Bab 4 - Kebetulan Lainnya

1433 Words
` Amanda berlari sambil memegangi topi berbentuk setengah bola serta nametag bertuliskan 'Amanda Ceking' yang terpasang di lehernya. Tentu saja, yang membuat panggilan seperti itu bukan dirinya, melainkan panitia MOS. Padahal, menurutnya, tubuhnya nggak ceking-ceking amat kok! "Woy!! Jangan lari lo!" teriak seorang laki-laki yang kini berada jauh di belakangnya, sedang mengejar Amanda dengan raut wajah yang kesal. Baru saja sehari ia sekolah di SMA Adhi Bangsa, dan hari ini merupakan hari pertamanya mengikuti MOS, Amanda sudah mendapatkan sebuah kesialan. Yaitu dikejar-kejar ketua OSIS pshyco bernama Atha. Alasan Amanda kabur adalah ia merasa tidak terima dengan apa yang disuruh oleh para panitia MOS, yaitu mengemut permen yang sudah diemut oleh orang lain yang ada di kelasnya. Jijik kan? Lagi pula, memangnya hal seperti itu akan berguna dengan kehidupannya kelak? Tidak, kan? "Awas!!!!" teriak Amanda, cewek itu berteriak kepada seorang cowok berambut keriting yang saat ini berdiri membelakanginya. Sebelum sempat menghindar, tubuh Amanda sukses menabrak cowok tersebut. Mereka berdua tersungkur di lantai, dengan banyak siswa yang memperhatikan mereka. Oke, Amanda sadar betul saat ini ia sudah membuat sebuah kegaduhan. Namun, Amanda dibuat terkejut dengan cowok yang kini sedang ditiban olehnya. Cowok itu adalah Arka. "Arka??" "Eh, Amanda. Lo masuk sini juga? Duh, bangun dong! Nggak berat sih, tapi malu tau diliatin orang!" kata Arka, yang saat ini sejujurnya sangat malu. Amanda segera tersadar, ia bangkit lalu membantu Arka untuk bangkit. "Maaf, maaf. Eh tapi ngobrolnya entar aja ya gue lagi dikejar-" "Mau ke mana, ceking?!" Amanda meringis saat Atha, si ketua OSIS pshyco itu menarik rambutnya saat dirinya ingin melarikan diri. Karena menabrak Arka barusan, Amanda tertangkap oleh Atha. Plus, cowok itu menjambak rambutnya! Wah, ini sih tidak bisa dibiarkan. "Kak, kasian kak." Celetuk Arka yang merasa tidak tega saat melihat Atha menjambak rambut Amanda. "Diem lo! Nggak usah ikut campur! Dan kalian semua, tolong bubar dari sini!" pekik Arka kepada semua kerumunan yang sedang memperhatikan mereka sekarang. Termasuk, Arka. "Oke, saya juga pergi, ya kak." "Lo ikut gue!" bentak Atha kepada Amanda. Amanda mendengus, udah kena jambak, dikatain ceking, dibentak pula! "Kak, plis lepasin." Ucap Amanda memohon kepada Atha. "Siapa suruh lo pake kabur segala?" Oke, Amanda mengakui strateginya tadi salah. Dia langsung kabur saat gilirannya untuk mengemut permen bekas teman-teman sekelasnya datang, dan Atha tidak bisa menangkapnya saat cewek itu dengan gesit berlari keluar dari kelas. "Ikut gue! Buru!" * Amanda mendengus. Saat ini, ia berada di toilet sekolah dan tengah memandangi wajahnya yang penuh dengan coretan spidol. Berkali-kali dirinya mencoba untuk menghapus coretan-coretan tersebut namun ia gagal. Hilang sih, tapi tetap saja bekasnya masih sangat terlihat dengan jelas. Dan sialnya, hari ini ia tidak membawa sabun untuk mencuci wajahnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Atha? Atha menghukumnya dengan menggambar coretan-coretan seperti kumis, dan tanda bulat di pipinya. Dan apa kah kalian tau? Pacar Atha, yaitu Frisca, ikut andil dalam membuat sebuah mahakarya ini di wajahnya! Sungguh sebuah senioritas yang kejam! Bagaimana mungkin Papanya tega menyuruhnya bersekolah di tempat penuh dengan kesenioritasan yang sangat kental ini? Jangan-jangan, sekolah ini menganut sistem senior selalu benar. Ini sungguh mengerikan. Setelah sepuluh menit Amanda menghabiskan waktunya untuk membersihkan coretan-coretan spidol di wajahnya yang tak kunjung hilang, ia akhirnya menyerah dan memilih untuk keluar dari toilet. Di depan toilet laki-laki, ia menghentikan langkahnya ketika melihat Atha berdiri di sana. Cewek itu merasa malas menghadapi Atha lagi hari ini, karena sudah cukup, kan... Kesialannya hari ini yang disponsori oleh Atha? "Eh ceking!" panggil Atha. Amanda tetap bergeming di tempatnya berdiri, ia tidak ingin melangkah maju sebelum Atha pergi dari hadapannya. "Sini! Mau gue coret-coret lagi muka lo? Mumpung spidol gue masih banyak, oh.. Apa mau pake pilox sekalian?" tanya Atha dengan kesal. Oh, I see. Sepertinya Atha termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sentimental seperti Aria. Amanda membatin. Akhirnya, karena terpaksa Amanda melangkahkan kakinya menuju Atha. Dan ketika cewek itu sudah berada di hadapan Atha, ia mulai meluapkan emosinya.. "Eh, Atha Fauzi! Lo pikir lo siapa sih? Dengan gelar cowok yang paling ditakutin di sekolah emang lo bisa ngelakuin junior lo ini seenak jidat? Hah?! Udah ngatain gue ceking, jambak rambut gue, nyoret-nyoret muka gue bareng pacar lo! Lo berasa dewa banget di sini?" Atha tidak peduli dengan perkataan Amanda barusan. Cowok itu menghela napasnya, lalu melempar sebuah sabun cuci muka ke arahnya. "Nih." Kata Atha, lalu pergi tanpa mengatakan apa pun. Oke, mungkin dia ingin bertanggung jawab atau apa. Tapi yang jelas, Amanda tidak ingin berurusan lagi dengan Atha! * Amanda menunggu jemputannya, ia berdiri tepat di depan gerbang sekolah dan sesekali mengecek handphonenya. Sejak tadi, Amanda sudah mencoba menelepon Azriel berkali-kali yang katanya, mau jemput dia hari ini. Azriel ke mana sih? "Amanda!" Amanda menoleh kebelakang saat mendengar seseorang memanggil namanya, itu Arka. Cowok itu sedang berjalan mendekatinya. Panjang umur, karena Amanda mencari Arka sejak istirahat tadi. Ia tidak menyangka bahwa akan satu sekolah dengan cowok itu. "Kebetulan apa lagi, nih. Kita sekolah di sekolah yang sama." Kata Arka, cowok itu tertawa. "Bokap gue yang minta gue sekolah di sini, sih." Balas Amanda. "Tau nggak? Kita banyak kebetulannya, dari mulai sama-sama patah hati, suka main basket, secara ga sengaja ketemu, dan sekarang satu sekolah." Sebenarnya, Amanda juga menyadari semua kebetulan-kebetulan ini, namun ia tidak ingin terlalu menanggapinya meskipun menurutnya agak aneh. "Dan ada lagi kesamaan yang lo nggak sadari." "Apa?" "Nama kita sama-sama berawalan huruf A." Amanda tertawa, "Itu mah dipaksain banget." Katanya. Mata Arka menyipit saat melihat sebuah sisa coretan spidol di wajah Amanda, tepatnya di dekat telinga. "Itu kenapa muka lo?" tanya Arka. Amanda mendengus, "Siapa lagi kalo bukan si ketua osis itu sama pacarnya? Lo tadi liat gue dihukum kan?" Arka mengangguk, "Sori ya gue nggak bisa nolong lo tadi." Amanda tertawa, ia memukul bahu Arka pelan. "Santai aja kali." Tentu saja Amanda sadar betul tidak mungkin Arka akan menolongnya, karena mereka kan sama-sama baru masuk ke sekolah ini. "Lo lagi nunggu jemputan ya? Kalo nggak dateng-dateng pulang sama gue aja gimana?" Amanda menggeleng, ia menunjuk kakaknya, Azriel yang ternyata sudah sampai. "Tuh abang gue, maaf ya nggak bisa." Arka akhirnya mengerti, "Oke deh, hati-hati ya." Amanda mengangguk lalu menyebrang jalan untuk menghampiri Azriel, ia melambaikan tangan pada Arka. * Arka baru saja selesai menikat giginya dan berniat untuk tidur. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, kalau ia tidak tidur, bisa-bisa telat lagi seperti tadi pagi. Namun, sebelum tidur Arka mengecek handphonenya dan ada satu What's App dari Dea. Dan juga, ia tersenyum ketika melihat grup SMP nya ramai. Tunben banget, batinnya. Inna lillahi wa innailaihi roji'un Telah berpulang teman kami yang bernama Dea... Mata Arka melebar, ia tidak menyangka akan mendapatkan pesan seperti ini. Awalnya, Arka mencoba berpikiran positif bahwa itu hanya lelucon. Namun, ia melihat pesan yang sama dikirimkan oleh nomer Dea di What's Appnya. Apa lagi, ada tiga panggilan tidak terjawab dari Adrian. Dalam hitungan detik, Arka langsung melompat dari tempat tidurnya, mengambil jaketnya lalu pergi ke kamar orang tuanya. "Ma!! Pa!!" teriak Arka, ia menggedor pintu kamar orang tuanya untuk memberitahu kabar ini dan meminta izin untuk pergi. "Arkaaa!! Berisiikk!!!" teriak Delima, kakak perempuannya, dari dalam kamarnya. "Cerewet!!" sahut Arka, dan ia kembali menggedor pintu kamar orang tuanya. "Ma! Pa! Bukain dulu." teriaknya. Akhirnya, Mamanya membukakan pintu untuknya. Wanita itu memandang arja dengan bingung. "Ada apa sih Ka?" tanya Mama. Arka seakan tidak sanggup untuk berkata-kata, ia malah menyeracau tidak jelas dan membuat Mamanya tidak mengerti. "Pelan-pelan ngomongnya, Arka. Tenang dulu." saran Mama, dan Arka segera menenangkan dirinya selama beberapa saat. "Dea, Ma." kata Arka, ia mencoba menahan air matanya. "Dea meninggal, Arka mau ke sana." lanjutnya. Mama Arka mengelus dadanya, ia sangat mengenal Dea karena Arka sering membawa Dea untuk main di rumahnya. Menurutnya, Dea merupakan anak yang baik dan ia tidak keberatan jika Arka dekat dengan Dea. "Sama Kak Delima." kata Mama. Arka menggeleng, "Dia nggak akan mau." katanya. "Biar Mama yang ngomong." kata Mama, lalu berjalan ke arah kamar Delima. Selama lima menit Arka menunggu Delima, akhirnya cewek yang baru saja lulus SMA itu keluar dari kamarnya. Ia cemberut, karena harus mengantar adiknya malam-malam. "Ayo." kata Delima. * "Arka?" panggil Adrian, ia menghampiri sahabatnya itu lalu menyikutnya. "Udah gue teleponin kenapa nggak lo angkat-angkat?" tanyanya sambil berbisik, karena banyak sekali keluarga Dea yang berkumpul di rumah duka. "Gue mau ketemu sama Mamanya Dea." kata Arka, ia langsung menerobos masuk ke dalam dan melihat tubuh Dea yang sudah tidak bernyawa terbaring di tengah-tengah ruangan. Arka menghapus air matanya, ia langsung melangkah menuju Tante Diana. Wanita itu menyadari kehadirannya, lalu menyuruhnya untuk duduk di sebelahnya. Arka tidak bisa lagi menahan tangisnya. Cowok itu menangis dihadapan Tante Diana, sambil memandangi tubuh Dea yang tertutup sebuah kain. "Dea..." panggil Arka lirih. Delima berdiri di sebelah Adrian dan dari kejauhan mereka memandang Arka. Keduanya sama-sama merasa kasihan dengan Arka. Mereka tahu betul, Dea memutuskan Arka tanpa sebab. Dab barusan, keduanya tahu alasannya. Dea mengidap penyakit dan berusaha menjauhi Arka agar cowok itu tidak merasa kehilangan dirinya. Arka tidak mengatakan apa pun, ia mengelus pelan tubuh Dea, dan kembali menangis tanpa suara. Tiba-tiba, Tante Diana memberikan sebuah kotak berwarna merah kepada Arka. Cowok itu segera menghapus air matanya, lalu mengambil kotak tersebut. "Titipan dari Dea." kata Tante Diana. Dea... Gue sayang lo....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD