Perdebatan di kedai ayam krispi tersebut membuat Arkan akhirnya membatalkan niatnya untuk makan bersama. Lagi!
Semua makanan yang sebelumnya dipesan, seketika saja dialihkan untuk orang-orang di sekitar kedai. Lebih bagus lagi menurut Arkan jika ada panti asuhan yang bisa diberikan. Tentu saja semua biayanya tetap ditanggung oleh sang aktor arogan.
Bu Hamidah jelas senang luar biasa mendengarnya, sama sekali tidak peduli dengan perasaan putranya yang baru saja mendapat hinaan dan bentakan dari Casilda, malah dia membela suami istri tersebut agar mengabaikan saja anak nakal itu dan lebih memilih meminta maaf karena merasa tidak sopan memperlakukan mereka sebagai pengunjung penting.
Perihal masalah meja yang berantakan dan pakaian kotor orang-orang di depannya, khususnya wajah dan rambut basah Casilda, Bu Hamidah tidak mau ambil pusing. Dia tahu sendiri dengan jelas kalau mereka berdua baru saja bertengkar. Masa bodoh alasannya apa! Dia tidak mau ambil pusing. Selama uang mengalir ke dompetnya, dia tidak mempermasalahkan hal lain!
“Terima kasih, Arkan sang Top Star! Lain kali mampir lagi, ya! Saya janji, berikutnya tidak akan ada kejadian aneh-aneh lagi!” bujuk Bu Hamidah, tersenyum-senyum lebar penuh kecerahan di wajahnya, melambaikan tangan ke arah mobil pribadi Arkan yang siap meninggalkan tempat tersebut.
Arkan hanya bergumam ‘um’ malas-malasan, lalu memberikan perintah kepada sang supir.
“Jalan.”
“Baik, Pak!”
Sebelumnya, supir yang mendadak dipanggil hari ini, sangat terkejut dengan nada suara Arkan di telepon, dan tentu saja segera paham apa yang terjadi. Dengan patuh dia mengendarai mobil dalam diam, kembali menulikan telinga. Tidak mau ikut campur dengan urusan suami istri rahasia itu. Risiko yang dia pertaruhkan untuk cari gara-gara dengan orang kaya seperti Arkan, itu sama saja dengan mengakhiri hidupnya.
Di sebelah sang aktor, Casilda yang sejak tadi diam saja usai menyadari kesalahannya terhadap Ryan hanya bisa terdiam membisu dengan kepala menunduk.
“Kamu bisu?”
Arkan mendecakkan lidah kesal, duduk bersandar dengan satu tangan di jendela, angkuh dan arogan. Mata melirik dingin ke arah istrinya yang tampak seperti hantu muram yang kesepian di sudut mobil.
“Apa kamu akan terus diam seperti itu? Sudah hampir setengah jam kamu tidak mengatakan apa-apa! Memangnya pria bodoh bernama Ryan itu sangat penting bagimu, hah? Lebih penting mana antara pria itu atau suami sendiri?” sindirnya kesal, satu kaki Arkan menendang arogan kaki Casilda, pelan tapi cukup terasa menyebalkan.
Wanita berkacamata bulat meliriknya dalam diam, tidak bergerak sama sekali. Kepala terus menunduk dan semakin muram.
Baru kali ini dia dan Ryan bertengkar hebat, dan itu parahnya adalah kesalahannya. Dia menuduh Ryan adalah pria yang tidak bertanggung jawab dan tidak dewasa. Padahal, siapa yang seperti itu?
“Terserah kamu sajalah!”
Arkan kesal melihat tingkah istrinya, tapi diam-diam senang karena hubungan dua orang itu akhirnya berantakan. Sekarang, Casilda tidak akan macam-macam lagi dengan pria itu, kan?
Sungguh aneh malam ini Arkan membiarkan saja Casilda tenggelam dalam pikirannya. Selama hampir setengah jam, keduanya diam seolah-olah tidak ada yang terjadi.
“Kenapa, Pak?” tanya Arkan dengan nada sedikit kesal.
“Ma-maaf, Tuan! Sepertinya kita akan kena macet. Di depan sudah terlihat padat, tidak bisa mundur sama sekali.”
“Macet? Ini belum begitu malam, kan? Kenapa bisa sampai macet?”
“I-itu... mana saya tahu...” cicit sang supir, kedua bahu naik karena takut, memucat kelam. Takut kalau masalah mereka di kursi belakang menjadikannya pelampiasan majikannya itu.
Arkan mendecakkan lidah malas. “Ya, sudah. Apa boleh buat, kan?”
Supir merasa lega, dan tersenyum kikuk diam-diam. Untungnya dugaannya tidak terbukti. Maka dari itu, dia dengan perasaan ringan tetap melajukan mobil mereka. Untungnya lagi mobil yang mereka tumpangi adalah mobil yang jarang diketahui oleh para penggemar Arkan dan paparazzi. Terjebak di tempat seperti ini, dan dikenal banyak orang, bukankah bisa menjadi bencana?
Casilda di sebelah Arkan tidak sadar sudah jatuh ke alam mimpi sejak tadi, dan kini sedang diperhatikan oleh sang suami dari jarak dekat.
“Heh! Pantas saja diam seperti batu. Rupanya sedang tidur.”
Arkan diam sejurus kemudian, menatap wajah chubby istrinya. Ekspresi sang pria tampak datar, tapi tatapan matanya hangat dan penuh cinta. Setelah tersenyum licik sekilas, dia kembali duduk bersandar dengan perasaan puas.
Adegan Casilda yang membelanya meski tidak memuaskan di ruang VIP restoran, cukup membuatnya bahagia berbunga-bunga saat memikirkannya.
Beberapa menit berlalu, mobil akhirnya benar-benar terjebak kemacetan panjang.
Casilda terbangun gara-gara perutnya berbunyi. Dia lapar sekali. Sejak tadi, mau makan, tapi selalu digagalkan oleh suaminya! Sialan! Dua kali hampir makan enak, dua kali pula melewatkannya! Apa sebaiknya dia mengutuk Arkan mati kelaparan saja?
“Apa kita belum sampai?” bisiknya lirih, menoleh dengan perasaan malas dan berat ke arah sang aktor.
Arkan tidak mendengarkannya sama sekali. Di telinga sedang terpasang headset dan sibuk menggoyangkan kakinya yang disilangkan, mata menatap lurus keluar jendela.
Casilda dongkol! Setidaknya bertanggung jawablah sedikit tentang hidup dan matinya sebagai istrinya yang menyedihkan ini! Apa-apaan dia seperti itu?
Kesal karena merasa tidak ada gunanya bertanya lagi, maka dia menoleh ke depan.
“Pak, kita belum sampai, ya?”
“Oh, Nyonya sudah bangun? Belum, Nyonya! Kita terjebak macet. Sepertinya akan memakan waktu cukup lama. Tidur saja lagi. Nanti pasti akan dibangunkan jika sudah sampai.”
Casilda keringat gelisah, tersenyum canggung mendengar kata ‘Nyonya’ yang disematkan kepadanya.
Dia tidak bisa terbiasa dipanggil begitu. Apalagi hanya pernikahan palsu yang dijalaninya. Rasanya seperti menipu orang baik.
“Begitu rupanya. Baiklah. Terima kasih informasinya, Pak. Tolong bangunkan saya jika sudah sampai.”
“Baik, Nyonya!”
Casilda kembali murung, kedua bahunya melorot lesu. Dia melirik sekali lagi ke arah sang suami. Tampaknya benar-benar cuek dan tidak memedulikan sekitarnya. Apa yang diharapkan Casilda dari pria tidak bisa ditebak seperti Arkan?
Perut Casilda tiba-tiba berbunyi sekali lagi, dielusnya pelan dan hanya bisa menghela napas berat.
“Lapar...” gumamnya sedih, menatap perutnya yang keroncongan.
Sayangnya, dia tidak punya pilihan lain, kecuali menunggu sampai kemacetan berakhir.
Ketika Casilda menyerah penuh, bersandar di tepi jendela mobil agar menghibur diri dan berniat tidur kembali, kedua bola matanya tiba-tiba membesar syok!
Di layar iklan billboard raksasa di tepi jalan terpasang tayangan Arkan dan Lisa!
Itu adalah acara reality show yang pernah syuting di mansion sang aktor. Casilda yang melihatnya dalam diam, seketika teringat adegan ketika Arkan mencium Lisa dengan sangat posesif dan mesra di hadapan semua kru.
Tiba-tiba saja, hatinya menjadi dingin, sorot matanya meredup penuh kekecewaan.
Oh, benar. Kenapa dia selalu saja lupa kalau Arkan ingin menghancurkannya dengan segala cara? Termasuk mencuri hatinya, lalu menginjak-nginjaknya, bukan?
Casilda menatap layar yang terus memainkan pasangan nasional itu. Walaupun tidak bisa mendengar suaranya dari dalam mobil yang tertutup, tapi ada teks bahasa Inggris yang tersedia. Sepertinya akan ditayangkan juga untuk penonton luar negeri.
(Tulisan di layar dalam bahasa Inggris)
Pewawancara: “Rencananya kalian akan ke Amerika bulan depan untuk syuting iklan merk terkenal, bukan? Apakah kalian juga akan merencanakan bulan madu ke sana setelah menikah? Aku dengar, kalian akan mendapatkan hadiah istimewa dari brand tersebut sebagai hadiah pernikahan? Bukankah itu adalah perusahaan yang sama dengan perusahaan yang berjalan di industri pariwisata kapal pesiar? Apakah itu benar?”
Lisa: (Lisa tertawa anggun dan elegan) Tidak. Itu tidak benar. Dari mana Anda mendengarkan kabar mengharukan seperti itu? Saya tidak pernah mendengarnya sama sekali. Tapi, mengenai bulan madu kami, bukankah sudah jelas? Siapa pengantin baru yang tidak ingin menjalani hari-hari romantis itu? Bukan begitu, sayang?”
Di layar, Casilda bisa melihat Lisa dan pewawancara wanita tertawa bersama dengan sangat antusias. Di sebelah sang supermodel cantik, Arkan hanya tersenyum dingin dan memikat. Tangannya dipeluk mesra oleh Lisa layaknya pasangan yang dimabuk cinta. Benar-benar sangat serasi.
Casilda yang melihat tanyangan romantis dan hangat itu hanya bisa mengkelam suram.
Bulan madu, ya?
Arkan bahkan sudah membentaknya dengan kejam kalau tidak akan ada bulan madu di antara mereka berdua. Dia tidak menginginkannya, tapi entah kenapa tetap saja membuatnya sedih.
Rasanya ada jarum yang tiba-tiba menusuk hati Casilda. Apa haknya untuk marah? Dia hanyalah istri mainan! Suami hebat seperti itu, mana sudi menikahinya kalau bukan ingin balas dendam, kan?
Arkan adalah pria hebat. Dari segi latar belakang saja, meskipun keluarga Casilda masih kaya raya sekalipun, tidak akan bisa disandingkan dengannya. Wanita seperti Lisa sang supermodel barulah cocok. Keluarga wanita itu juga dari kalangan atas yang tidak main-main reputasinya.
Keduanya memang tidak salah mendapat julukan pasangan nasional impian. Sangat terpelajar, berbakat, rupawan, dan juga sangat tinggi. Sedangkan dirinya ini apa? Kotoran!
“Apakah benar-benar tidak bisa bercerai? Aku ingin bercerai... Ini sungguh sangat menyiksa dan melelahkan...” gumam Casilda lirih kepada diri sendiri, masih bersandar lemah di tepi jendela, menatap tayangan billboard dengan tatapan melamun.
Julukan sebagai seorang top star sebenarnya kurang tepat untuk suaminya. Lebih cocok sebagai seorang superstar seperti sebutan Julian, tapi entah kenapa orang-orang lebih suka memanggilnya sebagai seorang Top Star.
Di negara mereka, dua istilah itu sebenarnya sama saja, tapi jika ditelisik lebih jauh, sebutan superstar terdengar lebih hebat dan luar biasa. Kesannya juga lebih kuat.
Arkan sang Top Star adalah aktor multi talenta, dan namanya sangat besar di luar dan di dalam negeri. Penggemarnya datang dari berbagai kalangan. Tidak hanya wanita, tapi juga pria dan anak-anak. Bahkan negara seperti Jepang, Cina, Taiwan, dan Korea Selatan, yang merupakan pusat dari para selebriti dunia, juga menjadi tempat invasi kepopuleran Arkan.
Pria arogan dan kejam itu bisa dibilang adalah bintang Hallyu dari Asia Tenggara.
Mungkin karena dia memang punya modal wajah Asia yang sangat tampan, unik, dan berbakat, maka dengan mudah diterima oleh negara-negara besar tersebut. Saat Casilda mengetahui informasi ini, dia syok dan tidak percaya. Ternyata suaminya punya reputasi di luar negeri setara dengan selebriti papan atas dunia. Benar-benar tidak bisa diremehkan!
Dia kadang bertanya-tanya, suami arogan dan playboynya itu sebenarnya terkenal karena wajah keturunan Jepangnya, atau karena bakatnya? Ataukah karena keduanya? Apa pun itu, Arkan adalah selebriti kelas atas, sementara dirinya hanyalah rakyat biasa di kasta terendah. Benar-benar langit dan bumi, bukan?
“Kamu sedang apa?” tegur Arkan tiba-tiba, menautkan kening ketika menyadari Casilda melamun menatap keluar jendela, tampak semakin lesu dan tidak bersemangat.
“Hei! Aku bertanya kepadamu! Kamu sedang apa?” teriak sang aktor sekali lagi.
Casilda sudah terlanjur tenggelam dalam kesedihan dan nasib malangnya, tidak mendengarkan suara sang suami, malah sibuk menatap kalimat lain di layar billboard.
(Kalimat di billboard, masih dalam bahasa Inggris)
Arkan: “Benar. Saya mencintainya setulus hati. Tentu saja akan melindungi Lisa jika ada yang berani macam-macam dengannya. Bagi saya, penggemar fanatik sangatlah berbahaya. Walaupun di antaranya ada yang tidak mengancam jiwa, tapi kadang-kadang ada juga yang tingkah lakunya membuat kesal dan tidak nyaman.”
Pewawancara: “Meskipun mereka tidak terima dan marah? Tidak takut kehilangan penggemar?”
Arkan: “Aku rasa mereka bukan anak kecil lagi, bukan? Saya tidak akan mentolerir penggemar seperti itu. Ada batas-batas yang harus dijaga antara penggemar dan idola mereka. Bagaimanapun, kami juga tetaplah manusia biasa, masih butuh privasi dan ketenangan jiwa.”
Pewawancara: (tertawa kagum dan bangga) “Anda sangat jujur! Bukankah itu terdengar sangat gentleman dan tegas?”
Di mobil, Arkan yang mengamati Casilda selama beberapa saat, langsung memajukan tubuhnya karena penasaran. Kening tampannya bertaut serius.
“Kamu lihat apa, sih?”
Begitu melihat tayangan super besar antara dirinya dan Lisa, Arkan seketika keringat dingin di punggungnya!
‘Sialan! Dia melihat tayangan itu sejak tadi? Kenapa malah muncul di billboard seperti itu, sih?’ maki Arkan dalam hati.
Entah kenapa dia sangat panik menyadari Casilda melihat adegan penuh kepalsuan tersebut. Pikiran liar dan cemasnya tidak bisa berhenti!
“Apa yang kamu lakukan?!” seru Casilda kaget, karena kedua matanya tiba-tiba ditutupi oleh tangan besar sang aktor.
“Kamu tidak boleh melihat Lisa! Nanti dia terkena sial darimu!”
Casilda yang awalnya berontak, seketika terdiam bagaikan batu.
“Oke,” balasnya patuh, sangat penurut.
Arkan mengerjapkan mata linglung, masih menutupi mata sang istri.
Dia tidak melawan? Kenapa?
“Untuk apa kamu menonton tayangan itu? Jangan pikir kamu bisa membandingkan dirimu dengan Lisa, ya! Mentang-mentang kamu menikah denganku!”
Arkan berniat menjahilinya lagi, tapi begitu membuka tangannya, dia kaget melihat air mata Casilda jatuh bercucuran tak terkendali di wajah dingin dan datarnya.
“Ke-kenapa kamu menangis, hah?” bentak Arkan salah tingkah.
Casilda merapatkan bibirnya gugup, wajah mengeras menahan kesal.
Kenapa dia menangis?
Dia juga tidak tahu! Dia tidak tahu kenapa dia harus menangis gara-gara suami playboy sepertinya itu! Dia juga tidak tahu kenapa air matanya keluar sendiri! Tidak tahu kenapa dia ingin sekali menghilang saat ini juga!
Ketika Arkan semakin panik dalam hati dan meraih kedua bahu Casilda hingga saling tatap, detik berikutnya, Arkan tiba-tiba tersenyum antusias berseri-seri.
“Gendut, jangan bilang kamu cemburu, ya?!” tuduhnya dengan nada riang, sangat sombong dan mengejek.