Melarikan Diri

1170 Words
Malam harinya, Aro menepi, menyendiri, dan mulai berpikir keras untuk hidup dan masa depannya. Tidak seperti dulu, ketika ia hanya seorang Arogan. Laki-laki yang cuma melihat ke satu arah dan menganggap hidupnya hanya untuk mengabdi pada iblis busuk, yang sudah menghancurkan kehidupan banyak orang hanya untuk memuaskan hati dan tertawa. "Aro!" Marlon berdiri di belakang Arogan. "Ya?" "Apa keputusanmu?" "Mati untuk hidup. Hidup yang sebenarnya." "Hemh." "Kamu?" "Aku tidak punya impian." "Jika kamu terus berada di sini, mana mungkin kamu memiliki impian. Saya juga begitu awalnya, tapi sepertinya Tuhan mempunyai acara lain untuk hidup saya." "Kamu terdengar begitu yakin?" "Jangan mengira semua ini karena terpaksa! Ada banyak hal yang membuat saya mengikutinya (Bianca)." "Saya akan membantu." Marlon tersenyum dan tiba-tiba saja ia teringat sebuah wajah yang begitu bersih dan bercahaya. "Tapi sebelumnya, kita harus menyadari sesuatu!" "Apa itu?" "Kita sudah terlalu lama menjadi boneka, Aro." Marlon memegang pundak Aro. "Pikirkan! Jangan mati sia-sia!" "Baiklah!" "Hemh, sebentar lagi saya akan dikirim untuk menelisik pabrik utama di Amerika. Bagaimana menurutmu?" Aro menatap tajam, "Serius?" "Yapz." Marlon mendekat dan menatap mata sahabat satu-satunya tersebut. "Pikirkan hingga ke akarnya! Haaah. Tiba-tiba saja, saya mengingat seseorang yang bisa membuat saya menangis dan tersenyum. Saya juga ingin bertemu denganya," bisik Marlon yang ternyata masih memiliki kerinduan terhadap seorang wanita yang cantik jelita. Namun sayangnya, ia tidak tahu siapa dan di mana. Hanya ada bayangan dan tampilan sesekali dari sebuah sketsa memori miliknya yang sudah dikacaukan sejak awal. "Ya." Arogan memegang pundak Marlon. "Thanks, Marlon. Kita juga akan mencarinya, bersama-sama." "Oke, setuju." Marlon meninggalkan Arogan dengan matanya yang berkaca-kaca. "Ah, satu lagi! Badai salju akan datang. Bagaimana menurutmu?" Marlon menghentikan langkahnya. "Saya butuh peta dan persiapan." "Segera." Kemudian kedua laki-laki yang sudah lama saling mengenal dan melindungi itu, berpisah. Marlon memikirkan waktu yang tepat, sementara Aro menyusun siasat. *** Dua hari kemudian, ketika matahari sudah terbit. Marlon mengatakan kepada Aro bahwa ia sudah diperintahkan untuk berangkat ke Amerika. "Berhati-hatilah dan jangan gegabah, Marlon! Kamu tahu caranya, kan?" Marlon mengangguk, "Bahkan saya sudah mendapatkan orangnya." "Jenius," puji Arogan sambil tersenyum lega. "Thanks." Marlon melangkah cepat dan ia sudah mengantongi rencana yang searah dengan Aro. Dari jendela, Aro menatap Marlon yang sudah menaiki mobil untuk segera ke Bandar Udara Internasional Haneda untuk terbang ke pabrik senjata (pusat senjata) milik Jack Williams di Amerika. "Semoga kamu baik-baik saja, Marlon." Aro menundukkan kepala, seolah ia menyesali sesuatu. "Seharusnya kita saling berjabat tangan, sebelum benar-benar tidak mampu lagi." Aro kembali ke depan meja kerjanya. Ia membuka buku catatan dan memperhatikan tempat-tempat yang sudah ditandai Marlon untuk menarik napas dan beristirahat sejenak dari terjangan badai. "Bungker ini adalah yang terdekat. Apa Bianca mampu bertahan?" gumam Aro bertanya pada dirinya sendiri. 'Tak lama, Aro mempersiapkan segalanya seorang diri. Namun tetap dengan gerakan lamban, sehingga tidak terdeteksi oleh siapa pun. Di sisi lain, Jack Williams berpikir bahwa Aro hanyalah annjing peliharaan yang sangat setia dan siap mati untuknya. Aro kembali terngiang akan kalimat Jack yang selalu diucapkan untuk dirinya selama 20 tahun terakhir. Bahkan kata-kata itu sudah menjadi mantra penunduk bagi Arogan. 'Saya ingin kamu seperti Anjiing! Seekor anjiing adalah satu-satunya di bumi ini yang mencintai tuannya lebih daripada dia mencintai dirinya sendiri. Jangan membuat saya kecewa! Hidupmu hanya milik saya, Arogan!' Sayangnya, Jack melupakan sesuatu. Bahwa Anjiing pun makhluk bernyawa yang memiliki asa dan rasa. Seharian ini, Jack berada di penginapan. Semua itu membuat langkah Aro terbatas. Bahkan ia tidak dapat menjenguk Bianca untuk memastikan keadaannya. Terkadang, Aro hanya berdiri di depan pintu demi memastikan keamanan Bianca. 'Tuhan, jika saya, Marlon, dan dia memang berhak untuk hidup, bantulah kami.' Kata Aro tanpa suara. Sekitar pukul 18.30 WIB, Aro mendapat sinyal muda dari Marlon. "M02, di posisi. Tunggu saja suara bola api mengudara!" "Ya, jaga jarak!" "Tentu saja. Good luck!" Aro menghapus setiap pesan dari nomor ponsel baru milik Marlon dan ia langsung menyiapkan perlengkapan tempur yang biasa dibawa di dalam kondisi seperti apa pun. 'Kita akan bertarung melawan arah. Kali ini, anjiing akan menggigit ekornya sendiri.' Arogan mencium pistol kesayangannya yang sejak pertama sudah menjadi teman abadi dan pilihannya. Meskipun Jack selalu menawarkan senjata yang baru dengan segudang keunggulannya. Tetapi Aro menolak karena seperti sudah memiliki ikatan batin pada pegangan hidupnya tersebut. Sudah siap, Aro berjalan ke arah luar untuk memastikan cuacanya yang mulai terasa buruk. "Benar-benar ekstrim," gumamnya seraya menatap tajam ke arah luar. "Agh," pekik Bianca dari dalam kamarnya dan Arogan langsung berlari ke arah gadisnya tersebut. Ketika pintu di dorong, Aro menyadari sesuatu. Bahwa Jack adalah dalang dari suara kesakitan Bianca. 'Sialll! Ternyata dia menyakitinya lagi.' Ucap Aro di dalam hati, sambil mendekati telinganya pada pintu kamar Bianca. Kali ini, tampaknya ia sudah siap untuk menggila, jika wanitanya dalam keadaan terdesak. 'Tak lama, terdengar suara langkah cepat dari seorang pengawal Jack Williams, dari arah luar. "Aro, apa tuan besar ada di dalam?" "Ya. Ada apa?" "Pabrik utama, meledak." "Apa?" Aro pura-pura terkejut dan ia menyadari bahwa ini adalah tanda dari Marlon. "Serahkan ponselnya kepada saya!?" "Baik." Di dalam kamar, "Puaskan saya! Atau kamu akan hancur," ancam Jack Williams seraya mencengkram leher Bianca, gadis yang menumbalkan tubuhnya tersebut, sulit untuk bergerak karena sudah tersudut. Saat itu, tubuh muda Bianca yang tanpa busana, semakin bergetar hebat karena ketakutan dan merasa ini adalah akhir dari hidupnya. Sejak terluka dua malam yang lalu, Bianca memang belum stabil. Setelah mendengar kata-kata ancaman tersebut, Aro langsung mengetuk pintu kamar Bianca dengan cepat. "Sialannn! Siapa?" tanya Jack ketus. Lalu terdengar suara kaki berat ke arah pintu kamar. Pintu di buka, saat itu Bianca terdiam dengan punggung yang menempel di dinding kayu. "Maaf, Tuan," ucap Arogan dengan kepala yang tertunduk. "Ada telepon dari gudang senjata pusat." Aro menyerahkan ponsel pengawal lainnya. Jack mengambil ponsel dengan gaya kesal luar biasa atas gangguan ini, "Bukankah Marlon hampir tiba di sana dan menyelesaikan semuanya? Lalu apa yang terjadi?" "Gudang senjata utama milik Anda, hancur, Tuan besar." "Tidak mungkin!" Jack mengenakan pakaiannya. Kemudian ia berjalan tergesa-gesa ke arah kamar. Sepertinya ia tidak percaya dan ingin memastikannya sendiri, melalui layar komputer miliknya. Ketika Jack tengah sibuk dengan kebingungan dan kerugiannya, Aro membantu Bianca untuk berdiri, bersiap, dan melarikan diri. "Ayo! Sekarang saatnya!" ajak Aro sambil mengatur napas. "Tidak," tolak Bianca tegas dengan mata yang berkaca-kaca. "Semua ini bisa membunuhmu, Aro." "Saya sudah lama mati," sahut Arogan sembari mendekatkan wajahnya pada Bianca. "Tapi, kamu berhasil menghidupkan saya kembali. Kali ini, biarkan saya hidup, sebelum dewa kematian itu benar-benar menjemput!" "Aro ... baiklah. Saya akan mati bersamamu." Bianca mengenakan pakaian dan mengambil keperluan lainnya. Setelah siap dalam waktu singkat, Bianca langsung menggenggam erat tangan Arogan dan mereka berlari di dalam badai salju yang tengah menghantui Jepang. Sayangnya, di kepala Arogan, sudah ditanam alat pelacak khusus yang akan aktif setelah 3x24 jam, ketika ia tidak sedang bersama Jack Williams. Bagaimana perjuangan Arogan untuk menyelamatkan Bianca? Akankah Dewi Fortuna berpihak kepada mereka? Atau mereka hanya akan mati sia-sia? Bersambung. Jangan lupa tinggalkan komentar, tab love, dan follow ya. Makasih
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD