7. Kita Dibuang

1105 Words
Matahari telah berada di barat selama Rosemary tertidur pulas karena kelelahan dan rasa lapar yang menderanya. Tubuhnya dirasakan sangat lemah, bahkan lebih lemah daripada ketika dia masih berada di Asylum. Dia seperti tidak berada pada tubuhnya sendiri. Sementara Rosemary tertidur, kedua makhluk itu telah berhasil menuntaskan tugasnya dengan menyingkirkan semak-semak berduri tersebut. Padahal mereka memiliki kemampuan untuk menyingkirkan benda itu dengan mudah, tetapi mereka memilih untuk berdiam dan mengobrol seraya memperhatikan Rosemary bersusah payah mencoba dengan kesia-siaan. “Hari sebentar lagi akan gelap. Haruskah kita membangunkan Nona?” “Biarkan saja Nona istirahat dan bangun dengan sendirinya. Kita juga harus istirahat sebentar.” “Bukankah dari kemarin kita sudah beristirahat? Kenapa kamu menjadi sangat lemah setelah menyingkirkan semak berduri? Apakah tenagamu terkuras?” “Aku hanya merasa lelah setelah begadang mengawasi Nona, sedangkan kamu tertidur pulas setiap malam.” Salah satu dari mereka merasa jengah dan tidak berani berkata lagi. “Berisik! Para pasien dan perawat sama saja berisik!” bentak Rosemary yang masih menutup matanya. Namun, dia bisa mendengar suara dari kedua makhluk itu. Mereka terkejut sejenak dan bertanya-tanya seraya melihat satu sama lain. Apakah benar mereka yang dibentak oleh Rosemary ataukah dia hanya sedang bermimpi? Rosemary juga mengatakan beberapa kata yang asing di telinga mereka dan menguatkan opini mereka bahwa, Rosemary sangat berbeda dengan Rosemary yang sebelumnya, yang mereka maksud adalah Rosemary sebelum pengejaran terjadi oleh penduduk dari kota. Bulu mata Rosemary bergetar dan perlahan, tapi pasti membuka matanya dan menemukan kalau langit sudah beranjak gelap, sedangkan dia masih belum bisa keluar dari lingkaran pohon besar dan semak berduri. Rosemary bergegas bangun, hingga mengagetkan kedua makhluk yang tengah beristirahat. Mereka pun ikut bangkit dan berdiri tegap menghadap Rosemary. “Aku harus keluar dari sini!” seru Rosemary dengan nada kencang. Detik kemudian, Rosemary tercengang lantaran mendapati semak-semak berduri yang mengelilinginya telah lenyap. Dengan tidak percaya ia menggosok matanya beberapa kali untuk memastikan kalau ia tidak bermimpi. Setelah mendekat dan melihat dengan jelas, rupanya apa yang ia lihat bukanlah mimpi. Semak-semak berduri tersebut memang sudah lenyap. Bukannya merasa senang, tapi Rosemary malah menampakkan raut wajah kesal. Mengapa demikian? Ia merasa telah dipermainkan mengingat usahanya yang tidak berhasil menyingkirkan semak berduri. Namun, setelah ia bangun dari tidurnya yang hanya sesaat, ia mendapati keajaiban itu. “Nona tampaknya tidak senang. Haruskah kita mengembalikan semak itu lagi?” “Kamu gila? Aku bisa mengerti mengapa Nona marah. Karena kita terlambat menyingkirkan benda sialan itu.” Kedua makhluk tak terlihat itu berdebat, tidak menyadari kalau Rosemary telah meninggalkan tempat tersebut. Ketika mereka selesai berdebat, mereka menyadari kalau Rosemary sudah berjalan menjauh. Gegas mereka mengikuti Rosemary—secepat embusan angin. Langit semakin gelap ketika Rosemary menemukan sebuah danau. Setelah sekian jauhnya ia berjalan dan selama itu pula Rosemary berpikir. Apakah benar ia masih ada di dunia sebelumnya dan bukannya di dunia lain? Akan tetapi, ia sudah membuang pikiran itu jauh-jauh saat mengingat para pasien Asylum menggertaknya. Rosemary sudah tidak memiliki niat untuk pergi ke dunia n****+ yang ia dambakan karena tahu semua itu hanya fantasinya, dan mana mungkin ada keajaiban seperti itu. Rosemary menggelengkan kepalanya semakin kuat. Menguatkan pikirannya bahwa, ia sebenarnya dibuang ke sebuah hutan terpencil atau dibuang ke sebuah pulau. Mengapa mereka begitu kejam membuang Rosemary sampai sejauh itu? Di pinggir danau itu, Rosemary berjongkok menoleh pada pantulan dirinya. Perlahan ia menyentuh wajahnya yang agak kotor. Itu benar wajahnya. Jadi tidak mungkin ia berada di dunia lain. “Mereka benar-benar membuangku sejauh ini.” Rosemary Gold mencuci wajahnya hingga bersih kembali, meski tidak secerah dahulu ketika ia masih merawat dirinya. Selama tertahan di neraka bernama Asylum, Rosemary tidak bisa merasakan dirinya seperti manusia lagi. “Heh, siapa yang bilang kalau aku gila. Mereka semua adalah orang gila.” Rutuknya kesal. “Bagaimana caraku pulang? Mereka kejam sekali tidak meninggalkan ponsel. Atau setidaknya mereka bisa meninggalkan makanan, kan! Kejam sekali.” “Ponsel? Sejak tadi Nona berkata aneh-aneh. Apa otaknya kemasukan air?” “Jangan asal bicara!” Gerakan Rosemary yang tengah mengambil air menggunakan tangannya—terhenti. Ia berdiri lalu menoleh ke belakangnya. Mengamati sejenak seolah-olah melihat sesuatu yang begitu mengganggu. “Sejak tadi aku seperti mendengar sesuatu, tetapi tidak begitu jelas. Jelas-jelas aku sendirian di sini. Mungkinkah ada hantu di sini? Hah, orang-orang bilang hantu itu menyeramkan, tapi aku tidak begitu takut pada mereka karena para pasien Asylum lebih mengerikan dari hantu.” “Untuk yang satu ini, aku setuju. Nona memang tidak takut pada hantu. Lagi pula tidak ada hantu di sini.” “…” “Aku mengatakan yang sebenarnya. Tidak ada hantu di sini. Kita ini merupakan makhluk suci yang ditugaskan untuk melindungi Nona.” “Kau … tidak mau mengakui dirimu.” “Aku belum gila dan memiliki harga diri. Kita makhluk suci.” Rosemary berbalik menghadap danau. “Sudahlah, apa pun itu, lagi pula aku tidak melihat mereka.” Ia mendongak dan mendapati bintang-bintang sudah bermunculan di atas langit. Rosemary sadar semakin ia memperhatikan benda langit itu, ia merasa bintang-bintang itu berbeda. Mereka lebih besar dan lebih bersinar. Meskipun dilihat dari pedesaan terpencil sekalipun, tidak akan ada bintang-bintang sebesar yang ia lihat sekarang. “Ini aneh. Semua bintang terlihat lebih besar.” Jika dahulu ia hanya bisa memvisualisasikan bintang seukuran biji kacang. Akan tetapi, bintang yang ia lihat sekarang seukuran kepalan tangannya. Tanpa sadar Rosemary mengepalkan tangan lalu mengangkatnya dan benar saja bintang itu seukuran kepalan tangannya. “Apanya yang aneh? Ukuran bintang memang sebesar kepalan tangan.” “Apa maksudmu sebesar kepalan tangan?” tanya Rosemary. Namun, ketika ia sadar mendengar suara orang lain, ia langsung membalikkan badannya. Matanya mencari-cari keberadaan si pemilik suara. Namun, tidak ada siapa pun dalam pandangannya. “Ya ampun. Nona barusan mendengar suaraku. Apakah itu artinya kekuatannya sudah pulih?” “Nona masih belum bisa melihat kita.” “Siapa di sana?” tanya Rosemary lagi. “Keluarlah.” Meskipun Rosemary berteriak menyuruh mereka untuk keluar. Sebenarnya mereka tidak pernah bersembunyi, hanya saja mata batin Rosemary tertutup diakibatkan oleh serangan yang diterimanya. “Aku tidak sendiri di sini, iya kan? Keluarlah. Ayo, kita bicara.” “Nona, kami tidak pernah bersembunyi.” Seketika badannya membeku mendengar suara itu lagi. Rosemary langsung membuka matanya lebar-lebar, tapi ia hanya mendengar suara dan tidak dapat melihat rupa si pemilik suara. “Nona?” “Nona sudah bisa mendengar kami sekarang?” Ada nada lega dan syukur terdengar dari suara lainnya. Rosemary tahu ada dua orang yang berada di dekatnya. Sungguh, ia ingin melihat rupa mereka. “Ngomong-ngomong, bisa tidak kalian perlihatkan diri kalian. Kita tidak sedang main petak umpet, kan? Ini tidak lucu sama sekali. Oh ya, apa kalian juga dibuang kemari?” “Ya, kita dibuang.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD