Sentuhan Bibir

839 Words
Gerakan salju yang semula turun lamban, semakin terasa berat dan menyakitkan. Ini seperti bongkahan kelereng ukuran besar dan padat. Ketika terkena jatuhannya, tubuh seperti mendapatkan pukulan dari lemparan bola bisbol. Aro yang merasakan beratnya, semakin memikirkan Bianca yang memang sudah lemah karena sakit. Dengan langkah yang semakin cepat, bahkan berlari, Aro menyusul Bianca yang pasti tidak memiliki stamina seperti dirinya. Setelah berusaha kurang lebih 70 menit, Aro mendapati sesuatu yang menakutkan. Di atas bentangan lantai putih yang teramat dingin, Bianca tergeletak dengan posisi pipi bersatu dengan salju. Aro mendekat dan langsung membalik tubuh Bianca. Kali ini, ia melihat wajah gadisnya tampak begitu pucat. Semua tampilan tersebut, menimbulkan ketakutan yang besar, hingga tubuh Aro mulai bergetar hebat. Tidak ingin terlambat, Aro langsung menggendong Bianca sembari menciumi wajah gadisnya agar tetap hangat. "Bi, kita hampir sampai. Jangan menyerah sekarang!" pinta Aro terus menerus, meskipun tidak mendapatkan respon ataupun jawaban dari Bianca. 'Tidak, dia semakin melemah.' Aro menangis kali ini karena sudah tidak tahan lagi. Beban tubuhnya bertambah berat, keadaan alam semakin membunuh, dan tekanan batinnya makin tinggi. Namun Aro tidak bersedia untuk menyerah. Ia percaya, bahwa dirinya dan Bianca, berhak untuk kehidupan yang bahagia. Aro terus menggendong Bianca hingga ia tiba di bunker yang sudah persiapkan oleh Marlon yang bebas bergerak, tanpa pengawalan ketat. Aro menarik kunci pintu yang terbuat dari besi berat tersebut. Ini adalah bunker bawah tanah yang sangat aman bagi keduanya. Setibanya di dalam, Aro meletakkan Bianca tidak jauh dari kakinya. Lalu ia kembali menaiki anak tangga untuk menutup pintu besi yang sejajar dengan tanah tersebut. Setelah itu, Aro meniupkan alat khusus untuk menabur salju hingga menjadi tumpukan di atas pintu besi, agar tetap aman dan tidak terlihat. Setelah merasa aman, ia kembali menggendong Bianca, sembari menyalakan korek api gas yang berada di dalam kantung celana miliknya. Seraya meraba cahaya, Aro terus menghidupkan sebuah Obor yang menempel pada dinding ruangan dalam tidak terlalu besar tersebut. Saat itu, matanya terbelalak karena melihat, ternyata, Marlon sudah mempersiapkan segalanya dengan sempurna. Bukan hanya ada kasur yang tergeletak di lantai, tapi juga makanan, minuman, perlengkapan masak darurat, serta tungku sederhana yang tampak lebih dari cukup baginya. "Thanks, Marlon," gumamnya sambil memperhatikan setiap bagian ruangan dan membuka kasur yang masih digulung dengan kakinya. Kemudian, Aro meletakkan Bianca di atasnya. Ingin menghangatkan kekasihnya, ia segera menghidupkan tungku dan membakar beberapa kayu yang sudah tersedia. Aro pun memasak air hangat untuk membantu Bianca. Ketika tengah sibuk dengan api yang sudah menyala dan mulai mampu bekerja, Bianca membuka matanya dan menatap Aro yang tampak gesit mempersiapkan apa pun demi menyelamatkan dirinya. Pada saat yang bersamaan, Aro menjambak rambutnya sendiri dengan keras, agar tetap sadar. Sebenarnya, ia juga membeku dan hampir hilang kesadaran. Saat itu, Bianca menutup kembali kedua matanya untuk mengetahui apa yang akan Aro lakukan dan bagaimana laki-laki dingin tersebut memperlakukan dirinya. Sambil menunggu air matang, Aro mendekati Bianca dan menggosok-gosok tangan wanitanya dengan kedua tangannya. "Kamu harus kuat, Bi! Kita akan keluar dari lingkaran iblis ini. Setelah itu, saya berjanji akan melindungi kamu seumur hidup saya. Saya akan bekerja keras menjadi apa pun demi kamu." "Tapi, ketika kamu menemukan orang lain yang lebih baik dari saya, saya tidak akan memaksakan kamu untuk tetap bersama saya. Kamu adalah wanita yang bebas dalam memilih hati." Aro mencium tangan Bianca, lalu berdiri. Kemudian ia mencium dahi gadisnya dengan sepenuh hati. Ketika Aro menutup kedua matanya, Bianca tersenyum dan menengadahkan wajahnya. Saat itu, bibir Aro diam dan bibir Bianca menyentuh wajah Aro. "Saya ingin merasakan sentuhan hangat kamu setiap waktu. Mungkin, nanti kamulah yang akan bosan, Aro." Bianca berkata dan tersenyum dalam kondisi bibir yang masih menyentuh bibir Aro. Aro memiringkan wajahnya, ia memberikan lumatan kecil yang lembut, tetapi mampu menggetarkan tubuh Bianca. Tidak, bukan Bianca saja, bahkan Aro merasakan sesuatu mulai bergerak aktif, semakin besar dan panjang. Aro berdebar, napasnya mulai sesak. Ia pun berniat untuk melepas dan meninggalkan Bianca untuk beristirahat. Namun, Bianca sama sekali tidak bersedia. Bahkan ia mengangkat wajahnya disaat Aro menarik diri. Daada keduanya beradu hingga uap air mendidih, menghentikan perang bibir diantara mereka. 'Ya Tuhan, saya selamat.' Kata Aro sambil berdiri dan merapikan celananya. Bianca terkekeh kecil dan tiba-tiba saja dapat melupakan semua rasa sakit dan ketakutan yang melanda, sejak tiga hari terakhir ini. Aro melirik saat menyadari tawa kecil dari Bianca tersebut. Bianca menundukkan kepala untuk bersembunyi dari Aro. 'Cinta itu bisa membolak-balikan duniamu. Ketakutan (debaran) yang dihasilkan dari perasaan itu, bisa membuatmu tenang atau malah mabuk kepayang.' 'Berhati-hatilah jika sudah terkena serangannya! Sebab hanya ada dua hasil akhir, yaitu menderita lalu mati atau hidup dan bahagia untuk selamanya. Tapi masalahnya, yang kedua ini jarang ditemui, Aro. Ha ha ha ha ha.' Tiba-tiba saja Aro mendengarkan kembali ocehan Marlon ketika sedang mabuk berat. Pecinta seperti Marlon sangatlah setia. Sayangnya, ia sudah dipermainkan, ditipu, dan dibodohi. Aro sangat menginginkan Bianca, begitu juga sebaliknya. Rasanya, hanya dengan saling menatap saja, sudah bisa mengacaukan aliran darah keduanya. Mungkin cinta akan menyelimuti Aro dan Bianca malam ini. Apalagi, Aro tidak sanggup menahan diri. Sementara Bianca sangat ingin dicumbui. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD