Meeting...
Persentasi pertama Cua di ruang meeting bersama Randy, Hartono dan Dani dicatat oleh Laras secretaris Hartono sebagai persentasi terbaik untuk langkah awal anak kuliahan. Randy sangat mengerti dengan semua penjelasan dari Cua.
"Baik om... Kapan kira-kira team promosi bisa hadir ke Jogja om.?" Tanya Randy sambil melirik Dani dan Cua.
"Hmmm... Nanti saya atur yah Randy. Karena ini masih tahap awal mereka. Kalau bertemu dengan Pak Tio tentu om akan ikut bersama mereka." Jelas Hartono.
"Tentu om." Tawa Randy sesekali melirik Cua.
"Minggu ini nggak bisa pi. Sebab weekend aku sama Cua mau kebandung. Ada keluarga Cua dateng dari Riau." Jelas Dani.
Mata Cua melotot ke arah Dani, takut akan dicegah Hartono. Karena akan melakukan perjalanan tanpa sepengetahuan Hartono.
"Ya udah, aku ikut aja sekalian." Pinta Randy.
Mata Cua dan Dani saling bertatapan. "Ngapain lo ikut.?" Tanya Dani agak sedikit nyolot.
"Yaaaah... Nemanin kalian lah. Cewek dua orang jalan jauh ngendarain mobil itu berbahaya lhoo om." Kekeh Randy meyakinkan Hartono.
Mata Hartono tertuju pada Cua dan Dani.
"Hmmmm... Gini Pi, Cua mamanya bakal datang dari Riau untuk menjenguk abangnya di Bandung. Jadi beres kerja kami langsung cabut." Jelas Dani pada Hartono.
"Ck... Kamu, disini aja. Biar Cua bertemu keluarganya ditemani Randy." Jawab Hartono singkat.
"Papi... Nanti Mamanya Cua curiga lhoo.... Nanti kalau Randy macam-macam ama Cua gimana.?" Dani berusaha menakuti Hartono.
"Cowok cewek ini. Yaaah... Dinikahin dong." Hartono berdiri berlalu meninggalkan ruang meeting.
Mata Cua dan Randy saling tatap. Ada perasaan aneh. 'kok jadi Randy. iiiiigh.' ada perasaan yang mengganggu pikiran Cua.
Dani berlari mengejar Hartono ke ruangannya, merengek seperti anak kecil yang meminta permen kepada Papinya.
Sementara Cua dan Randy saling beradu mata. Ada perasaan aneh dihati mereka, membuat mereka menjadi kurang nyaman. 'apa maksud om Hartono.?' batin Randy.
"Iiiiigh..." Cua merasa ngerii di tinggal berdua. Memilih berlalu meninggalkan ruang meeting.
"Heeeeeiii..." Randy menarik lengan Cua.
"Apaan.?" Cua berbalik arah sambil menatap wajah Randy yang sangat tampan.
"Lo mau kemana.? Ikuuut." Sahut Randy manja.
Cua merasa kaget dengan pria tampan, yang sangat lembut di matanya.
'Dani cewek juteknya minta ampun, Randy cowok lembutnya ngalahin aku anak cewek.' Cua membatin.
"Ya udah... Hayuk ke ruangan aku." Cua melepaskan tangan Randy, melangkah meninggalkan ruang meeting.
"Bang, meeting udah beres, tolong beresin yah." Senyum Cua pada seorang OB yang berpapasan dengannya.
"Ooooh... Iya mba, nanti saya beresin." Senyum si ob.
"Makasih bang." Cua berlalu diikuti Randy dari belakang.
Saat tiba diruangannya, Cua meminta Randy duduk di sofa. Cua meletakkan semua perlengkapan meeting yang iya bawa sendiri.
"Hmmm... Kamu cerdas yah." Senyum Randy pada Cua.
"Biasa aja, kan dibantu Dani juga." Kekehnya.
"Sudah berapa lama gabung di group om Hartono.?" Tanya Randy sedikit kepo.
"Hmmmm.... Today the first time." Kekeh Cua.
"Woooow... Baru pertama, tapi sudah menguasai. Luar biasa." Senyum takjub Randy terlihat jelas sesekali melihat Cua yang masih duduk di kursinya.
"Mau minum apa mas Randy.?" Cua membuka kulkas ruangannya.
"Hmmmm... Hanya ada minuman kaleng, yang aku nggak suka." Cua berbisik tapi Randy mendengarnya.
"Apa..??" Randy sudah berada di belakang Cua.
"Aaaaaaaiiiigh.... Kaget aku. Kamu tu yah Mas. Datang kayak kunti. Kode-kode dong. Agar aku bisa nggak kaget." Cemberut Cua mendorong sedikit tubuh Randy.
"Air mineral aja, tadi di ruangan om Hartono aku udah minum." Seraya tersenyum menunjukkan giginya yang rapi menggunakan behel termahal. Cua sama sekali nggak tau apa namanya. Maklum, anak daerah... Jadi agak kudet walau tinggal dikota besar. Hehehe....
Cekreeek....
"Heeeeiii... Ngapain kalian deket-deket kesengsem gitu.?" Dani melihat pemandangan yang kurang menyenangkan dihatinya.
Cua kaget dengan kehadiran Dani sambil menatap Randy.
"Cemburu lo.?" Sindir Randy sambil terkekeh kembali ke sofa.
"Hmmmm... Lo tu nggak berubah yah, terlalu pede." Senyum Dani sinis duduk di kursi kerjanya.
"Kok disitu.? Sini dong Randy menepuk sofa di sebelahnya.
Dani menghela nafas dalam, mendekat pada Randy. Cua hanya melihat keanehan Randy dan Dani.
"Lo makin cantik kalau cemburu." Kekeh Randy pada Dani.
"Udah deh, gue malas denger rayuan pulau kelapa lo." Sinis Dani menghempaskan bokongnya tepat sebelah Randy.
"Masih belum bisa bersahabat ama gue.?" Kekeh Randy.
"Udah aaagh... Males gue dengernya. Gimana hubungan lo sama Luna.?" Bisik Dani, tapi dapat didengar oleh Cua.
"Hmmmm... Luna udah pindah ke Surabaya. Kuliah disana dia. Nggak ada contac ama gue lagi." Jelas Randy, tangannya mulai mengelus lembut tengkuk Dani.
Rambut Dani yang cepak bak pria, membuat Randy makin gemes melihat wanita yang semakin dingin semenjak pertikaiannya beberapa tahun lalu.
"Ngapain lo kesini.?" Tanya Dani menatap wajah Randy, sesekali melirik Cua yang sok sibuk di mejanya.
"Kangen ama lo." Senyum Randy penuh pesona.
"Hmmmm... Mulai. Ngasih harapan, trus mainin perasaan gue lagi. Gitu maksud lo.?" Sindir Dani kaku.
"Gue nggak pernah mainin perasaan lo, lo nya aja tiba-tiba ngilang. Nggak ada kabar sama sekali. Gue tanya sama om, lo di London. Trus, ngapain lo pindah kesini trus berubah jadi begini.?" Bisik Randy.
"Eheeeem... Maaf, kayaknya ini privasi yah. Aku keluar dulu deh. Takut nanti ganggu." Cua memilih keluar tapi di tarik tangannya oleh Dani.
"Disini aja. Nggak ada yang mesti disembunyiin. Gue ama Randy nggak ada hubungan kok." Senyum Dani, "lo bebas buat deketin Randy." Lanjut Dani.
"Haaaaah... Kok..." Wajah kaget Cua menatap Randy dan Dani.
"Lo naksirkan ama Randy." Dani jujur karena emang dia merasa tidak enak karena Randy mulai merayu Dani.
"Ehmmm... Ya nggak lah. Naksir darimana.?" Cua membantah. Ada perasaan gugup di sergap oleh Dani membuat dadanya berdegub tidak stabil.
"Tadi lo bilang ke gue." Dani berdiri merangkul Cua.
"Eeeh... Nggak ada... Sory mas Randy, tadi itu aku bercanda doang, nggak beneran." Tampak wajah Cua memanas. Merasa tubuhnya kekurangan oxigen.
Randy hanya terkekeh melihat reaksi wajah Cua.
"Udah Dan... Biarin Cua keluar. Urusan lo ama gue dulu di beresin." Senyum Randy.
Cua berbalik membuka pintu kembali menutupnya. Mengelus dadanya, menghembus nafas dalam.
'Dani kurang ajar. Hmmm... Mas Randy emang ganteng. Tapi nggak gini juga kali.' batinnya dalam hati. Berlalu menuju pantry, untuk menenangkan hatinya.
Saat di pantry Cua membuat teh anget. Memijit pelipisnya dengan lembut.
Drrrrrt.... Drrrrt...
'Dani.'
"Mana lo.?" Tanya Dani.
"Pantry." Jawab Dani lemes.
"Kita tunggu di parkiran, kita pindah ke apartmen gue." Perintah Dani tidak mau di bantah.
"What.????" Cua menenggak teh angetnya, dan berlalu meninggalkan pantry. Menuju ruangannya, mengambil tas kemudia menyusul Dani di baseman.
"Woooow... Cepat banget gerak lo." Sindir Dany menatap wajah Cua, melirik Randy. "Masuk. Kita ada meeting dengan hotel Agro." Perintah Dani. Cua hanya menuruti apa kata Dani.
"Emang udah nelfon.?" Tanya Cua bengong di belakang.
"Udah, tadi jam 11 dia balas email lo kan.? Tapi karena meeting ama pak Randy yang tampan ini, kita undur jadi sekarang." Dani mengusap lembut pungung Randy dikemudi.
"Hmmm... Jangan pegang-pegang, nggak enak sama Cua." Kekeh Randy.
"Ehmmm... Nggak ngaruh sama aku." Ejek Cua dari belakang.
"Keliatan anak perawan nggak mau ngalah yah Ran.?" Kekeh Dani.
"Emang kamu nggak perawan.?" Cua nyolot.
"Gue maaah masih perjaka." Jawab Dani terkekeh, makin membuat Cua geram.
"Iiiiigh..." Cua mengalihkan pandangannya, menatap gedung pencakar langit.
"Dan... Aku ada kuliah lhoo jam 19.00. terkejar nggak yah.?" Cua menyentuh tangan Dani yang menghadang ke arah Randy.
"Kita meeting sebentar kan.? Ama mereka.?" Tambah Cua.
"Kita lihat nanti aja. Mudah-mudahan cepat kelar. Oya, lo buat laporan di group promosi, posisi kita dimana yah Cua." Dani menenangkan sekaligus memerintah Cua.
"Iya. Udah dari tadi aku share." Cua masih menatap Randy dari kaca spion depan. Berhubung, Cua duduk di belakang Randy, terkadang tatapan mereka bertemu. Ada yang tersirat, tanpa mesti terucap.
Meeting di Hotel Agro, dengan CEO yang masih sangat muda, membuat Cua terkagum-kagum.
'Ternyata di usia muda para pengusaha ini telah memiliki segalanya. Luar biasa, tampan... Tajir... Beeeegh... Membuat aku sulit memilih.' batin Cua sambil terkekeh.
Angga pv...
Saat mengetahui Cua pindah ke kosan lebih baik, kemudian mendengar dari Lingga Cua mendapatkan beasiswa dari perusahaan Papa Cua berkerja, timbullah rasa penasaran Angga pada Cua.
Ingin melakukan sesuatu, lebih tepatnya memanfaatkan Cua dengan kepolosannya, tapi digagalkan oleh Dani musuh bebuyutannya di Club. Dani mengetahui sepak terjang Angga. Angga hanya seorang pria malas, tidak ada tujuan, sibuk dengan dunia malam, gonta ganti cewek, matre, miskin lagi. Nggak ada nilai jualnya. Emang seeeh... Wajahnya good locking. Tapi sangat tidak mudah juga agar Cua terpikat hingga salah langkah. Cua selalu dilindungi Dewa agar jauh dari marabahaya, menurut Mama Cua.
Semenjak malam mereka berpisah itu, Angga dan Cua tidak pernah berkabar lagi. Dani melarang tegas.
Sama seperti hari ini, Dani membaca pesan dari Angga, agar Cua mengirimkan uang ke rekeningnya. Membuat Dani emosi. Menurut Dani, Angga itu laki-laki, dan berhak ditegaskan. Dani memblokir nomor Angga, membuat Cua merasa nggak enak pada Angga karena sikap agresif Dani. Perdebatan mereka tadi pagi sangat sengit. Tapi syukurnya Cua mengerti.
'Semoga saja menjauh dari Angga membuat Cua lebih baik.'
tobe continue...