Bab 4... Hari Pertama...

1607 Words
Hari pertama Cua... Dani dan Cua masuk dihari pertama. Tepat pukul 08.00 waktu Jakarta. On time. Kata-kata itu yang terus ditanamkan oleh Cua dalam dirinya. Walau tadi pagi berdebat panjang dengan Dani, Cua merasa hari ini dia harus propesional dengan dunia barunya. "Eeeeh... Gue ke ruangan Papi dulu yah. Ntar gue susul lo ke ruangan yang telah disiapkan bu Liberty." Dani berpisah dari Cua, menuju ruangan Papinya. Sementara Cua, menemui Hrd yang dipimpin bu Liberty. "Pagi bu." Senyum Cua ramah saat masuk ke ruangan bu Liberty. "Ya..." Bu Liberty menatap Cua. "Ada yang bisa saya bantu.?" Tanya bu Liberty ramah. "Saya Cua. Saya di minta Pak Hartono untuk menermui ibu pagi ini." Senyumnya. "Ooooh ya. Kamu temennya Dani yah.?" Senyum bu Liberty ramah. "Ya bu." Cua masih berdiri. "Duduklah, saya sedang menyiapkan id card dan surat kontrak kerja." Bu Liberty kembali menatap komputernya. Cua duduk dihadapan bu Liberty. Melihat sisi ruangan bu Liberty. "Kamu kenal Dani dimana.?" Tanya Liberty tanpa menatap. "Hmmm... Kebetulan saya satu kampus dengan Dani." Senyum Cua. "Oooh... Pacar.?" Tanya Liberty. "Bukan bu. Hanya teman." Jelas Cua. "Eeeehhhmmm... Emang apa jurusan kamu.?" Lirik Liberty. "Hmmm... Saya bisnis bu, Dani media." Jawab Cua. "Ooooh... Ya." Liberty membulatkan bibirnya. Jemarinya masih terus melanjutkan ketikannya. "Hmmm." Cua hanya terdiam menunggu Liberty menyelesaikan berkasnya. "Ehmmm... Oke... Ni udah beres. Anjani Cua Kim." Senyum Liberty memberikan kontrak Cua. Cua menatap berkas yang ada dihadapannya. "Kamu chines yah.?" Senyum Liberty lagi. "Hmmm... Keturunan bu. Bukan asli chines." Tutur Cua sopan. "Pantes cantik, dan Dani tertarik sama kamu." Bisiknya. "Ehmmm... Nggak bu, saya normal, wanita biasa. Mahasiswa yang mencoba peruntungan di metropolitan." Kekehnya. "Yaaaah... Semoga kamu beruntung." Liberty memberikan pulpennya pada Cua. Cua membaca semua kontrak pekerjaannya. Kemudian menandatangani berkas yang ada dihadapannya. Liberty juga membawa Cua keliling ruangan untuk pengenalan dengan karyawan yang lain. Berakhir ke ruangan promosi. "Naaaah... Ini ruangan kamu, dan ini id card kamu." Liberty membuka tirai ruangan Cua. "Ini meja kamu, dan ini meja Dani. Ini kunci mobil operasional, bisa kamu bawa sendiri, jika butuh sopir, silahkan hubungi security dibawah." Jelas Liberty kembali dengan sangat baik. "Baik bu. Terimakasih sudah menerima dan melakukan saya sangat baik." Cua menunduk tanda hormat. "Satu lagi, panggil mba aja, jangan ibu. Saya belum menikah." Kekeh Liberty. "Oooh... Iya mba. Maaf." Senyum Cua. "Oke, saya tinggal yah. Nanti time makan siang OB akan memberikan catering pada kamu." Senyum Liberty sambil berlalu. Cua menutup pintu ruangannya. Berteriak senang dan bahagia. "Yeeeezzz... Aku kerja... Kerja. Kerja. Hmmm... Pasti mama dan papa akan senang dengan dunia baru ku." Batinnya menuju kursi empuknya. Menatap laptop yang sudah disiapkan di mejanya. 'hmmm... Apple.... Luar biasa. Tajir bener.' kekehnya bahagia. "Napa lo senyam senyum." Dani membuka pintu tanpa mengetuk. "Nggak apa-apa." Senyum Cua gugup menatap Dani. "Ni hp dari papi, untuk promosi kita. Mulai hari ini, kita akan bekerja sama. Mengurus semua laporan dari hotel kita." Tegas Dani. "Hp apa ni.?" Cua membolak balikkan hp canggih pemberian Hartono. "Hp kerja lo lah. Emang lo pikir hp apa lagi.?" Ucap Dani dingin. "Hmmm... Iya, makasih." Tunduk Cua. Hari pertama Cua dan Dani di ruangannya, hanya diam sibuk dengan pekerjaan laporan yang masuk di email perusahaan mereka. Sangat membingungkan bagi Cua. Beberapa kali Cua terlihat memijit pelipisnya. 'ternyata kerja ni lebih pusing dari kuliah.' batin Cua. "Ada kesulitan, lo ngomong aja. Nanti Sinta akan membantu kita. Karena dia masih di luar." Jelas Dani tegas. "Sinta siapa.?" Tanya Cua. "Sinta orang promosi khusus luar kota. Dia akan membantu kita." Jelas Dani. "Ooooh.... Oke." Senyum Cua. Drrrrt.... Drrrrt.... 'Mama.' bisik Cua. "Halo Ma." Jawab Cua. "Mama akan ke Bandung mengunjungi Tanser, kamu nyusul kita yah.?" Pinta mama Cua. "Hmmmm... When??" Tanya Cua dengan wajah kurang bersahabat jika mendengar nama Tanser abang satu-satunya. "Besok. Tapi mama langsung ke Bandung yah." Jelas mama. "Ya ma. Kabari saja jika sudah berangkat." Pinta Cua. "Kamu sehat kan.? Gimana kuliah kamu.?" Mama bertanya kembali. "Sehat ma, kuliah yaaah... Lancar aja." Jelasnya. "Ya lah. Mama masih di rumah akong, nanti mama kabari lagi yah nak." Mama menutup telfonnya. Kembali Cua memijat pelipisnya. Meletakkan hpnya di meja. Dani mendengar dan melihat gerakan Cua merasa penasaran. "Kenapa lo.?" Tanya Dani tanpa menatap. "Hmmm... Mama ku mau kebandung. Mengunjungi abang aku di Bandung." Jelasnya. "Oooh... Kamu punya abang.?" Senyum Dani sinis. "Ya... One brother." Jalas Cua. "Kuliah, kerja.?" Tanya Dani penasaran. "Kuliah di ARS internasional." Senyumnya. "Hmmmm... Keluarga lo tajir yah.? Lo kuliah di unversitas pelita, abang lo di ARS. Bokap lo pengusaha.?" Dani tersenyum. "Papa tuh karyawan. Mama ngelajutin usaha akong aja." Jelas Cua. "Hmmm... Pantes tajir daerah." Kekeh Dani. "Biasa aja seeeh... Keluarga ku sederhana. Nggak kaya raya seperti keluarga kamu." Senyumnya.. "Oooh..." Dani membulat kan mulutnya. Melanjutkan pekerjaannya. Tok tok tok.... "Masuk." Suara dingin Dani terdengar menggema. Cekreek.... "Ngantarin makan siang mas." Senyum OB menatap Dani. "Ooooh... Tarok aja disana, oya... Buatin kopi yah bang." Perintah Dani. "Iya mas." Tunduknya patuh akan permintaan Dani. "Mba minum kopi juga.?" Tanya OB lanjut pada Cua. "Hmmm... Nggak usah. Terimakasih." Senyum Cua. Dani menatap Cua. "Ya udah, saya permisi mba, mas." Senyum OB menunduk kemudian berlalu. Cua terkekeh mendengar sebutan mas untuk Dani. "Emang kamu Cowok.?" Kekeh Cua menatap Dani. "Hmmm..." Jawab Dani dingin. "Hmmm... Kamu marah ama pertanyaan aku.?" Tanya Cua penasaran. "Kenapa mesti marah. Lo nggak tau, terus nggak nanya. Kenapa gue mesti marah." Jawab Dani kaku. "Mau makan sekarang.? Atau nanti.?" Cua mengalihkan perbincangannya. "Hmmm... Kamu lapar.?" Tanya Dani lembut. "Belum seeeh... Karena tadi pagi ribut ama kamu." Wajah Cua berubah kurang senang mengenang kejadian tadi pagi. "Eeeeeh... Listen... Gue, temenan ama lo bukan maksud jahat ama lo. Gue kasihan ama perantau kayak lo dimanfaatkan pria kayak sahabat lo itu. Ngerti." Tegas Dani. "Iya... Aku ngerti. Udah aaaagh... Jangan dibahas. Puyeng aku." Rungut Cua. Dani berdiri menghampiri cua. "Denger yah, gue seneng sama kepolosan lo. Tapi gue benci ama kebodohan lo. Ngerti. Lo anak cewek jauh dari keluarga, kalau nggak bisa jaga diri dari pria kayak Angga, hancur lo. Emang lo mau masa depan lo suram.?" Sarkas Dani. "Haaaaah...???" Kaget Cua. "Kamu ngomong apa seeeh. Yaaah, aku mau dari muda sukses dong. Apalagi usia ku masih muda gini. Aku seneng kamu membantu dan membuka mata ku. But, aku masih penasaran, kenapa kamu mau membantu aku.? Itu doang." Jelas Cua polos. "Heeeiii... Gue tu awalnya suka ama lo, tapi karena Angga, gue urungkan niat gue buat macarin lo. Ngerti." Senyum Dani sinis seakan remeh. "Haaaah... Maksud kamu.? Kamu suka dan mau pacaran ama aku.? Kan tadi aku dah bilang, aku tuh sehat." Cua berlalu menuju sofa. "Menurut lo, gue sakit.?" Sinis Dani. "Yaaaah... Nggak gitu. Aneh aja rasanya." Kekeh Cua. "Heeeeeiii... Gue suka doang, bukan untuk serius." Tegas Dani. "Iya, tapi tetep aja aneh. Karena di daerah aku nggak pernah ada yang begini." Tambah Cua. "Udah aaagh... Ganti topik, makan dulu. Besok kalau lo ke Bandung, gue ikut lo." Tegas Dani. "Haaaaah....????" Wajah Cua jelas terlihat tidak menyukai keputusan Dani. "Ntar mama ku pasti marah, kalau aku berteman dengan mu." Jujur Cua. "Heeeeiii... Gue ini anak bos lo. Bukan kawan atau pacar lo. Tenang aja. By the why... Lo bisa nyetir.?" Tanya Dani. "Ya bisa lah. Kelas dua SMA aku udah bisa nyetir." Sombong Cua. "Baguslah." Dani melahap makan siang yang sudah terhidang di hadapannya. Cua dan Dani makan bersama. Cua berusaha mendekatkan diri agar nyaman dalam menerima kehadiran Dani sebagai teman barunya. Jujur tidaklah mudah, memiliki teman baru dari dunia yang berbeda. Tapi Cua teringat akan perjanjiannya pada Hartono secara pribadi agar dapat merubah sang putri. 'tapi dimulai dari mana.' Cua membatin. "De Cua, sipanggil bapak di ruangan yah." Panggil Laras dari penggilan intercom. "Iya mba. Segera saya ke ruangan bapak. Terimakasih." Sahut Cua. "Aku ke ruangan Papi mu dulu yah. Selesai dari ruangan papi kita persentasi di hotel Agro Perkasa." Jelas Cua seraya berlalu meninggalkan Dani yang masih menatapnya. "Permisi om. Om panggil saya.?" Tanya Cua sambil bersalaman dan mencium punggung tangan Hartono. "Ooooh yah. Silahkan duduk." Sahut Hartono. "Ini ada rekan saya dari Jogja, untuk menawarkan tempatnya menjadi sebuah hotel dalam naungan perusahaan kita. Bisa kamu persentasi kan diruangan meeting.?" Tatapan Hartono terkagum pada penampilan Cua hari ini. Sangat modis dan elegan. Dibalut mini dres, blazer dibalut sepatu booth 12cm. "Oooh." Cua menatap rekan Hartono, mendekati dan mengulurkan tangannya untuk berkenalan. "Randy." Senyum rekan barunya. "Cua." Cua melepaskan tangannya dari genggaman Randy. Mendudukkan bokongnya ke sofa empuk ruangan Hartono. "Kita mulai persentasi sekarang, atau lima menit lagi pak Randy.?" Tanya Cua sopan dan lembut. "Hmmmm... Terserah. Kamu bisanya kapan. Saya nunggu." Jawab Randy sangat hangat. "Tapi jangan panggil Pak dong, tua banget. Panggil Mas aja." Godanya sambil tetawa menatap Hartono. "Oooough ya Mas. Maaf, saya nggak tau." Jawab Cua. "Ya udah, kamu minta siapkan ruang meeting sama OB, 30 menit lagi Randy akan menyusul kamu." Perintah Hartono. "Baik om... Saya permisi dulu." Senyum Cua sambil berlalu meninggalkan ruangan Hartono. Cua meminta OB membantunya menyiapkan ruangan. Mengambil semua bahan persentasinya di ruangan. "Kamu ikut persentasi ama aku yuuukz." Suara Cua mengalihkan perhatian Dani yang sedang bermain Game. "Sama siapa.?" Tanya Dani kaku. "Mas Randy." Cua membalikkan tubuhnya untuk berlalu. "Randy anak om Tio.?" Tanya Dani serius menatap Cua. "Nggak tau. Mas Randynya sendiri." Jelas Cua. "Mas...?? Randi tu anak om Tio, dari Jogja kan.? Dia itu temen sekolah gue." Jelas Dani. "Ooooh... Seumuran kita.? Tapi ini asli ganteng lhoo... Meluluh lantahkan hati aku." Kekeh Cua sambil mengejek kearah Dani. "Hmmm... Dasar cewek matre lo." Balas Dani. "Kok matre, aku seneng karena ganteng yah, bukan kaya." Kekehnya. "Oooh iya, gue lupa, type lo kan Angga." Balas Dani dingin. "Daniiiii..." Mata Cua menatap kesal ke arah Dani. Dani hanya tertawa mengusap kepala Cua menuju ruang meeting. tobe continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD