cerah. "Pakek filter yang anjing tadi dong!" suruh Karrel. "Temen satu kandang lo ya?" sinis Retha membuat Karrel jadi menonyor jidat Retha, karena tak terima. "Oke-oke, yang serius! Habis gue bilang satu, dua, tiga, bilang tempe ya!!" perintah Retha. Karrel melotot, "Kok tempe sih? Yang bener tuh bilang t*i dong," sahutnya. Retha mendelik, "Bilang cheesee kali." Tak terlalu menggubris, Karrel lalu mendekatkan wajahnya ke arah layar ponsel Retha yang menyala. Di dalam sana, wajah keduanya terpampang nyata, dengan pipi yang mengembung dan stiker hidung juga telinga anjing. Karrel dan Retha jadi tertawa-tawa melihat wajah mereka. Dan dengan iseng, Retha mendekatkan ponselnya ke wajah Karrel, sehingga satu layar full muka Karrel semua. Cowok itu tidak protes, justru malah ngakak. Tangan Retha tak mau diam dengan mencolek pipi Karrel, yang berhasil membuat cowok itu melebarkan mata dan melirik Retha yang masih tertawa cantik. Karrel jadi merapatkan bibir, diam-diam merona, saat pipinya di pegang lagi oleh Retha. "Ihh, lucu banget sih lo?" kata Retha pada Karrel saat melihat hasilnya. "Lebih lucu elo kali," sahut Karrel, sambil menusuk-nusuk pipi Retha, menggunakan telunjuknya. "Retha gitu," kata Retha sambil menepuk dadanya songong. Karrel memicingkan mata, kemudian mendecih begitu saja. "Tha, yang ini aja deh upload. Gue ganteng di situ," seru Karrel heboh. "Yang mana?" "Eh, Karrel kok belum pulang?" Karrel jadi menoleh kaget. Di ikuti Retha. Sosok Niken terlihat. Melangkah dari arah dalam gedung, menuju parkiran, menghampiri mereka berdua.Cewek berambut panjang itu, mengulum senyum manis. Sebenarnya, dia hendak mengambil motornya yang dia parkir, tak terlalu jauh dari tempat keduanya. Tapi saat melihat ada Karrel di sini, tentu saja Niken langsung menghampiri. Cowok berwajah tampan itu mengangkat sebelah alisnya tinggi, "Kita kenal?" tanyanya angkuh. Niken tersentak, merapatkan bibir memandang cowok itu tenang. "Kalau lo belum tau, kita sekelas. Dari tadi pagi, gue nggak lihat lo masuk kelas sih," seru Niken dengan ramah. "Oh, lo anak baru dari IPS 2 itu kan?" seru Retha. Niken mengangguk, "Iya. Baru pindah dari Semarang," balasnya halus. Retha ber-oh ria paham. "Lo habis darimana? Jam segini baru balik?" tanya Retha. "Ah, habis rapat tadi di ruang mading sama Rika juga," balasnya. "Ayo Tha, balik!" ajak Karrel, masa bodoh dengan kehadiran Niken. "Eh, ayo," balas Retha. "Eh, kalian mau balik bareng?" tanya Niken terkaget-kaget. Karrel menoleh, "Iya, kenapa? Ada masalah sama lo?" tanyanya sengak. "Oh...jadi rumor kalau kalian pacaran tuh bener," kata Niken mengerti. "Ha?" Retha mendelik bingung. Karrel tak menjawab, hanya menarik salah satu sudut bibir, saat melihat ekspresi terkejut Retha. Niken tersenyum manis, walau agak meringis, "Duluan ya Karrel, Retha!" pamit Niken di balas deheman kecil tanpa menoleh oleh Karrel. Beda hal-nya dengan Retha yang masih mengangguk. Niken merapatkan bibir, melangkah tenang melewati Karrel dan Retha. Sambil melangkah menjauh, Niken memain-mainkan bibirnya, sambil menarik-narik tali tas ranselnya. Kemudian melirik ke belakang lagi. Memastikan mereka masih ada di sana. Dugaannya benar, Karrel dan Retha belum pergi juga. Walau kini, Karrel sudah bangkit lebih dulu, dan dengan sewot, dia mencekik leher belakang Retha, menyuruh cewek itu untuk segera bangun, karena sudah mau malam. Niken diam. Entah kenapa, merasa interaksi ke-duanya terlalu lucu kalau di sebut couple. Diam-diam, Niken mencuatkan bibir. Merasa tak rela, melihat Retha yang sudah naik ke boncengan motor ninja cowok itu, dengan Karrel yang malah menggetok helm yang di pakai Retha, sebelum akhirnya mulai naik ke atas motornya sendiri, membuat cewek di belakangnya mengumpat dan segera menabok balik helm Karrel. Akhirnya, mereka tabok-tabokan dan saling sewot satu sama lain. Ah, lucunya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD