Kekesalan Riana

1099 Words
Jaka tersadar dari keterkejutannya dan dicekalnya tangan Riana, “Duduk!, temanilah Saya makan. Sudah kukatakan, kalau tidak mungkin aku bisa menghabiskan makanan sebanyak ini seorang diri.” Riana pun dengan terpaksa kembali duduk di hadapan Jaka, sungguh bosnya ini tidak bisa dimengerti apa maunya sebenarnya. Riana pun memakan makanan yang ada di hadapannya, keduanya tidak lagi bercakap-cakap, seperti tadi. Jaka melihat ke arah Riana yang makan dalam diam dan diperhatikannya, kalau Riana menyantap makanannya sambil melamun. “Apakah laki-laki itu yang membuatmu kabur dari rumah?, apakah kamu sudah menikah dengan laki-laki itu?, tetapi rasanya tidak mungkin kalau Riana sudah menikah jari tangannya masih polos.” Gumam Jaka dalam hatinya. Riana mendongak dari makanan yang ada di hadapannya, ia merasa tidak nyaman terus di tatap oleh Jaka, “Kenapa Bapak terus menatap ke arah Saya?, apakah ada yang salah dengan penampilan saya?” Jaka menatap lekat Riana, “Saya hanya ingin tahu saja, apa yang menyebabkan kamu kabur dari rumah?, apakah laki-laki itu adalah suamimu, yang sudah menyebabkan kamu tidak mau menjalin hubungan dengan laki-laki lagi?” Riana balas menatap Jaka, ia tidak mau terintimidasi dengan tatapan Jaka, “Saya rasa alasan Saya pergi dari rumah bukanlah urusan Bapak dan laki-laki yang membuat Saya enggan untuk menjalin hubungan lagi.” Jaka menatap Riana dengan tajam, “Kamu berani bicara seperti itu dengan saya?, apa kamu tidak takut akan saya pecat?” “Mengapa Saya harus takut dengan Bapak yang sudah menyinggung perasaan Saya. Bapak sudah menanyakan hal pribadi yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.” “Siapa bilang pertanyaan saya tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Bagaimana, kalau tiba-tiba saja datang seseorang yang menuntut kafe milik saya karena sudah menyembunyikan seorang penjahat.” “Saya tidak mengenal kamu, tetapi saya bersedia menerima kamu untuk bekerja di kafe milik saya?” Riana menatap tidak percaya ke arah Jaka, “Jadi Bapak menganggap saya seorang penjahat begitu?, Saya rasa ketika bekerja, tempat kita bekerja tidak menanyakan masalah pribadi pekerjanya, apakah di kafe ini ada pengecualian?. Untuk bekerja di kafe ini harus menceritakan latar belakang keluarganya?, ataukah ini hanya berlaku untuk saya saja?” “Hmm, kamu berani bertanya seperti itu kepada Saya, bagaimana, kalau saya katakan hanya kepadamu saja saya bertanya tentang latar belakang keluargamu?” “Apa alasan Bapak menanyakan latar belakang keluarga Saya, Saya bisa memastikan kepada Bapak, kalau Saya berasal dari keluarga baik-baik. Tidak akan ada yang datang mencari Saya ke kafe ini, karena keluarga saya tidak peduli dengan Saya dan Saya pikir mereka justru akan merasa senang dengan menghilangnya saya.” “Mengapa kamu menjadi emosi saya menanyakan tentang latar belakang keluargamu?” “Bapak sendiri bagaimana?, apakah Bapak akan senang saja, ketika saya mengajukan pertanyaan yang sama kepada Bapak?” Tanya Riana dengan berani. “Saya tidak akan merasa kesal, karena menurut saya biasa saja, hanya kamunya saja yang terlalu berlebihan dalam menanggapi.” “Baiklah, Saya yang salah, karena terlalu berlebihan dalam menanggapi pertanyaan Bapak. Sekarang, coba Bapak jelaskan kepada Saya alasan Bapak begitu tidak suka kepada Saya?’ “Siapa bilang saya tidak suka dengan kamu, Saya hanya mencoba bersikap tegas dengan pegawai saya itu saja dan lagipula, saya tidak mau terlalu dekat dengan pegawai saya, nantinya akan melunjak, contohnya seperti kamu.” “Permisi Pak, saya harus kembali bekerja, bukankah Bapak tadi bilang tidak mau terlalu dekat dengan pegawai Bapak dan Saya tidak mau dikatakan mencoba untuk mendekati Bapak.” Riana pun berdiri dari duduknya untuk kembali bekerja. Sesampainya di bagian dapur kafe, ia dicecar pertanyaan oleh Jeny, “Ada hubungan apa kamu dengan pak Jaka, kalian tadi kelihatannya serius sekali berbicaranya?” Riana menatap ke arah Jeny, antara saya dengan pak Jaka tidak ada hubungan apapun. Kami hanya berbincang masalah biasa yang tidak penting.” Riana kemudian mengambil pesanan pelanggan yang sudah siap diantarkan ke meja. Sementara itu, ditempatnya duduk, Jaka menatap kepergian Riana, ia tidak mengerti dengan dirinya yang begitu ingin tahu tentang latar belakang kehidupan Riana, seperti kata Riana, ia memang tidak berhak mencampuri urusan pribadinya selama hal itu tidak mengganggu jalannya pekerjaan Riana. Jam 00.00 dini hari kafe Jaka baru tutup. Jaka yang duduk di dalam mobilnya, terus mengawasi ketika Riana dan Jeny berjalan ke luar dari kafe menuju ke parkiran. Keduanya kemudian naik ke atas motor dengan jenny membonceng Riana. Jaka baru menjalankan mobilnya, setelah dilihatnya Riana dan Jeny meninggalkan parkiran. …………… Riana merasa tenang, selama dua minggu Jaka tidak datang ke kafe, menurut kabar yang didengarnya, Jaka sedang menjalani ujian untuk memperoleh ijin praktik dokternya. Sungguh hari-hari yang membahagiakan bagi Riana. Tiga minggu bekerja di kafe, membuat Riana menjadi dekat dengan pekerja kafe. Riana sedang memanfaatkan gilirannya beristirahat dengan duduk-duduk bersama dengan Tomi. Keduanya sedang terlibat dalam pembicaraan yang seru, ketika ada sebuah suara yang menyindir keduanya. “Ternyata di sini sedang ada dua orang yang sedang berkencan, sementara teman-temannya sedang bekerja. Memangnya kalian tidak malu, berpacaran di jam kerja.” Sindir Jaka dan menatap keduanya dengan tajam. Tomi berdiri dan balas menatap tajam Jaka, “Kami tidak sedang berpacaran, di jam kerja. Saya dan Riana sedang mengambil jatah istirahat kami selama beberapa menit, kalaupun kami berpacaran, tidak masalah juga, karena kami sama-sama sendiri dan tidak memiliki pasangan.” Sahut Tomi kesal dengan tuduhan Jaka. Jaka menatap Riana dan menarik lengan Riana mendekat ke arahnya, “Riana akan pergi denganku, ia tidak akan kembali bekerja ke kafe hari ini.” Kata Jaka kepada Tomi. Tomi menatap heran, Jaka yang menarik lengan Riana dan membawanya pergi dari kafe, sungguh tidak konsisten bosnya itu, tadi mengatai ia dan Riana. Sekarang malah ia yang mengajak Riana pergi begitu saja di jam kerja. Riana mencoba melepaskan pegangan tangan Jaka di lengannya, “Mengapa Bapak mengajak Saya pergi?, bukankah sekarang masih jam kerja?. Saya tidak mau Bapak memarahi saya lagi dan bersenang-senang di jam kerja.” Riana akhirnya berhasil menyentak kasar lengannya yang dipegang oleh Jaka. “Kamu ikut dengan Saya dan jangan banyak bicara!” “Saya tidak mau, ke mana Bapak akan membawa Saya?, bagaimana kalau Bapak membawa Saya pergi dan kemudian meninggalkan Saya di tengah jalan?” Jaka menatap Riana dengan tajam, “Kamu tidak perlu takut, Saya tidak akan meninggalkan kamu di tengah jalan ataupun akan melakukan sesuatu yang jahat kepadamu, karena kamu sama sekali bukan tipe Saya.” Riana pun mengalah, ia tidak tahan dengan tatapan tajam yang diberikan oleh Jaka, “Saya akan mengambil tas saya dahulu, Pak.” “Tidak perlu, tas kamu akan aman di sini, tidak akan ada yang berani mengambil tasmu, kalau kamu mengkhawatirkan isi dompetmu, Saya yakin isi dompetmu tidaklah banyak.Pencuri yang mengambil dompetmu hanya akan mendapati kekecewaan saja, ketika membuka isi dompetmu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD