When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Sunshine’s POV Jantungku berdetak lambat, menyadari bibirnya pada bibirku. Lucifer—tidak ada yang lembut dari cara iblis itu menciumku saat ini, atau setiap kali dia melakukannya. Selalu saja kasar dan menuntut, seakan ingin melampiaskan semua amarah pada bibirku. Oh, but God, I love it. So much. Bagaimana jemarinya selalu tahu cara untuk menemukan leherku. Mencekik dengan tekanan yang ringan. Tidak pernah menyakiti, hanya ingin mencuri nafas. Dan dia berhasil. Ketika Lucifer melepaskan bibirnya dariku, aku mulai terengah-engah. Pipiku terasa panas menyadari wajahnya begitu dekat denganku hingga aku bisa melihat mata hitamnya semakin menggelap—seperti predator yang melihat mangsa sebelum membunuhnya. Tapi kemudian, Lucifer menjauh. Jemarinya tidak lagi di leherku. Bahkan tatapa