Chapter 5 || Spy

1017 Words
Drrt drrtt Renata yang tengah terlelap tiba-tiba terbangun gara-gara suara getaran ponselnya. Tangannya meraba-raba mencari benda kotak itu lalu menempelkannya di telinga. "Halo," ucap Renata dengan suara seraknya. "Kamu masih tidur? Ku kira kamu pergi kemana sampai ngga ikut acara penyambutan." Renata yang setengah sadar mendengar suara hingar bingar seperti tengah berada di dalam sebuah pub. "Siapa sih elo! Gangguan gue tidur saja. Berisik banget lagi!" gerutu Renata. "Sorry sorry Nata. Aku keluar dulu sebentar." Ucap si pria berjalan keluar mencari tempat yang agak sepi untuk bicara. Rifki yang sedari tadi khawatir dengan keberadaan Renata hanya bisa tersenyum mendengar dengkuran halus dari gadis itu. "Nata, kamu masih dengerin aku kan?!" "Hm..." "Kenapa malah tidur Nata? Aku cariin kamu dari tadi eh ngga tahunya masih ngorok," ucap Rifki sambil tertawa. Mata Renata langsung terbuka lebar, "Siapa yang ngorok! Enak saja. Jangan adal tuduh ya," Rifki tertawa kencang, "oke oke mungkin aku harus periksa ke THT deh. Kuping aku bermasalah," kekehnya geli. Renata memberengut kesal. "Iih Kak Rifki!!" Pria itu tertawa. "Kamu pasti laperkan? Kita makan bareng mau?" "Loh bukannya kakak lagi makan bareng sama anak-anak ya," "Aku belum makan baru cemal cemil doank. Lagian keinget kamu yang ngga ikut jadi ngga nafsu makan," ucapnya menggombal. "Halaah busuk lo!! Ya sudah buruan jemput aku setengah jam lagi. Mau mandi dulu." "Oke nanti aku jemput." Rifki kembali masuk ke dalam tempat perayaan untuk mengambil barang-barangnya. "Eh elo mau kemana Ki?" Tanya seorang seniornya melihat Rifki membereskan barang. "Pamit dulu ya." Rifki melambaikan tangannya dan bergegas keluar. Amanda dan satu orang temannya baru balik dari kamar mandi melihat kepergian Rifki. "Eh kecengan loe mau pergi kemana itu?" tanya Fira kepada Manda. Manda segera menyusul Rifki ke luar. "Kak... Kak Rifki tunggu!" Teriak Amanda sambil berlari menyusul Rifki yang sudah berada di depan pintu taksi. "Kenapa?" "Kakak mau kemana?" "Pulang." "Kenapa pulang?" "Renata belum makan malam, kasian dia kalo pergi makan sendiri." Ucapan Rifki membuat Manda tak suka. "Dia kan sudah gede apa ngurusin dia segala. Keenakan!" Rifki menatap Amanda tak suka, "Bukan urusan kamu. Lagi pula kenapa kamh bohong tadi kalo Renata ngga ada di asrama?! Ternyata dia lagi tidur. Untung aku telpon kalo ngga dia kelaperan sampai besok." Amanda tampak gelisah, "Ya mana aku tahu kalo dia tidur. Soalnya pas tadi aku siap-siap, aku emang ngga lihat Kak Rena." Amanda membela diri. Padahal ia tahu dengan pasti kalau Renata tertidur sangat lelap saat ia berangkat ke tempat penyambutan. "Ngga usah bohong deh kamu!" Rifki memilih masuk ke dalam taksi dengan perasaan dongkol. Rifki mengabaikan teriakan kesal Amanda. "RENATA b******k!!" teriak Amanda kesal. Rencananya untuk menikmati pesta bersama Rifki gagal gara-gara Rifki memilih pulang menemani Renata dibandingkan melanjutkan party. *** Secepat kilat Renata mandi dan mengganti pakaiannya. Tak lama ia pun keluar dari kamarnya dan benar-benar tak ada satu orang pun disana. Renata sudah menduga kalau hanya dirinyalah seorang diri yang ada di gedung asrama itu. "Anjrit! Cuma aing doang dong yang ada disini. Sialan pada ninggalin gue." Gerutu Renata sambil berjalan menuruni anak tangga. "Si kampret juga sengaja ngga bangunin gue. Awas ya gue bales loe!!" Karena takut sendirian di dalam Renata pun menunggu kedatangan Rifki di teras asrama. Begitu keluar udara dinginnya malam langsung berhembus cukup kencang. Dinginnya terasa sampai menembus tulang. Renata galau antara menunggu di dalam tapi suasana gedung asramanya terlihat horor atau menunggu Rifki di teras dengan resiko masuk angin. Akhirnya Renata memilih menunggu Rifki di teras sambil merapatkan jaket tebalnya. Rifki yang baru saja turun dari taksi langsung menghampiri Renata yang sudah kedinginan. Dia sangat kesal karena Renata tidak menunggunya di dalam. "Kenapa sih ngga tunggu di dalam aja. Udah tahu mau masuk musim dingin, ini malah diem di luar," omel Rifki sambil mengajak Renata masuk ke dalam gedung asrama. "Mending kedinginan diluar daripada di dalem ketemu setan." "Setan dimana? Orang bule ngga takut setan. Emangnya di Indonesia, apa-apa disangkutin ama setan." "Serem tahu." "Ya udah kan aku udah disini sekarang. Ngapain takut lagi." Renata tersenyum lebar. Ia menggandeng lengan Rifki menuju dapur karena perutnya udah keroncongan. "Masak mie yuk. Dingin kayak gini enaknya mie kuah pedas pake cengek yang banyak," ucap Renata ngiler membayangkan nikmatnya makan mie instan dengan kuah yang pedas. "Loh jadinya makan mie? Ngga makan diluar?" Renata menggelengkan kepalanya, "Kelamaan Kak. Udah masak mie aja yang gampang. Aku udah laper banget ngga sanggup jalan jauh buat cari makan." "Oke deh. Sini biar aku yang masak mienya, kamu duduk dikursi aja." "Makasih ganteng. Emang selalu bisa di andalin deh. Pokoknya kalo ada kak Rifki hidup aku aman terkendali." "Halah merayu. Ngga mempan. Cium aku kalo mau merayu." Plaaakk... "Makan tuh ciuman." Rifki mengelus bahu kirinya yang baru saja dipukul oleh Renata. Sepasang muda mudi itu mengobrol sambil memasak mie instan yang mereka bawa dari Indonesia. Baru saja tiba beberapa jam di negara orang, keduanya sudah merindukan suasana dan masakan khas Indonesia. Renata dan Rifki berbincang banyak hal yang membuat obrolan mereka tak pernah berhenti. Bersama dengan Rifki, Renata menjadi sosok dirinya yang apa adanya. Tidak perlu menutupi dirinya dengan topeng. Ia juga bisa bercerita apa saja dengan pria itu. Bahkan hanya kepada Rifkilah ia mengutarakan maksud sebenarnya datang ke Amerika. *** Amanda meremas tangannya dengan kuat. Ia tak rela menyaksikan Renata tertawa bahagia bersama Rifki di sampingnya. Air matanya mengalir melihat kemesraan keduanya. Tak lama setelah Rifki pulang, Amanda pun menyusulnya dan melihat kemesraan itu. Ingin rasanya ia menghampiri mereka tapi kakinya seperti diberi lem yang super duper kuat, membuatnya tak bisa pergi kemana-mana. "Gue ngga akan pernah ikhlas elo sama Rifki. Rifki itu milik gue, bukan elo Renata," gumam Amanda sebelum pergi meninggalkan keuwuan itu. Di lain tempat. Seorang pria melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan. Sedari tadi ia menatap ponselnya, seakan tengah menunggu sebuah telpon penting. Jari-jemarinya mengetuk layar ponsel dan tak lama sebuah panggilan telpon masuk. "Halo," ucapnya dengan suara berat. "Seharian aku menunggu kabar dari mu. Bagaimana kondisinya sekarang?" Pria itu menatap hiruk pikuk kota sambil terus berbicara di telpon. Ia begitu bahagia mendengar kabar baik dari mata-mata yang ia kirimkan. Ia sudah tak sabar ingin segera bertemu dan memeluknya. "Tolong awasi dan jaga dia dari jauh. Aku tak ingin dia kenapa-kenapa," ucap si pria berpesan sebelum mengakhiri sambungan telponnya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD