Chapter 9

1231 Words
Nafisah berjalan mondar-mandir. Merasa gagal kenapa bisa membiarkan Zulfa dan Rafa lolos keluar Villa secara diam-diam. Sekarang, kekesalan Nafisah semakin besar ketika sahabatnya itu tidak mengangkat panggilannya. "Zul, please jangan bikin aku khawatir kenapa sih?!" Di satu sisi... Akhirnya Zulfa mengalah begitu melihat Marcello dan Rafa bermain mandi bola bersama di playground. Tak tanggung-tanggung, bahkan pria itu menyewa semua fasilitas permainan anak-anak selama satu hari penuh secara private! Marcello memberi Zulfa syarat untuk mengizinkan dirinya bermain bersama Rafa selama satu hari penuh jika kecerobohan Zulfa tadi tidak ingin terbongkar ke Nafisah. "Hei, calon istri!" Zulfa langsung teralihkan begitu Marcello memanggilnya dari kejauhan. Zulfa mendengkus kesal, sekarang pria itu terlihat memangku Rafa sambil menuruni prosotan. Rafa dan Marcello tertawa riang. Di saat yang sama, Marcello juga merasa bahagia. Apa yang ia lakukan sekarang bersama Rafa, sanggup membuatnya lupa terhadap masalah keluarga yang sedang ia hadapi. "Kalau punya mulut gunakan dengan baik! Jangan asal sebut kalau aku calon istrimu!" Marcello turun dari prosotan sambil menggendong Rafa. "Daripada kau mengomel, lebih baik kau dokumentasikan diriku bersama Rafa. Aku butuh 50 foto dan 50 video." Zulfa melotot tajam. "Kau pikir aku tukang foto?! Kau-" "50 foto dan 50 video atau aku menghubungi Adelard?" "Hubungi saja Adelard!" Zulfa sudah muak dengan semua ancaman Marcello! Akhirnya ia pun mengambil alih Rafa dan segera pergi dari sana. "Papa! Paaa!!! Pa!" Rafa terus menangis hingga tanpa diduga balita itu memuntahkan s**u bercampur air liur di pundak Zulfa. Zulfa terkejut bukan main. "RAFA!" Tanpa sadar Zulfa membentak ke arah Rafa. Rafa langsung terdiam dan ketakutan. Marcello yang melihat semua itu langsung geram pada Zulfa. "Kau pikir pantas berteriak kepada anak kecil yang tidak tahu apa-apa?! Anak kecil muntah itu bukan kemauannya. Sekarang aku semakin yakin kalau kau harus segera ku nikahi supaya kita bisa bersama-sama mengurus Rafa.." Marcello langsung sigap, ia pun mengambil alih Rafa dan mencari bangku untuk duduk. Mau tidak mau Zulfa kembali mengikuti mereka dengan kuping yang terasa panas setelah mendengar ucapan Marcello. Sejak tadi, Marcello seperti pria yang menghalu dan mengklaim kalau Rafa itu adalah putra mereka. Percaya diri sekali pria bajiangan ini! "Kau membawa tisu basah?" Zulfa tak menjawab. Wajahnya masih menaham kesal sembari melempar asal tas bayi berukuran kecil ke arah Marcello. "Ini, cari saja sendiri!" Marcello hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap dan egoisnya Zulfa. Berusaha untuk sabar, Marcello membersihkan sekitaran bibir Rafa dengan tisu basah non alcohol. Sementara Zulfa sendiri memilih ke toilet untuk membersihkan sedikit sisa muntah Rafa pada pundaknya. "It's oke jagoan. Kau tetap tampan sekalipun sedang bersedih." Tak hanya itu, dengan perhatian Marcello pun mengganti semua baju Rafa yang sedikit terkena muntahan tadi. Dan tak lupa memberikan minyak kayu putih pada perut Rafa. "Aku pikir sudah cukup kita bermain satu jam disini. Saatnya kita makan." ucap Marcello lembut sambil memegang pelan pipi Rafa yang chubby. Tak lama kemudian, Zulfa datang dengan wajahnya yang jutek. Marcello menyadari hal. itu. Ia pun menggendong Rafa sembari menyerahkan ponsel ke arah Zulfa. "Kali ini aku tidak akan main-main." Marcello menarik sudut bibir nya, "Setelah kau sempat kehilangan Rafa karena keteledoranmu, aku pikir Nafisah akan marah jika dia mengetahui kalau kau sempat membentak anak ini. Jadi-" "Oke! 50 video dan 50 foto! PUAS?!" Marcello tersenyum penuh kemenangan. Ia menyerahkan ponselnya pada Zulfa agar wanita itu memenuhi janjinya. "Ini ponselku, sandinya tanggal lahirmu." "Kau sudah gila?" "Aku memang sudah gila karenamu, Zulfa." Sekali lagi, Marcello menatap Zulfa dengan serius. Sementara di antara mereka masih ada Rafa dalam gendongan Marcello. Sesaat, Zulfa menatap Marcello dan Rafa secara bergantian. Hanya melihat wajah keduanya, sanggup membuat hati Zulfa serasa di remas. Zulfa langsung berpaling. "Kau baik-baik saja? Kalau kau tidak suka aku bisa ganti kata sandi-" "Sekarang kau ingin kemana? Rafa belum makan siang." potong Zulfa cepat! "Kebetulan sekali, aku lapar. Mungkin kita bisa makan dulu.." Akhirnya keduanya berjalan bersama menuju restoran terdekat sambil berjalan kaki menelusuri trotoar jalan. Zulfa masih diam setelah apa yang terjadi dengan hatinya. Tapi tidak dengan Marcello yang terus berguyon dengan Rafa. Bahkan sesekali balita tampan itu tertawa. Sesampainya di restoran keluarga, Marcello langsung mendudukkan Rafa pada Baby Chair. Rafa dan Marcello, saling bersebelahan. Sementara di hadapan mereka, ada Zulfa yang sibuk mengerjakan tugasnya mengabadikan momen Marcello dan putra Nafisah itu. Makanan pun akhirnya datang, ada menu bubur ayam untuk Rafa. Zulfa sudah menikmati makannya dengan lahap karena sedang lapar. Tapi tidak dengan Marcello, pria itu malah bersikap seperti seorang Ayah yang cekatan mengurus anak. "Wah jagoan! Kau hebat sekali. Lihat, cara makanmu benar-benar sempurna. Aku pikir menyuapi anak kecil adalah hal yang sulit, tenyata tidak! Kata Ibuku, kau sama sepertiku waktu kecil. Tidak pernah rewel soal makanan. Kita benar-benar mirip bukan?" Uhuk! Zulfa langsung tersedak. Buru-buru ia pun langsung mengambil segelas air putih dan meminumnya. Marcello mengerutkan dahinya dengan bingung. "Kau baik-baik saja?" Zulfa mengangguk dan kembali makan dengan perasaan campur aduk. Ia berusaha fokus untuk menyantap makan siangnya. Tapi kedua telinganya tetap mendengar semua obrolan random yang di lakukan Marcello pada Rafa. "Kau benar-benar pintar! Sedikit lagi buburmu habis. Aku yakin, Ibumu pasti bangga padamu karena kau anak yang sehat.." Marcello tersenyum tipis. Sementara Rafa pun berusaha meraih puding di hadapannya. "Kau sudah menghabiskan bubur satu mangkuk. Sekarang kau ingin puding? Kau ini perut karet atau apa?" Rafa hanya menanggapinya dengan senyuman dan bahasa bayinya. "Ada dua puding. Rasa Stroberi dan cokelat. Kalau aku suka cokelat. Bagaimana denganmu? Ah stroberi saja.." Rafa pun menggeleng cepat. Tanda ia menolak keras. Rafa tetap memilih rasa coklat hingga membuat Marcello berbinar. "Kau suka rasa cokelat? Terlalu banyak kesamaan di antara kita. Aku semakin yakin kalau kita-" "Aku sudah selesai makan! Sudah waktunya kami pulang, Nafisah pasti sedang khawatir di rumah." "Kau bisa memberinya kabar kalau kau sedang menikmati waktu luang bersama putra kita-" Zulfa langsung memberikan tatapan membunuh pada Marcello. Marcello menarik sudut bibirnya, sejujurnya, ia suka sekali memancing amarah Zulfa. "Maksudku, Putranya." "Ponselku lowbat." "Kau bisa memakai ponselku." "Kau sudah gila? Memberi kabar pada Nafisah menggunakan ponselmu sama saja-" "Aku mengerti." Marcello menyeruput kopi hitam miliknya. "Kau tidak ingin hubungan kita yang baru terjalin ini akan di ketahui siapapun termasuk Nafisah." Marcello menarik sudut bibirnya. Seperti biasa, wajahnya selalu memperlihatkan ekspresi penuh kesombongan di balik wajahnya yang tampan. Akhirnya Marcello berdiri dan menggendong Rafa. "Kalau begitu kita pulang saja. Tapi sebelum itu, kita harus ke minimarket tadi untuk mengambil semua mainan Rafa." "Mainan apa? Tapi, bagaimana dengan makananmu? Kau bahkan belum menyentuhnya." "Jadi kau perduli?" Zulfa bersedekap. "Kenapa kau percaya diri sekali?! Aku hanya tidak suka melihat makanan yang mubazir!" Marcello memanggil salah satu pelayan dan menyuruhnya untuk take away. Setelah urusan selesai, Marcello dan Zulfa kembali berdampingan berjalan kaki bersama menuju minimarket. Tapi tanpa Marcello sadari, ponselnya yang masih di pegang Zulfa tiba-tiba bergetar pelan. Zulfa menyadari hal itu. Sebuah notip pesan singkat masuk dengan tampilan layar yang masih bisa di baca oleh Zulfa. +397xxxx : "Hei aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kenapa kau pergi tanpa membawa calon istrimu ini? Kau lupa kalau sebentar lagi kita akan menikah?" Zulfa tidak tahu harus bereaksi apa begitu tanpa sengaja membaca pesan tersebut. Sekarang, perasaannya campur aduk. Antara sakit, kesal, dan benci dengan Marcello! **** Hai, akhirnya aku up. Maaaf ya telat, seharusnya kemarin. Tapi karna badan gak fit, terpaksa aku tunda. Menurut kalian, apakah Zulfa sedang cemburu?? ? Lanjutan chapter 10 nya Insya Allah bsk ya, hari Kamis. Makasiih sudah baca dan memberikan komentar serta vote nya. With Love, Lia . i********: lia_rezaa_vahlefii
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD