Jaka mengabaikan Tomi, ia berjalan meninggalkannya dan lebih memilih duduk bersama dengan pelanggan kafe lainnya.
Setelah sekian menit Jaka duduk dan Riana yang terlihat bolak-balik mengantarkan pesanan pelanggan dan melewatinya begitu saja, membuat Jaka menjadi kesal. Dengan emosi dipanggilnya Riana, “Hei, Nona!. Mengapa Anda tidak mau melayani Saya?, apakah Anda tidak melihat, kalau sejak tadi Saya duduk di sini dan dilewati begitu saja!”
Riana berjalan dengan terburu ke arah meja Jaka duduk, dengan suara takut dan gugup, Riana pun bertanya kepada Jaka, “Maaf Pak, keteledoran Saya. Bapak mau pesan apa?”
“Saya mau pesan kamu.” Kata Jaka dengan suara pelan yang hanya bisa didengar oleh Riana.
Riana yang terkejut, menatap ke arah Jaka. “Hah!, apa maksud perkataan Bapak, mau pesan Saya?” Tanya Riana yang tidak sadar bersuara sedikit keras.
Jaka menatap marah ke arah Riana, “Ternyata selain teledor, kamu juga mempunyai pendengaran yang kurang. Saya bilang, buatkan Saya kopi latte dan makanan pesanan Saya seperti biasa, kalau kamu tidak tahu, silahkan cari tahu apa menu favorit Saya.”
“Baik Pak!, makanan Bapak akan segera datang dalam waktu yang tidak lama lagi. Silahkan menunggu dan maaf keterlambatannya, Pak!”
Riana, kemudian berjalan meninggalkan Jaka di tempatnya dan menuju ke dapur. Riana langsung bertanya kepada Jeny, “Apa menu pesanan favorit Pak Jaka di kafe ini?, tadi beliau mengatakan kalau beliau memesan menu favoritnya dan tolong segera ya, aku takut pak Jaka akan menjadi marah, kalau terlalu lama menunggu.”
Jeny melihat Riana yang terlihat gugup, “Kenapa kamu gugup begitu?, tenang saja, pak Jaka orangnya baik, kok. Kami tidak pernah kena marahi kok. santai saja.” Kata Jeny, sambil menyiapkan menu pesanan mereka.
“Iya, pak Jaka baiknya hanya dengan kalian saja, tetapi kepadaku selalu marah-marah, enata apa salahku dengan pak Jaka.” Sahut Riana.
Sebuah suara baritone yang berasal dari belakang Riana membuatnya menjadi gugup dan semakin ketakutan, “Siapa yang marah-marah?, menurut kamu, sebagai seorang pelanggan apa yang akan kamu lakukan, kalau meja tempat kamu duduk di lewati begitu saja, sementara pengunjung kafe yang lain dilayani.”
Riana semakin menundukkan wajahnya, “Ya Allah, kenapa hari kedua aku bekerja harus mendapatkan masalah, dengan bos lagi.” Gumam Riana dalam hatinya.
“Kenapa diam saja?, kamu tidak kehilangan suaramu, ‘kan?, atau ada yang menggigit lidahmu?” Tanya Jaka galak.
Jeny dan beberapa pegawai kafe lainnya merasa heran, baru kali ini mereka melihat bos mereka menjadi emosi seperti ini. Ada apa sebenarnya antara bos mereka dengan Riana.
“Maaf Pak. Saya salah bicara. Riana pun mengangkat wajahnya, meski merasa takut dengan nasibnya bekerja di kafe ini, iapun memberanikan diri untuk bertanya, “Apakah Bapak tidak suka saya bekerja di sini?, Saya mohon, meskipun Bapak tidak suka dengan Saya, tolong jangan pecat Saya.”
Jaka melototi pegawai kafenya yang lain, yang melihat dan mendengarkan pertengkarannya dengan Riana, “Apakah kalian tidak punya pekerjaan. Cepat kembali ke tempat kalian, masing-masing dan layani pelanggan, jangan sampai mereka merasa kecewa. Cukup Saya saja yang merasa kecewa dengan pelayanan kafe hari ini.”
Pegawai kafe Jaka yang lainnya pun kemudian berbalik pergi meninggalkan Riana dan Jaka berdua, meski penasaran dengan sikap di luar kebiasaan bos mereka. Mereka tidak berani menentang perintah dari Jaka.
Jaka kemudian mengalihkan tatapannya kepada Riana, “Kamu suka membuat kesimpulan sendiri, apakah Saya mengatakan akan memecat kamu?, tidak, ‘kan” Saya hanya meminta kepadamu untuk bekerja dengan professional dan kesalahan yang kamu perbuat hari ini, bisa kamu jadikan catatan untuk tidak kamu ulangi lagi.”
Riana yang tadinya berwajah tegang, sontak tersenyum mendengar pernyataan Jaka, “Siap, Pak!. Saya tidak akan mengulanginya lagi.”
Melihat Riana yang tersenyum dan bertingkah seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan permen, membuat Jaka tersenyum melihatnya.
Riana yang tidak pernah melihat Jaka tersenyum sebelumnya merasa terpukau melihat senyum Jaka yang sangat manis dan begitu memikat, membuat Riana terpukau melihatnya.
“Senyum Bapak manis sekali, jangan sering-sering tersenyum ya Pak, senyum Bapak ini nusuk banget, bikin hati meleleh.”
Jaka menatap galak Riana, hilang sudah senyum manis yang tadi terbit di bibirnya, berganti dengan wajah dingin, “Baru saja kamu ketakutan dengan Saya dan sekarang kamu malah merayu Saya. Kamu pikir Saya akan tersanjung dengan pujian dari kamu.”
Riana dalam hatinya menggerutu, “Kukira bakalan baik dan berubah sikapnya kepadaku, karena sudah mau tersenyum, ternyata aku salah. Tetap saja, dia tidak suka denganku.”
“Maaf Pak, Saya tidak bermaksud untuk merayu atau menggoda bapak. Permisi Pak, Saya mau kembali bekerja.” Riana pun dengan cepat berbalik menuju ke tempat Jeny berada dan mengambil pesanan para pelanggan untuk diantarkan ke meja mereka. Riana merasa, kalau ia lebih lama lagi berada dekat dengan Jaka, bisa-bisa ia akan kena darah tinggi.
Jaka kembali lagi ke meja tempat ia duduk tadi, sambil menunggu Riana mengantarkan pesanannya. Ada rasa kepuasan tersendiri di hati Jaka sudah berhasil membuat Riana merasa kesal.
Beberapa saat kemudian, Riana datang dengan nampan di tangannya mengantarkan pesanan Jaka. Saat Riana akan berbalik kembali ke belakang. Jaka menahannya, “Mau ke mana kamu?, bukankah tadi Saya sudah mengatakan memesan kamu. Kamu harus menemani Saya duduk di sini dan menikmati semua makanan ini. Kamu pikir Saya sedang kelaparan apa, memesan menu sebanyak ini.”
Riana menatap tidak percaya ke arah Jaka, tadi mengatainya kurang pendengaran dan sekarang malah memintanya untuk menemani menikmati makanan yang dipesannya dalam jumlah banyak. Memang, ketika mendatangi Riana ke belakang tadi, Jaka meminta pesanannya untuk dibuatkan dalam jumlah dobel.
Riana pun duduk di hadapan Jaka dengan tegang, ia tidak tahu apalagi yang akan dilakukan dan dikatakan oleh Jaka, saat mereka berdua, sepertinya jantungnya harus siap-siap menghadapi naik turunnya emosi Jaka.
“Kenapa kamu dari tadi diam saja dan melihat wajah Saya?, Saya memang tahu, kalau wajah Saya ini ganteng, tetapi Saya ini tidak akan tertarik dengan gadis sepertimu.”
Riana menatap bingung ke arah bosnya, “Maaf Pak, sepertinya Saya juga tidak akan tertarik dengan Bapak, karena Bapak itu bukan pria idaman Saya sama sekali dan saat ini Saya sama sekali tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan lelaki, tetapi Bapak jangan salah faham.”
“Saya tidak tertarik dengan lelaki, bukan berarti Saya tidak normal, Saya masih wanita yang normal, menyukai lelaki. Hanya saja, Saya lebih suka untuk sendiri.”
Riana yang merasa sedih, karena teringat dengan pengkhianatan mantan kekasihnya pun berdiri dan meninggalkan Jaka yang menatap ke arahnya dengan canggung.