"Maaf, Tuan." Jarky mendekat.
"Ada apa lagi?" Jack terdengar kesal.
"Sebaiknya Anda segera berlindung. Kabarnya, hanya dalam waktu tiga jam saja, sebagian wilayah Hokuriku mencatat setidaknya 15 cm salju. Selama periode waktu yang sama, wilayah Takaoka dan Toyama juga menerima salju setinggi 59 cm."
"Apa?"
"Benar, Tuan. Selain itu, gejala badai yang melanda, juga menyebabkan lebih dari 1.200 kendaraan di Jalan Tol Hokuriku di Prefektur Fukui terdampar. Tapi, Anda masih punya kesempatan bagus, jika menggunakan fasilitas udara."
Setelah cukup pusing dengan berbagai berita buruk, Jack kembali ke kamar Bianca dan berniat untuk melepaskan rasa marahnya ke dalam hasrat. Tentunya dia akan membawa gadisnya, lalu menjadikan Bianca sebagai pelampiasan.
Namun tidak semua yang ia inginkan, bisa didapatkan dengan mudah, kali ini. Ketika tiba di dalam kamar tersebut, "Tidaaak!" pekik Jack terdengar emosional.
Laki-laki kejam itu, berteriak hingga menonjolkan urat di lehernya. Bukan ledakan di pabrik yang membuatnya menggila, melainkan penghianatan Arogan dan Bianca.
"Bunuh dan penggal kepala mereka! Seret, lalu bawa ke hadapan saya!" perintahnya dengan mata yang terbuka lebar kepada dua orang anak buah yang sudah menyusul dan berdiri di depan pintu.
"Baik, Tuan. Tapi sebaiknya, Anda berlindung ke tempat yang sudah tuan Daichi persiapkan. Badai salju kali ini, sangat buruk." Tumica kembali mengingatkan.
"Tumica benar, Tuan. Mengenai mereka berdua, serahkan saja kepada kami."
"Baiklah," jawabnya sambil melangkah pergi.
***
Hampir 40 menit setelah Aro dan Bianca meninggal penginapan, Jack mengirimkan empat annjing peliharanya untuk mengejar, bersama dua orang pengawal dan tiga orang bayaran lainnya yang sudah terbiasa berada di dalam salju.
"Habisi mereka!" Jack memberikan potongan pakaian Bianca dan Arogan.
Sementara dirinya, kembali diminta untuk meninggalkan lokasi yang diprediksikan akan porak poranda tersebut.
Sementara di posisi Arogan dan Bianca. Bongkahan kapas salju asli, jatuh melambai dan menyapa kulit wajah gadis yang masih tampak terluka dan membiru. Warna kontras itu membuat mata yang memandang, ikut merasakan sakitnya.
Langkah kaki keduanya pun mulai
melambat. Angin dingin itu berhasil mencabik-cabik tubuh keduanya, bersama udara yang semula terasa menyegarkan.
Bianca mengikuti kata hati dan itu membawa dirinya ke gelanggang es yang semakin ingin membunuh. Bahkan udara dari lubang hidungnya pun terasa dingin.
"Aro, darah di dalam daging saya, rasanya seperti membeku," keluh Bianca bersama langkah yang semakin tertatih.
Aro menatapnya iba, "Naiklah! Saya akan menjadi seluncuran pribadi untuk Anda."
"Tidak, Aro!" tolaknya dengan bibir yang bergetar hebat.
"Jika kita semakin lambat, maka mereka akan menangkap dan mencincang kita hidup-hidup."
"Ayolah, Bianca! Ini masih jauh dan udara semakin memburuk," pinta Aro sekali lagi.
Bianca yang sebenarnya tidak tega, terpaksa mengikuti perkataan Arogan. Ia pun naik ke atas punggung dan Aro kembali berlari secepat yang ia bisa.
Sesak, napas Aro mulai berat. Namun bunker tujuan mereka masih cukup jauh. Kira-kira, setengah perjalanan lagi.
'Tak lama, Aro mendengar suara annjing yang cukup kuat. Sambil memejamkan mata, ia mendeteksi pergerakannya.
"Bianca! Apa kamu baik-baik saja?"
"Ya." Udara yang keluar dari mulut Bianca semakin terasa dingin.
"Dengar! Sepertinya Jack sudah menyadari kepergian kita. Saya mendengar suara Castel (Anjiing peliharaan Jack yang paling setia dan merupakan sahabat Aro).
"Apa?" Bianca mulai gentar.
"Menjauhlah! Saya sudah menyiapkan tempat untuk kita bersembunyi. Kamu harus berusaha untuk menjangkaunya, Bianca!"
"Tidak!" tolaknya. "Saya tidak mau tanpa kamu, Aro."
"Kalau bertarung melawan binatang sejenis ini, saya butuh ketenangan lebih. Saya yakin sekali, akan ada beberapa annjing yang mengejar kita. Mereka itu terlatih, lalu beberapa orang juga akan menyusul."
"Bagaimana sekarang?" Bianca menarik air hidungnya. Tampaknya ia sudah menangis karena ketakutan.
"Jika alam bersahabat, badai ini akan datang dan membantu kita tepat pada waktunya. Saya juga akan membuat jejak baru untuk menipu mereka semua."
"Saya mengerti, Aro."
"Bagus." Aro menurunkan Bianca dan memberikan pistol kesayangannya. "Bawa ini bersamamu dan gunakan dengan tepat! Arahkan seperti ini dan tekan!"
"I-iya." Bianca semakin menangis. Hal yang paling ia takutkan adalah Aro tidak kembali.
"Bergerak lurus ke depan, Bi! Saya akan segera menyusulmu."
"Janji?" tanya Bianca dengan mata yang menggenang air bening.
"Janji," jawab Arogan menatap yakin.
Mereka saling menentang mata dalam tatapan hangat dan ini adalah ketakutan pertama bagi Bianca. Aro yang tiba-tiba paham apa yang wanitanya rasakan, langsung menempelkan bibirnya pada bibir Bianca dengan cepat.
Cup.
"Pergi dan bertahanlah!" pinta Aro yang sebenarnya sama takutnya dengan Bianca. Sebab, Bianca adalah satu-satunya yang ia miliki.
"Kamu juga, Aro! Jangan lama-lama! Saya takut."
Aro mengganguk, "Baik." Lalu berdiri dan mereka berlari ke arah yang berbeda untuk tetap hidup.
'Tidak mungkin dua, mereka pasti dikirim dalam jumlah banyak.' Kata Aro tanpa suara. 'Sebaiknya lakukan dengan cepat.'
Aro menjaga jarak agar lebih dekat dengan sekumpulan Anjiing tersebut. Semua itu bertujuan agar hidung mereka lebih kuat mengendus aroma tubuh Aro, sehingga Bianca bisa pergi dengan aman.
Aro mengingat setiap lokasi dengan mudah. 'Setelah anjiing, pasti akan ada penjaga yang lainnya. Tapi, sebaiknya selesaikan satu persatu.' Aro mengulang isi otaknya agar tetap fokus dan tidak beku akibat keadaan.
Laki-laki bertubuh dewa itu, terus bergerak berlawanan arah dengan Bianca. Iya sadar, ada satu jalan untuknya. Yaitu sungai yang saat ini sudah membeku.
Guk guk guk guk.
Suara gonggong terdengar semakin kuat dan Aro bergerak semakin cepat. Setibanya di sungai yang semula mengalir, tetapi kini membeku. Aro melangkah perlahan sembari meretakkan bagian ujung sungai dengan belati kuning miliknya.
Tak lama, retakan kaca mulai tampak di atas sungai. Sekarang, ia hanya harus memancing sekumpulan binatang terlatih tersebut untuk melewatinya.
Aro menunduk dan memperhatikan wajahnya. Benar saja, anjiing-anjiing yang terlihat bersemangat itu, langsung bergerak cepat ke arah Arogan.
Annjing pertama bergerak sangat cepat dan tampak buas, sehingga Aro harus menghadapinya secara langsung. Pergulatan terjadi dan kali ini, hewan yang biasa bekerja sama dengan dirinya, harus membunuh demi melakukan perintah Jack.
Castil berusaha menggigit, tapi sulit bagi Aro untuk menyakitinya. Malah ia teringat semua kenangan bersama Anjiing yang biasa berlatih dengannya itu.
Aro dan Castil saling menatap, hingga terasa sekali ikatan yang sangat kuat di antara keduanya. Apalagi ketika mata Aro berkaca-kaca saat harus memukul Castil.
Di sisi lain, sepertinya perasaan Aro tersampaikan. Apalagi ia tidak menggunakan belatinya untuk mengoyak tubuh Castil. Padahal Aro memiliki kesempatan itu.
Aro terbaring dan siap untuk menusuk perut Castil jika ia tersudut. Namun pada saat yang bersamaan, Anjiing itu malah menjilati tangan Aro dan itu membuat Aro terdiam.
"Cas!?" ucap Aro yang memanggilnya berbeda dibandingkan orang lain. "Seharusnya saya tahu, kalau kamu tidak mungkin menyakiti saya." Aro memeluk Castil erat dan pada saat yang bersamaan, kawanan lain menyusul.
Castil yang peka dan berbeda, bisa melihat retak rambut pada sungai yang sudah Aro persiapkan untuk mengubur musuhnya.
Kemudian Castil pura-pura tengah melakukan pertarungan sengit dan membutuhkan bantuan dari kawanannya.
Saat ketiga anjiing lainnya sudah berada tepat di atas sungai yang membeku, Castil menggonggong sebagai kode bahwa sekarang adalah waktu yang tepat.
Aro pun berdiri dan langsung menyatukan kedua tangan untuk dihentakkan pada sungai kaca tersebut. Retakan itu pun merambat hingga ke ujung dan menenggelamkan kawanan anjiing suruhan Jack Williams.
Air dingin berjatuhan dalam jumlah banyak karena posisi sungainya yang tinggi. Lalu para kawanan tergelincir dan tenggelam bersama aliran air serta salju yang saling menumpuk. Saat itu, kawanan tampak tertimbun.
"Castil?" Aro memeluk sahabatnya tersebut, tapi anjiing itu terus mendorong tubuh Arogan tanpa ingin di sentuh.
Aro paham maksudnya, Castil pasti ingin mengelabui orang-orang suruhan Jack agar terus mengikuti gonggongannya dan memberi kesempatan bagi Aro untuk menjauh.
"Bertahanlah! Saya akan menjemput kamu." Aro mengelus tubuh Castil dan hampir menangis. Tapi Castil benar, lebih baik mereka berpisah dan tetap saling membantu dan menjaga.
Aro pun memutar arah bersama Castil. Namun Aro menyusuri arah lurus dengan sangat berhati-hati demi menyusul Bianca. Sementara Castil bergerak ke arah kanan dan mulai menggonggong saat melihat Aro telah jauh melangkah.
'Cas, terima kasih. Semoga kita bertemu kembali.' Kata Aro tanpa suara.
Saat ini, Aro pun mulai dapat merasakan cinta di dalam dadanya. Ia sangat menghargai setiap pengorbanan, baik dari Marlon maupun Castil.
Untuk pertama kalinya, Aro bisa merasakan rasa sakit pada batang hidungnya, akibat menahan air mata dan kesedihan.
Bersambung.