Bab 151 Menciumnya dengan Gila

2085 Words
#WARNING RATE 21 + Mohon maaf jika ada pembaca yang tidak nyaman. Bijaklah dengan isi cerita yang ada. …………………. Kesadaran Casilda perlahan kembali, mata terbuka sedikit melihat wajah panik Arkan, tiba-tiba senyum mengejek Casilda terentang lebar. “Kenapa? Kamu mau berakting jadi orang baik lagi? Aktor hebat kita memang luar biasa. Aku sangat membencimu hingga ke tulang-tulangku, Arkan sang Top Star,” desis Casilda lemah, memaksa wajahnya terlihat meremehkan seraya tersenyum penuh benci yang sangat jelas untuk lawan bicaranya. Arkan syok! Tubuhnya membeku dalam posisi masih memegangi wajah sang istri. Bibirnya terbuka tertutup tidak tahu harus mengatakan apa. Pupilnya mengecil linglung, mengamati setiap raut wajah Casilda dengan rasa panik meremas hatinya. Kenapa dia tidak bisa mengendalikan diri? Kenapa dia harus mencekik Casilda seperti itu? “Jangan sok peduli kepadaku. Kamu membuatku jijik,” lanjut Casilda marah, memejamkan mata seraya mendengus geli dan benci. Arkan dengan tampilan wajah kacau, mengerjapkan mata linglung. Detik berikutnya, Casilda mengerang kesakitan. Air matanya mengalir deras, tergugu kecil meratapi nasibnya di tangan Arkan yang selalu saja dipermainkan olehnya. Dengan suara lemah dan berbisik, Casilda berkata tanpa membuka mata, “keluar. Aku tidak mau melihatmu. Sana pergi dengan tunangan tercintamu itu. Kalian adalah pasangan sempurna dari langit. Jangan sampai bersamaku membuatmu kotor dan jijik.” Wajah Arkan menggelam suram, mencengkeram kuat kedua sisi wajahnya dengan menahan rasa kesal di dadanya. “Apakah kamu sangat membenciku sedalam itu? Pernikahan kita sama sekali tidak ada artinya bagimu sedikit pun?” Casilda menatapnya dengan senyum miris, sangat mengejek. “Kenapa? Kamu berharap aku mencintaimu? Tergila-gila kepadamu? Teruslah bermimpi Arkan sang Top Star! Aku yang akan membuatmu jatuh cinta kepadaku, dan akan membuangmu seperti sampah suatu hari nanti! Pernikahan kita berdua hanyalah lelucon besar tahun ini! Tidak ada artinya sama sekali bagiku! Sedikit pun tidak ada yang spesial di mataku!” Kalimat terakhir diucapkan oleh wanita bergaun merah ini, penuh tekad dan kebencian yang mendalam, bibirnya sampai gemetar hebat, mata berkilat dihiasi oleh dendam membara. Arkan membeku dingin, dunianya seolah ditutupi kain hitam. Gelap gulita. Apakah yang telah dilakukannya selama ini kepada Casilda adalah sebuah kesalahan fatal? Kenapa hatinya sangat sakit bagaikan ditusuk jarum mengetahui betapa bencinya wanita itu kepadanya? Bukankah seharusnya dia senang melihatnya menderita begini? “Keluar.... Aku mohon keluar.... Jika tidak, aku akan membuat masalah dengan tunangan tercintamu di sini. Jangan sebut aku Casilda jika tidak berani melakukan. Lisa pasti akan bertanya-tanya kenapa wajahmu jadi konyol begitu. Penuh darah dan berpenampilan tidak biasa. Sangat memalukan dan mencurigakan,” isak Casilda kesal, mencoba menahan diri untuk tidak meledak marah. Kesadarannya masih lemah dan napasnya sesak. Tidak ingin terlihat menyedihkan di depan musuh besarnya, maka Casilda mengucapkan kalimat tersebut. Rasa sakit dan malu yang ditanggungnya saat ini, membuat Casilda tidak sanggup bertatapan mata dengan sang suami. Arkan merapatkan bibir, tatapannya merumit, kacamata dibuka dan mengelap darah yang mulai turun di bibirnya. Sedikit ada pesona keren ketimbang tampilan konyol sebelumnya, seolah-olah dia adalah pahlawan yang baru saja menyelamatkan wanitanya dari para penjahat kejam. “Kenapa kamu masih saja tidak mengakui kalau kamu cemburu? Apa susahnya mengatakan hal sesederhana itu, Ratu Casilda Wijaya? Haruskah aku menekanmu sampai terdesak lebih daripada ini, baru bisa menunjukkannya kepadaku?” geram Arkan dengan ekspresi kalut seperti orang gila, meraih kembali wajah sang istri, menatapnya super serius. Casilda yang tergolek lemah, menatapnya dengan mata setengah terbuka, tersenyum menghina dan sangat menantang. “Arkan, kamu menilai dirimu terlalu tinggi. Kamu pikir, aku akan memaafkanmu, lalu jatuh cinta setelah semua yang kamu lakukan kepadaku selama ini? Menginjak harga diriku? Mempermalukanku? Merebut semua kebebasanku? Mengendalikan semua hal dalam hidupku seperti budakmu yang sangat hina? Kamu masih tidak bisa memikirkan hal itu dengan baik? Otakmu pasti sudah rusak!” Tidak ingin mendengar sindiran demi sindiran dari mulut Casilda, Arkan dengan sangat posesif dan murka memajukan wajahnya, menciumnya dengan gila dan mendesah penuh kerinduan. Gerakan tubuhnya bahkan sudah sangat intim dan begitu nakal seolah-olah dia ingin melebur menjadi satu dengan tulang dan darah wanita dalam kuasanya itu. “Kamu benar-benar wanita menyebalkan sedunia!” desisnya berbisik kesal, wajah menggelap kelam. Segera tanpa ragu menggigit keras bibir Casilda hingga membuatnya meneteskan air mata kesakitan. Wanita bergaun merah tersebut tidak bisa berteriak karena Arkan langsung membungkam mulutnya secara penuh. “A-apa yang kamu lakukan? Arkan! Kamu gila? Lisa ada di luar!” panik Casilda dengan susah payah, merasakan tubuhnya ditarik berdiri oleh sang suami, dan tahu apa yang akan terjadi begitu menyadari bajunya secara terburu-buru dibuka begitu saja. “Diam! Kalau kamu bersuara, semua orang akan mendengarnya, termasuk Lisa,” tegurnya menahan amarah, suaranya rendah penuh ancaman, melumat bibir Casilda dengan mata terpejam erat merasakan kelembutan bibirnya yang sudah lecet parah. Tangan kanan meraih tengkuk Casilda, dan mengendalikan ciuman mereka tanpa bisa dicegah. “A-Arkan!” Casilda gelagapan syok, merasakan suara berisik di depan pintu. “Benarkah? Tadi aku mendengar suara jeritan di sini. Kamu sama sekali tidak mendengar apa pun? Kalau tidak salah dengar, tadi adalah suara seorang wanita.” “Mungkin itu tadi adalah karyawan kami yang berteriak karena kaget. Anda lihat sendiri tidak ada hal yang serius. Mungkin ada hal yang membuatnya terkejut,” kilah sang manager toko, karena bisa menduga ada di mana Arkan saat ini. Wajahnya sudah berkeringat dingin. Takut ketahuan kalau dia adalah kaki tangan sang aktor yang berusaha membantunya selingkuh. “Oh, semoga bukan hal yang serius. Ngomong-ngomong, ke mana, ya, Arkan? Bukankah tadi dia ada di sini? Dia menyewa toko ini selama 2 jam, kan? Apa dia sudah pergi duluan karena terburu-buru lagi?” Lisa terdengar kebingungan dan tampak cemas, sementara di dalam ruang ganti di sebelahnya, pria yang sedang dicari-carinya bersikap masa bodoh dan malah semakin memperdalam ciumannya bersama Casilda. Wanita bergaun merah yang sudah terekspos kedua kulit bahunya itu, larut dengan godaan Arkan, meski di hatinya merasakan perasaan bersalah seperti ingin mati saja. Ini adalah situasi yang sangat memalukan dan mencoreng harga dirinya! Bagaimana bisa dia melakukan hal ini kepada wanita sebaik Lisa? Air mata Casilda mengalir deras di antara ciuman panas Arkan yang tidak ada tanda-tanda akan berhenti. Malahan, satu tangannya sudah turun di antara kedua kakinya, sibuk memberikan kesenangan baru di bawah sana. Casilda mendesah begitu satu jari sang suami memasukinya, mata dipejamkan semakin erat. Entah kenapa rasa jijik dan kotor, serta rasa bahagia memutarnya menjadi satu. Sebuah perasaan yang membuat dunianya akan runtuh kapan saja. Apakah dia akan mendapatkan karma di masa depan gara-gara perbuatannya menyakiti hati dari wanita lain? Tapi, dia juga adalah korban! Bagaimana bisa dia harus menanggung semua dosa yang diperbuat oleh Arkan kepadanya? Ini tidak adil! “Enak, bukan? Kalau kamu mengaku cemburu saat ini juga, aku akan memuaskanmu sekarang. Tidak akan menundanya seperti biasa yang kita lakukan.” Arkan berbisik posesif dan menggeram rendah, wajah sudah sayu memerah menikmati kemesraannya bersama sang istri tercinta. Dadanya gemetar dan menggebu-gebu parah menikmati semua kesenangan kecilnya ini. Mau tidak mau, dia mengakui kalau Casilda membuatnya tergila-gila! Tidak peduli ada dendam dan benci di antara mereka, ketika kulit mereka saling menyapa, dia dengan mudah mengabaikan semua hal di sekitarnya. “Arkan, apa kamu sungguh masih manusia? Demi balas dendam, kamu bahkan rela melakukan hal ini di saat wanita yang kamu cintai ada di luar sana? Dia tepat di balik pintu ini! Kenapa kamu sangat tega kepadanya? Tidakkah kamu memikirkan perasaannya sama sekali?” Arkan tertawa rendah, mengabaikan suara Lisa dan manager toko yang sibuk berbicara mengenai kepergian Arkan yang begitu tiba-tiba. Untungnya di toko itu suara musik menghiasai udara, membuat dua orang yang tengah berbisik tegang di bilik kecil di sana, tidak ketahuan sama sekali. Dagu Casilda dicubit, sementara dengan sangat tidak sabaran satu tangan Arkan sudah membuka ikat pinggangnya, mata berkilat penuh nafsu. “Casilda, kamu sungguh naif atau bodoh? Kalau kamu memang peduli dengan Lisa, kenapa kamu membalas semua sentuhanku selama ini? Beberapa jam lalu, apakah kamu sudah lupa dengan aksi mulut kecilmu kepadaku di kamar mandi sempit itu?” ujarnya sarkastik, tersenyum gelap sangat dingin dan menakutkan. Ada kemarahan dan juga rasa frustasi melihat sikap Casilda yang selalu menentangnya! Arkan benar-benar sangat marah sampai ingin meledak! Kenapa ada wanita yang sangat keras kepala seperti Casilda? Apakah dia betul-betul tidak bisa jatuh cinta kepadanya? Apakah dirinya sangat menjijikkan? Apa kekurangannya sebagai seorang pria? “Ayo bercerai!” ujar Casilda tegas, menatap nyalang dengan air mata masih mengalir di pipinya, ciuman mereka masih terjadi begitu intens. Bibir Arkan bahkan masih menempel di sana saat mendengar kalimat tersebut, dan langsung saja menggigitnya dengan mata melotot penuh! Mendengar kata cerai dari mulut istrinya, mata Arkan menggelap kejam! “Casilda! Masih ingat apa yang aku katakan kepadamu soal bercerai?” geram Arkan dengan bibir merapat marah, cubitan di dagu sang wanita diperkuat seolah akan menghancurkannya, dinaikkan sedikit agar mata mereka saling bertatapan. “Ingat! Kita berdua tidak akan pernah bercerai! Kamu akan selalu menempel di sisiku! Menjadi istriku selamanya sampai tua dan menjadi hantu! Kamu akan selalu terjerat denganku seperti ini seumur hidup. Oke?” jelasnya dengan wajah merumit menahan amarah, sudah mulai perlahan memasuki Casilda di bawah sana, tapi tetap saja hanya sampai setengah jalan. “Cepat! Akui kalau kamu cemburu, dan memohonlah kepadaku! Jangan membuatku semakin ingin menyiksamu karena sangat keras kepala!” Casilda yang kembali lemas, tidak punya tenaga untuk melawannya secara fisik, jadi hanya bisa memprovokasinya agar terus-menerus marah. Kalau bisa, bagus juga agar Lisa melihat mereka berdua. Dengan begitu, Arkan pasti tidak akan bisa melakukan apa pun kepadanya. Kenapa dia harus hancur sendirian, kalau bisa mengajak Arkan hancur bersamanya? Menarik, bukan? Suara tawa mengejek setengah sinting Casilda menusuk telinga Arkan. Wanita itu menatapnya dengan sangat kasihan, dan berkata sarkastik dengan nada rendah meremehkan, “cemburu? Arkan, orang yang cemburu hanyalah orang yang jatuh cinta kepada seseorang. Apakah aku jatuh cinta kepadamu? Kita berdua tidak cocok sejak awal! Kamulah yang memulai semuanya di antara kita! Bukankah kamu telah membalas semua perbuatan burukku di masa lalu dengan aksi hebat terencanamu itu? Sadarkah kamu apa yang telah kamu perbuat? Kamu menyakiti Lisa! Dia tidak layak kamu perlakukan seperti ini!” Casilda tergugu dengan dadanya naik turun, menatap Arkan tanpa kedip, air mata terus mengalir. Lebih tepatnya dia mengingat bagaimana menyedihkannya dirinya dulu saat Ethan mempermainkannya dan malah memilih wanita lain yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya. Sesaat, Arkan terdiam. Ekspresinya dingin dan datar. Dalam hitungan detik, senyum jahat dan licik sang aktor muncul dengan penuh kemenangan di matanya. “Kamu cemburu, Casilda. Kamu hanya tidak mau mengakuinya karena malu, kan?” “Kamu gila! Benar-benar gila!” maki Casilda marah, langsung terdiam kaget dan menutup mulut Arkan yang hendak menimpalinya, karena di luar terdengar Lisa yang tidak sengaja menjatuhkan ponselnya ke lantai. “Astaga! Maaf! Aku terlalu mencemaskan Arkan,” jelas Lisa gugup, sedikit malu-malu dan salah tingkah di hadapan manager toko. Gawat! Jika Lisa sampai melihat ada dua pasang kaki di bawah pintu ruang ganti ini, pastilah akan menjadi sebuah bencana besar untuk mereka semua! Arkan tertawa mengejek yang sangat seksi, menatap jahil Casilda yang tampak panik luar biasa dan sedang mencoba kabur, tapi bingung mau ke mana. “Kenapa? Takut?” ledek Arkan nakal, tiba-tiba meraih tubuh Casilda agar naik ke atas meja, keduanya masih dalam keadaan menyatu meski hanya setengah jalan. “A-apa yang kamu lakukan? Cepat lepaskan aku!” maki Casilda berbisik panik, buru-buru segera mengangkat kakinya memeluk pinggang Arkan agar Lisa tidak melihat kakinya di bawah sana. Merasakan gerakan mesra dan membutuhkan Casilda di tubuhnya, membuat Arkan terpana selama beberapa detik. Matanya terus menatap wanita yang panik dalam pelukannya. “Casilda...” sahut Arkan pelan, sangat lembut dan terdengar penuh sayang. Casilda tertegun kaget mendengar suaranya yang tidak biasa. Keduanya saling tatap dalam diam selama 3 detik. “Aku adalah suamimu. Kamu tahu?” lanjut Arkan dengan tatapan kecewa. Casilda bingung. Dia memang adalah suaminya, lantas kenapa? Karena tidak memahami ucapannya, Arkan mengerutkan kening marah, mengencangkan pelukannya, dan hendak menyentak masuk secara penuh, tapi untungnya ditahan agar tidak melewati batas. “Hentikan! Otakmu ada di mana, hah?! Apa kamu sungguh mencintai Lisa dengan sikap seperti ini?” protesnya marah, melotot memarahi Arkan. “Kenapa? Kamu sungguh tidak cemburu?” Arkan nyaris saja berteriak murka, sangat marah dan dadanya bergemuruh melihat istrinya seolah tidak peduli dengan status mereka berdua. “Di mana akal sehatmu?! Aku hanya orang ketiga di antara kalian berdua! Lagi pula, tidak ada cinta di antara kita! Apa kamu ingin membuatku serendah ini, hah?” tanya Casilda sakit hati, meringis gelap menatapnya kecewa. Arkan mendatar dingin, gelap dan menakutkan. “Dasar bodoh! Kamu pikir dirimu sungguh adalah orang ketiga? Aku menyukaimu lebih dahulu sebelum bertemu Lisa! Kamulah yang aku inginkan!” desisnya marah, menciumnya ganas sekali lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD