#Warning rate 21 +
Mohon maaf atas ketidaknyamannya.
……………
Lisa Rosalinda Altezza melamun sepanjang perjalanan dari rumah sakit. Adegan ciuman panas di lorong bangsal rumah sakit sebelumnya masih menghantui otaknya.
Dokter Archer benar-benar agresif menciumnya sampai Lisa nyaris lupa kalau dia pernah berciuman dengan Arkan. Seolah-olah hari ini adalah ciuman pertamanya saja.
Ketika memikirkan Arkan dan membandingkan ciumannya dengan sang dokter, wajah Lisa memuram kelam. Kedua bahunya melorot lemas.
Dia mengakui kalau ciumannya dengan Arkan dulu memang sekilas terlihat seperti ciuman gaya Prancis, tapi itu karena sebenarnya dialah yang mencoba melakukannya. Wanita ini menyadari kalau Arkan saat itu mendorong lidahnya keluar secara alami alias menolaknya dengan halus. Pada akhirnya, mereka hanya berciuman biasa meski masih terkesan panas dan romantis.
Itulah sebabnya di mata orang-orang di tempat syuting dulu mengira mereka berciuman gaya Prancis. Aslinya jelas tidak begitu. Karena Lisa terlalu bahagia mendapat ciuman pertama dari pria yang dicintainya, dia tidak mempermasalahkannya sama sekali. Tapi, setelah melakukannya dengan pria lain, Lisa baru tahu seperti apa rasanya ciuman menggunakan lidah.
Rupanya, ciuman Arkan yang dipikirnya liar dan panas, ternyata ada yang lebih dari itu. Lantas, apa tujuan Arkan dulu menciumnya? Lalu malah menolaknya dengan keras seolah-olah ciuman mereka menjijikkan? Dia benar-benar tidak habis pikir.
Wajah Lisa masih setengah melamun ketika Joanna menghentikan mobil di lampu merah, meliriknya prihatin.
“Lisa? Kamu sungguh tidak apa-apa? Jangan cemas, aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi kepadamu terkait dokter aneh itu. Aku akan mengurus semuanya.”
Joanna mencoba menghiburnya, berpikir kalau talent-nya sedang depresi gara-gara tekad dokter Archer yang ingin meminta pertanggung jawaban darinya.
“Um. Terima kasih,” gumam Lisa, masih melamun.
***
Ratu Casilda Wijaya memutar otak ketika malam telah tiba. Dia harus memikirkan alasan bagus untuk bisa menemui Ethan. Maka dari itu, dia pun memikirkan banyak alasan bagus sambil tiduran di kasur sambil membaca majalah fashion.
“Aku pikir kamu sudah tidur,” tegur Arkan yang tiba-tiba datang tanpa Casilda sadari.
Wanita di ranjang besar menoleh, kaget melihatnya yang muncul seperti hantu.
“Kenapa tidak mengetuk pintu?”
Arkan mengerutkan kening mendengar protesnya. “Kamu bicara apa? Mengetuk pintu? Seharusnya telingamu peka. Apa yang kamu lihat sampai sangat serius begitu?”
Majalah di pangkuan Casilda segera diraihnya, ditatap penuh minat. Kemudian dengusan geli terdengar dari bibir seksinya.
“Oh, es krim, ya?” komentarnya pelan, lalu segera naik ke sisi Casilda untuk duduk bersamanya. “Kalau mau es krim, tinggal bilang saja kepada salah satu pelayan di sini, mereka pasti akan menyiapkannya untukmu.”
“Ka-kamu jangan dekat-dekat!”
“Kenapa memangnya? Suami baru pulang mencari uang untukmu, lelah dan capek, kenapa malah mengusirnya? Apa kamu tidak bisa romantis sedikit, Gendut?”
Casilda termenung mendengar penuturannya.
Dia mengerjapkan mata melihat wajah lelah Arkan yang tidak bisa disembunyikan. Apakah hari ini dia sungguh sangat sibuk sampai punya wajah seperti itu? Bukankah kontraknya banyak yang batal? Dia mengambil kontrak baru sebanyak apa sebelum ke Amerika?
“Kenapa menatapku? Terharu, ya? Suamimu memang pekerja keras, kan?” godanya dengan nada suara yang berusaha diperdengarkan penuh semangat dan kejahilan seperti biasa, tapi itu malah tidak seperti biasanya.
Bukan hanya wajah lelah Arkan yang begitu jelas, Casilda juga bahkan bisa mendengar suaranya yang tampak dipaksakan.
Tanpa peringatan apa pun, Casilda memajukan wajahnya dan mencium ringan bibir seksi di depannya. Arkan yang mendapat ciuman seperti itu jelas membeku saking kagetnya!
Casilda tersenyum kecil. “Terima kasih sudah bekerja keras, suamiku.”
“Ka-kamu aneh!” tuduhnya dengan suara memekik nyaring, wajahnya memerah malu-malu.
Sudut bibir Casilda tertarik dalam, tidak ingin berdebat dengannya karena kasihan melihatnya yang benar-benar kelelahan bekerja. Belum lagi dia harus membujuknya untuk izin pergi keluar Sabtu ini.
“Aneh? Jadi, kamu tidak suka aku bersikap seperti sekarang? Lebih suka jika kita bertengkar terus?”
Arkan tertegun kecil mendengarnya yang tiba-tiba saja jadi jinak. Ada apa dengannya?
Begitu pikiran buruk melintas di benak sang aktor, wajahnya menggelap kelam. Suaranya datang sangat dingin dan dalam. “Apa yang baru saja kamu lakukan?”
“Hah?”
“Kamu melakukan kesalahan, kan?”
Casilda menggelengkan kepala, mengomentarinya pelan dan sangat tenang.
“Tidak. Memangnya aku ini anak kecil sepertimu?”
“KAMU!” seru Arkan kesal, nadi di pelipisnya berdenyut marah, tapi akhirnya mereda begitu melihat sang istri tertawa kecil melihatnya.
“Arkan, sejujurnya, aku juga kadang-kadang lelah bertengkar denganmu. Boleh, kan, kalau sesekali kita punya waktu damai seperti ini? Selain itu, aku juga ingin memiliki teman bicara yang normal. Bukan hanya sekedar pria yang menatapku sebagai musuh, apalagi orang yang sangat dibencinya. Kalau kamu hanya bisa memperlakukanku seperti alat terus, dan ingin balas dendam tanpa batas, maka aku hanya akan mendiamimu saja. Tidak akan melawan sedikit pun sampai kamu mati karena bosan.”
Hening. Kedua orang yang duduk bersandar di kepala tempat tidur itu saling tatap dalam diam.
“Apa yang kamu inginkan? Katakan saja,” ujar Arkan kesal, mengerutkan kening karena merasa ucapan Casilda tidak mungkin tanpa alasan.
Helaan napas berat keluar dari bibir kecil itu, menatap sang pria dengan wajah cemas dan prihatin.
“Sabtu nanti, aku ingin jalan-jalan keluar. Sendirian tentu saja. Tidak boleh ada yang mengikutiku. Jadwalmu padat, kan? Tidak mungkin bisa ikut bersamaku. Selain itu, aku ingin menghibur diri sendiri setelah banyak hal terjadi di antara kita berdua. Saat ke Amerika nanti, kamu pasti akan menghabiskan lebih banyak waktu dengan Lisa. Aku tidak mau menjadi istri yang bodoh dan memalukan saat itu terjadi. Kalau kamu tidak mau melihatku membuat masalah, maka kabulkan keinginanku itu. Aku janji tidak akan mengungkit masalah menjadi manager Julian sampai pemotretan di Amerika selesai. Bagaimana?”
Arkan merasa aneh dengan tawaran dan ancaman Casilda. Keningnya mengerut dalam.
“Untuk apa? Kamu tidak perlu jalan-jalan sendirian. Apa tidak malu, hah?”
Casilda memutar bola mata malas.
“Arkan, kamu tidak bisa mengurungku seperti ini terus!” serunya mulai kesal, menatap marah pria yang sepertinya sulit diajak berbicara itu.
“Tidak. Kamu tidak boleh keluar sama sekali dari mansion ini!”
“Oh, ya! Lihat bagaimana aku akan kabur dan tidak akan ikut ke Amerika!” ancam Casilda galak.
“KAMU! DASAR ISTRI NAKAL!”
Arkan ingin meledak marah, tapi tiba-tiba di tengah jalan dia mengganti haluan dan malah memajukan wajahnya mengigit gemas bibir sang istri.
Casilda tertegun kaget selama sesaat, lalu karena gigitan Arkan masih ada di bibirnya, dengan desakan menggebu di dadanya, wanita ini segera membalas ciumannya tanpa pikir panjang.
Keduanya mendadak berciuman penuh kegairahan yang mulai memanas perlahan-lahan. Arkan meraih tengkuk Casilda, begitu pula sebaliknya. Bibir bertemu bibir. Lidah bertemu lidah. Semuanya berdansa dalam irama lembut dan liar di saat yang sama. Selama beberapa detik, keduanya saling pandang sambil tetap berciuman, dan berikutnya saling memiringkan kepala dengan mata terpejam erat penuh kenikmatan.
Tanpa mengatakan apa pun satu sama lain, keduanya sudah tahu ingin melakukan apa selanjutnya.
Dengan sangat terburu-buru sambil terus berciuman panas seperti akan melahap satu sama lain, mereka saling membuka pakaian pihak lawan.
Desahan dan suara ciuman keras terdengar di udara. Tangan pria tampan di atas kasur empuk mulai menjelajah ke semua bagian tubuh Casilda ketika sudah mulai polos. Meremasnya, mencubitnya, dan mengelusnya lembut penuh sayang dan kerinduan.
“Kamu sengaja melakukan ini, kan?” tuduh Arkan dengan wajah sayu dan suara rendah seksinya, segera menaiki tubuh Casilda seraya menjilati bibirnya sendiri melihat kemolekannya yang polos. Kedua tangan sang istri ditekan di atas kepalanya.
Arkan merasa otaknya mau meledak gila melihat apa yang tersaji di bawahnya. Empuk, berisi, mulus, dan putih. Mirip adonan pizza yang sangat kalis menggoda. Benar-benar enak untuk disentuh!
Casilda yang memerah malu dengan sengaja tersenyum licik misterius, membalasnya dengan nada main-main. “Entahlah. Kamu pikirkan sendiri jawabannya.”
“Kalau begitu katakan kalau kamu menginginkanku sekarang juga,” desak Arkan posesif, wajahnya dingin dan memuja di saat yang sama ketika mendekatkan bibir mereka lagi, saling melumat dan menggigit.
“Kamu pikir akan semudah itu?” ledek Casilda jahil, tersenyum licik melihat mata lawan bicaranya mulai membesar marah dan berkobar hebat.
“Kamu ingin mempermainkanku?!”
Casilda diam menatapnya saksama.
“Mempermainkanmu? Bukankah yang suka mempermainkanku adalah dirimu, Arkan sang Top Star? Baru mendapat sedikit godaan, tapi sudah seperti ini? Apa kamu tidak punya stock wanita cantik di luar sana sampai harus jatuh dalam godaanku?”
“Apa?!” Arkan tercengang kaget dengan sindirannya.
“Biarkan aku keluar hari Sabtu ini dan jangan mengikutiku, maka malam ini aku akan melakukan apa pun yang kamu inginkan,” ujar Casilda pelan, lalu memejamkan mata sembari melanjutkan, “apa pun itu akan aku lakukan tanpa mengeluh atau pun protes. Termasuk jika kamu ingin mendengarku memohon.”
Kening Arkan mengencang hebat. Apakah acara jalan-jalan hari Sabtu itu sangat penting sampai harus merelakan banyak hal di matanya?
“Katakan, kamu mau bertemu dengan siapa, hah?” geram Arkan kesal, mencubit dagunya posesif dengan sorot mata penuh kecurigaan dan kecemburuan.
Casilda menatap wajah dingin dan gelap milik Arkan, menjawabnya sangat tenang.
“Aku bilang aku hanya ingin menghibur diri sendiri. Apakah seperti itu saja tidak boleh? Arkan, kamu pikir aku tidak tahu kamu akan menikah tahun ini dengan Lisa? Sekalipun kamu sangat membenciku dan begitu dendam, sebagai seorang manusia, bisakah kamu punya sedikit sisi manusiawi? Tidak perlu memikirkan diriku, tapi pikirkan tunangan yang kamu cintai.”
Keduanya terdiam, mata saling tatap tanpa kedip sama sekali.
“Apakah sangat penting jalan-jalan sendirian seperti itu?” tanya Arkan tidak suka. Wajahnya benar-benar mengerikan penuh penolakan.
Casilda mengangguk pelan. “Kalau kamu sangat posesif seperti ini, kamu akan membuatku gila secara perlahan. Apakah itu yang kamu inginkan? Kamu tidak akan bisa balas dendam sampai aku tua, bukan? Pikirkan baik-baik. Tidak ada cinta di antara kita, jadi aku rasa kalau sehari saja tidak mengawasiku, kamu tidak akan rugi sama sekali. Ataukah kamu lebih suka aku benar-benar kabur lagi tanpa sepengetahuanmu?”
Arkan linglung mendengarnya. Di dalam hati dia menimbang-nimbang ucapan sang istri.
Dia selalu memikirkan masalah pekerjaan Casilda sebagai manager Julian. Itu membuatnya sadar kalau dia semakin melarangnya, maka Casilda akan semakin melawan tanpa ada niat untuk menyerah. Kalau terus mengurungnya seperti sekarang, apakah dia akan terus mencoba kabur dan pergi darinya?
Membayangkan Casilda menghilang dan tak bisa ditemukan selamanya, sifat posesif Arkan meronta hebat.
“Baik. Memohonlah kepadaku sekarang,” geram Arkan dengan wajah mengeras tidak rela.
Casilda diam sejenak, lalu menatapnya serius sambil berkata pelan dan tenang. “Tolong... lakukanlah denganku.”
“Perjelas!” titah Arkan dengan wajah marah tidak suka.
“Aku mohon, tolong setubuhi aku, Arkan sang Top Star.”
Kalimat itu diam-diam membuat Casilda mual dan ingin muntah mendengarnya sendiri. Sangat murahan dan menjijikkan. Tapi, dia benar-benar ingin bertemu Ethan agar bisa mencapai tujuannya.
Kedua pria itu jelas bukanlah hal yang bagus di matanya, tapi dia tidak punya pilihan lain, bukan?
Arkan yang melihat ekspresi Casilda yang sangat datar dan dingin ketika memohon kepadanya, seketika saja kehilangan minat. Dia tidak mau melakukannya jika Casilda seperti itu. Rasanya ada yang salah dan membuatnya tidak puas.
Tidak seperti pemikiran Casilda. Dia pikir Arkan akan langsung tersenyum menyeringai puas dan melakukannya dengan kasar. Sebaliknya, dia malah memuram kelam dan mencium bibirnya ringan.
“Lupakan saja. Cepat tidur,” bisiknya tidak bersemangat, melepaskan Casilda dengan sangat mudah hingga sang wanita di bawah tubuhnya kaget bukan main.
“KENAPA?!” seru Casilda tidak mengerti, menarik kedua sisi kemeja sang suami yang terbuka serampangan. Otot-otot kuat dan memikat pria itu menghiasi mata wanita ini.
Wajah dingin Arkan tidak terlihat baik. Sepertinya sedang cemberut dan tidak puas.
“Kamu boleh jalan-jalan hari Sabtu ini tanpa pengawasan apa pun dariku. Tapi, setelah itu kamu harus patuh dan tidak boleh macam-macam lagi. Mengerti?”
Casilda terkejut mendengarnya! Walaupun dia senang, tapi kenapa malah tidak puas, ya? Rasanya ada yang mengganjal di hatinya.
“Sungguh?” tanya Casilda tak percaya.
“Um. Tidurlah. Aku mau mandi dulu.”
“Tidak mau lanjut?”
Suara Casilda terdengar panik dan malu-malu, menatap mata dingin dam malas Arkan. Seolah-olah pria itu sudah kehilangan seleranya untuk menyentuhnya. Dia tidak percaya semua akan berhenti seperti ini begitu saja! Arkan itu, kan, binatang buas!
Pria tampan mendengus kecil, mencubit sebelah pipi Casilda gemas.
“Aku benar-benar lelah hari ini. Besok masih ada pekerjaan lain dan harus berangkat pagi-pagi sekali.”
“Oh....” Casilda terdiam, tidak tahu harus berkata apa.
“Kecewa?” godanya iseng.
“Se-sembarangan! Siapa yang kecewa?! Malahan bagus, kan?!”
Arkan tersenyum licik melihatnya yang salah tingkah.
“Sialan...” gumam Arkan berbisik kesal dengan ekspresi meringis gemas dan memuja, tiba-tiba saja menekan tubuh Casilda kembali. Ciumannya sangat ganas dan liar.
Dengan pipi memerah indah, Casilda memeluk Arkan dan membalas ciumannya dengan mata terpejam kuat. Lidah keduanya saling membelit erat. Panas, basah, dan sangat intim.
“Masuklah...” goda Casilda nakal di telinga Arkan saat pria itu sibuk menciumi lehernya posesif.
Arkan langsung membuka lebar-lebar kaki Casilda tanpa ragu, memposisikan miliknya dan memasukannya perlahan.