Setibanya di penginapan yang tidak terlalu jauh dari pegunung, Jack Williams meminta Bianca untuk langsung melepaskan dahaga dari gairahnya yang telah membara.
Bianca pun berusaha untuk patuh dan mengikuti semua keinginan Jack. Setibanya di dalam kamar, tanpa istirahat, Bianca membuang busananya.
Secara perlahan, sembari meliukkan tubuh, gadis itu terus memancing hasrat tertinggi dari laki-laki yang sudah memiliki dirinya sejak awal.
Gerakan lamban dari Bianca malam ini, berhasil memancing rasa penasaran Jack lebih dalam lagi.
Saat ini, Jack berusaha bersabar dan menikmati setiap jengkal pemandangan tubuh Bianca yang aduhai dan sempurna, bersama tarian erotiis nan menggoda.
"Bianca ... ." Jack mulai terbakar dan bergumam kagum.
Bianca memaksakan senyumnya, ketika mendengar suara desah dari laki-laki yang tidak diketahui usianya tersebut. Ia tahu bahwa pria dewasa yang satu ini, sudah mencapai puncaknya.
Tak lama, Bianca mendekat dan langsung menyentuh bagian vitaal milik Jack yang terasa sudah membatu.
"Agh ... Sayang. Please!" erangnya dengan mata yang tertutup sambil menengadah kepala. Bibirnya tersenyum dan terus menghisap salivanya sendiri.
Jack tampak begitu menikmati ketika lidah milik Bianca menelusuri bagian miliknya yang paling sensitif dan memang gemar memadu cinta.
"Emmmh," goda Bianca sekali lagi, seraya memasang wajah nakal nan menggoda.
"Uuuh ... feel good," puji Jack tanpa henti. Kemudian Bianca semakin menguatkan tekatnya untuk memberikan lebih.
Bianca berharap, dengan pembuktian malam ini, Jack bisa lebih menghargai dirinya dan bersikap manis. Tidak ada wanita lain, tidak ada sikap kasar, dan tidak ada keinginan untuk menyakiti.
"Ayolah, Bianca!" pintanya sembari memukul b****g bulat dan matang milik Bianca.
"Eh," gumamnya yang merasakan perih, ketika tamparan itu berulang kali dilakukan.
Setibanya di ujung hasrat, Jack menarik ikat pinggangnya yang terbuat dari kulit ular asli dan di bagian kepalanya terdapat besi tajam berwarna kuning keemasan.
Laki-laki kejam tersebut mencambuk punggung Bianca sesuka hatinya, demi menaikkan gairahnya sendiri, hingga 100%.
Bianca mengerang kesakitan. Sama sekali tidak ada kenikmatan yang ia rasakan. Saat itu, Aro mendengarkan suara rintihan Bianca dan mengira bahwa dirinya tengah bersenang-senang.
Padahal, Bianca berusaha menahan, sekaligus melawan rasa sakitnya demi menundukkan seorang Jack Williams.
Setelah 20 menit menyiksa tanpa henti. Akhirnya, Jack tidak tahan lagi dengan hasratnya.
Ia mulai menyeret Bianca ke atas tempat tidur dan mencengkram erat leher gadis yang sudah mengeluarkan air mata tersebut, sembari menikmati mahkota milik Bianca dengan miliknya yang sudah membatu.
Bianca terbatuk-batuk beberapa kali. Bahkan ia hampir kehilangan napasnya. Semakin hasrat Jack memuncak, semakin kuat tekanan tangan laki-laki tersebut pada leher wanitanya.
"Aaak ... ," keluh Bianca yang berusaha bertahan dan melepaskan tangan Jack dari lehernya.
"Aagh," erang Jack terdengar puas.
Pada saat yang bersamaan, ia memberikan tamparan berkali-kali pada wajah Bianca, hingga memecahkan bibir wanitanya yang ranum.
Bianca yang semakin menderita dan kesakitan, tidak lagi mampu menahan rasa itu. Pada titiknya, Bianca menerjang perut bagian bawah Jack hingga laki-laki berkulit bibir hitam tersebut terjatuh dan terjengkang di lantai.
"Dasar perempuan sialaaan!" pekik Jack terdengar berang. Lalu disambung dengan tamparan bertubi-tubi kembali, sembari menyelesaikan permainannya.
Jauhar milik Jack bersarang pada mahkota milik Bianca dan itu sangat membuatnya puas serta lega. Tetapi tidak untuk Bianca yang langsung gemetaran, ketakutan, dan kehilangan kesadaran.
Tanpa perduli, Jack meninggalkan wanitanya yang sudah tidak sadarkan diri di atas tempat tidur di dalam kamarnya.
"Lain kali, akan lebih seru daripada malam ini," ucapnya sambil mengenakan pakaian dan berjalan meninggalkan Bianca begitu saja.
Di kamar lain, Aro hanya terduduk di atas tempat tidur sembari memegang kepalanya sangat erat. Di dalam kesendiriannya, suara erangan kenikmatan dari Jack, terus saja menggema di telinga dan itu sangat menyiksa.
Aro mulai salah paham dan berjanji di dalam hati. Sejak detik ini, ia bersumpah untuk menjauhi Bianca. Bahkan jika perlu, tidak akan lagi melihat wajah gadis itu lagi.
Rasa sakit hati, sudah membuat Aro lupa akan kemungkinan lain yang terjadi pada Bianca. Ternyata rasa cemburu itu berhasil membakar Aro yang selama ini sudah tumbuh seperti api.
"Cukup Aro! Dia bisa tanpa kamu. Kamu itu hanya senjata pembunuh yang bodoh." Lalu Aro menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur dan terus menatap langit-langit kamar, hingga waktu menidurkannya.
***
Keesokan harinya, ketika bulan telah berganti posisi dengan matahari. Aro tersentak karena mendengar suara langkah cepat seperti berlari.
Penasaran, ia pun keluar dari dalam kamarnya dan memperhatikan sekeliling. "Tidak ada siapa pun. Lalu apa yang sebenarnya terjadi?" Aro berniat untuk kembali ke dalam kamar.
Baru berpaling muka, Aro melihat Marlon keluar dari kamar Bianca dengan langkah tergesa-gesa dan gerak tubuh yang tidak biasa.
"Marlon, ada apa?" tanya Aro sambil mengernyitkan dahi. "Marlon!" panggilnya sekali lagi dengan nada membentak.
"Ini bukan urusanmu, Aro," jawab Marlon yang ingin menjaga emosi sahabatnya.
"Menjauhlah!" pintanya terdengar kaku.
"Tidak. Katakan dulu!" Aro menghalangi jalan Marlon.
"Kalau kamu tetap di situ, jangan salahkan saya jika nyonya muda tidak bisa diselamatkan."
"Apa?"
Dadaa Aro terasa nyeri dan sesak tanpa sebab. Tubuhnya pun langsung lunglai, hingga ia sulit untuk berdiri tegak. Saat itu, Marlon membenturkan pundak kirinya pada pundak kanan Aro agar mendapatkan jalan.
Aro membalik tubuh, namun Marlon sudah terlanjur masuk ke dalam kamar Bianca hingga ia bergetar sendiri dan merasakan ketakutan.
'Sebenarnya, apa yang terjadi pada Bianca? Apa mungkin keduanya bertengkar hebat tadi malam?' Tanya Aro tanpa suara. Kemudian ia berjalan ke arah ruang privasi milik Jack, untuk mengetahui kondisi tuan besarnya tersebut.
Suara tawa yang seru kembali terdengar di dalam bilik yang luas tersebut. Aro mendengar, bahwa Jack tidak sendiri. Ia bersama wanita lain dan sedang bersenda gurau, tanpa memperdulikan kondisi Bianca.
Aro pun mengepal kedua tangannya dan ia sangat ingin tahu tentang apa yang terjadi. Tanpa perduli pada apa pun, Aro menerobos masuk ke dalam kamar Bianca.
Ketika itu, Aro melihat wajah serta tubuh pucat milik Bianca sedang terbujur di atas tempat tidur dengan berselimut (Bad cover), cukup tebal.
Bibir bagian bahwa milik Bianca yang ranum, tampak terbelah, bagian pelipis mata dan pipinya membiru, serta lengannya cidera dengan membentuk sayatan bekas benda tajam (Sisa sabitan kepala ikat pinggang milik Jack).
Arogan tidak tahan melihatnya dan baru kali ini ia merasakan sakit yang lebih di sekujur tubuh. Padahal, kulitnya sama sekali tidak tersentuh.
"Bi-Bianca?" Arogan berlari meninggalkan Bianca untuk menenangkan diri.
'Tidak. Saya akan membantu nyonya muda. Apa pun resikonya, bagaimana pun caranya.' Aro kembali berjanji di dalam hati, lalu ia berpikir keras untuk membebaskan Bianca dari genggaman tangan Jack Williams.
"Agh," keluh Aro sembari memegang kepalanya yang terasa begitu sakit dan berdenyut.
Hal ini memang kerap kali terjadi, jika ia tengah berpikir keras atau menggunakan otak lebih dari biasanya.
'Saya tidak boleh lemah, apalagi sakit. Kasihan, dia begitu menderita. Kali ini, tuan Jack sangat keterlaluan.' Aro memompa semangatnya.
Kali ini, ia benar-benar tidak mampu menerima perlakuan tuan besarnya kepada Bianca yang sebenarnya tidak pernah berbuat macam-macam dan tetap setia.
Bersambung.