KENYATAAN YANG MENYAKITKAN

1448 Words
Lira berpikir sejenak. Syarat yang diajukan Hyunjin agar mau melepasnya memang cukup berat. Sebenarnya, asal dia mau bicara dengan ayahnya, bisa saja dia mendapatkan uang tebusan itu. Masalahnya, sekarang Lira juga sedang tidak dalam keadaan baik. Mungkin dengan pergi ke Korea bersama dengan Hyunjin, itu akan membuat hatinya yang hancur segera pulih. Walaupun dia tidak tahu, situasi seperti apa yang akan dihadapinya di sana. Gadis itu hanya berharap keputusannya menjadi yang paling tepat. Dia tidak akan tahan tetap berada di Indonesia, lalu bertemu kembali dengan lelaki yang sudah merobek hatinya hingga separah itu. Menghilang mungkin terdengar seperti seorang pengecut, tetapi Lira tidak bisa membiarkan hatinya semakin terkoyak. “Setelah saya pikir-pikir, mungkin memang sebaiknya saya ikut Anda ke Korea. Saya juga membutuhkan tempat untuk menenangkan diri. Waktu enam bulan akan cukup untuk saya melupakan semua rasa sakit yang saya alami. Dari tadi Anda terus memanggil saya nona, nama saya Lira.” Lira menjawab mantap. Dia tidak peduli bagaimana respon Hyunjin. Satu hal pasti, dia mempertimbangkan semuanya untuk kebaikan dirinya sendiri. “Bagus. Itu keputusan yang tepat, Lira. Kalau begitu, mulai sekarang kita tidak usah bicara terlalu formal. Kamu dan Aku akan terlibat Kerjasama. Aku hanya tidak mau kita berdua seperti orang asing. Cepat bersih-bersih, setelah itu aku akan mengantarmu ke tempat yang ingin kamu kunjungi terakhir kali sebelum terbang ke negaraku. Tiket pesawat sudah siap. Kita akan terbang malam nanti.” Hyunjin mengatakan itu dengan nada serius. Dari caranya bicara, jelas sekali kalau lelaki itu tidak ingin dibantah. Dari reality show yang pernah Lira lihat, Hyunjin memang sosok yang ambisius. Apapun yang sudah menjadi keputusannya, tidak bisa diubah. Sebuah karakter yang sebenarnya Lira benci. “Bukankah itu terlalu cepat? Ada beberapa hal yang perlu aku kerjakan, dan itu tidak bisa selesai dalam waktu beberapa jam. Tidak bisakah keberangkatan kita ditunda, Hyunjin?” Lira mencoba mengajukan penawaran. Dia memang tidak mungkin pergi dengan tiba-tiba. Dia harus memberitahu beberapa orang penting soal itu, supaya tidak terkesan menghilang begitu saja. “Aku tidak punya banyak waktu, Lira. Sebagai asistenku, kamu harus mengikuti jadwalku. Setelah kembali ke sana aku harus langsung syuting. Kalau tidak, semuanya akan kacau. Kamu mau menerima kelonggaran waktu yang aku berikan, atau kita terbang ke Korea sekarang juga? Tentukan pilihanmu!” Rasanya Lira ingin sekali menjambak rambut Hyunjin hingga rontok. Lelaki itu terlalu egois, dan semaunya sendiri. Bagaimana bisa dia tidak mau mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh Lira. Sayangnya, keberanian Lira tidak cukup besar untuk melakukan itu. “Menurutmu, bagaimana aku bisa pergi tanpa apapun? Aku harus menyiapkan barang-barangku, berkas penting, dan lain sebagainya. Di sana aku juga butuh pakaian.” Lira menyampaikan protesnya. Berharap kali ini Hyunjin mau mendengarkan apa yang dia katakan. “Untuk apa kamu sibuk memikirkan semua itu? Aku sudah mengurusnya. Untuk pakaian, aku yakin semua pakaianmu tidak akan cocok dipakai di negaraku. Kurasa uangku tidak akan habis hanya untuk membelikanmu pakaian. Bila perlu, aku akan membelikanmu beserta tokonya.” Hyunjin mengucapkan itu dengan nada sedikit menyombong. Lira muak mendengarnya. Dia juga masih mampu membeli pakaian sendiri. Memangnya hanya Hyunjin yang berpenghasilan di sini? “Oke, baiklah. Sebenarnya sekarang ada hal yang lebih penting dari itu, Hyunjin. Bagaimana kalau sampai aku hamil?” Hyunjin terdiam sesaat. Jujur saja, hal itu tidak terpikirkan olehnya. Mereka hanya tidak sengaja menikmati ranjang bersama. Dia tidak berpikir sampai sejauh itu. “Kalau kamu hamil, aku akan bertanggungjawab. Lagipula untuk apa memikirkan hal yang belum tentu terjadi, Lira? Kita hanya tidur bersama satu kali, belum tentu bisa membuatmu hamil. Sudahlah, aku harus pergi sarapan sekarang. Cepat bersihkan dirimu, karena waktu kita tidak banyak. Nanti aku akan meminta manager-ku mengantarkan makanan untukmu.” “Hm,” sahut Lira singkat sambil menganggukkan kepalanya. Dia sudah malas memperpanjang obrolan dengan Hyunjin. Apapun yang dikatakannya, lelaki itu pasti punya kalimat untuk memberikan bantahan. Hyunjin melangkah pergi. Lira sempat memandangi punggung lebar lelaki itu. Ada bekas cakaran di sana. Lira mulai memikirkan apa yang terjadi semalam antara dirinya, dan Hyunjin. Apakah pengaruh alkohol membuatnya menjadi seganas itu? Tanpa sadar Lira memperhatikan jemarinya yang memang memiliki kuku panjang. Dia semakin yakin kalau luka-luka itu berasal dari cakarannya. Bayangan apa yang dia lakukan semalam membuat pipi Lira bersemu merah. “Kalau dilihat-lihat … tubuh Hyunjin seksi juga,” ucap Lira tanpa sadar. “Astaga, Lira. Kamu mikirin apa, sih? Bisa-bisanya kamu malah bayangin Hyunjin. Hus … hus …” Lira mengibaskan tangannya di atas kepala. Dia mensugesti pikirannya tentang Hyunjin agar segera menghilang. Lira segera menyingkap selimut yang membalut tubuhnya. Dia berlari kecil ke arah kamar mandi tanpa mengenakan apapun. Sebenarnya dia cukup was-was kalau sampai Hyunjin kembali, beruntung, hal itu tidak terjadi. Gadis itu terdiam sejenak. Apa yang dia alami benar-benar seperti di dalam drama. Sebuah pertemuan tidak sengaja antara orang biasa dengan aktor idolanya. Lira benar-benar tidak pernah bermimpi hal itu akan terjadi di dalam hidupnya. Lira merasakan inti tubuhnya ngilu. Seakan ada benda yang cukup besar telah menyeruak masuk ke dalam sana. Rasanya sedikit sakit, dan berdenyut. Pandangan mata gadis itu tertuju pada cermin besar yang ada di sana. Dia bisa melihat bagaimana keadaan tubuhnya sekarang. Bercak merah keunguan ada di mana-mana. Dia juga menemukan bekas gigitan di beberapa bagian. Seolah Semalam Hyunjin benar-benar menghabisinya. “Apa yang aku lihat ini tidak salah, bukan? Semalam apa hanya aku yang mabuk? Kalau memang Hyunjin sadar, mengapa dia memperlakukan aku sampai seperti ini? Itu artinya dia menikmati malam tadi, kan? Dasar lelaki! Ngakunya korban, tetapi dia malah lebih rakus.” Lira mengomel sendirian. Percuma saja dia mengumpati lelaki Bernama Kim Hyunjin itu. Dia tidak akan mendengar. Tiba-tiba saja rasa penyesalan menyergap. Lira menghidupkan air dari shower untuk menyamarkan tangisannya. Dia tidak pernah menyangka kalau kesucian yang dia jaga berakhir dengan orang asing. Lira tahu, ini sebuah kesalahan besar. Dia tidak seharusnya melakukan hubungan terlarang dengan Hyunjin. Sayangnya, penyesalan yang dia rasakan tidak bisa membuat semuanya kembali. Dia sudah terlanjur kehilangan mahkotanya yang berharga. Isakannya semakin kencang saat mengingat bagaimana Edo menikmati permainan ranjang dengan wanitanya. Lira merasa kalau kesetiaannya selama ini berakhir dengan sia-sia. Dia yang sudah dibuat percaya kalau Edo akan selalu ada untuknya ternyata harus disadarkan dengan pergumulan yang lelaki itu lakukan dengan wanita lain. “Semua ini gara-gara kamu, Edo! Kamu jahat! Kamu sudah menghancurkan perasaanku sampai menjadi debu. Sekarang aku kehilangan semuanya. Aku bahkan harus tidur dengan lelaki yang tidak kukenal. Aku harus bagaimana? Hiks …hiks.” --- Sekarang Lira sudah berada di dalam mobil staf. Sesuai dengan kesepakatan sepihak yang dibuat oleh Hyunjin, dia diizinkan untuk bertemu dengan orangtuanya untuk sekedar berpamitan. Gadis itu duduk berdampingan dengan manager Hyunjin di bangku paling belakang. Sementara sang aktor duduk di bangku tengah bersama Aera kekasihnya. Sepanjang perjalanan mereka selalu bergandengan tangan. Bahkan sesekali Hyunjin menciumi punggung tangan Aera, seolah di sana hanya ada mereka berdua. Lira merasakan ada denyutan rasa sakit yang sekarang menyiksa batinnya. Bagaimana tidak? Lelaki yang semalam mengambil mahkotanya bertingkah seolah-olah tidak pernah terjadi apapun. Dia tetap bisa bahagia bersama kekasihnya. Sementara Lira, dia terpuruk. Dia bahkan sekarang sedikit depresi. Memikirkan tentang masa depan, tentang siapa yang mau menerima dia yang sudah tidak suci lagi. "Nona Lira, apa Nona sekarang baik-baik saja? Kita bisa pergi ke rumah sakit dahulu kalau memang kondisi Nona tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan." Suara manager Hyunjin menyadarkan lamunan Lira. Gadis itu sedikit tersentak, lalu berusaha bersikap senormal mungkin. "Tidak apa-apa, pak Lee. Saya hanya sedikit kelelahan. Terima kasih karena Anda sudah mengkhawatirkan keadaan saya," jawab Lira sopan. Gadis itu memaksa bibirnya untuk tersenyum. Menutupi rasa nyeri yang menguasai dadanya. Padahal sekarang dia ingin protes pada Hyunjin, tetapi Lira sadar, dia bukan siapa-siapa di sini. "Baguslah. Kalau misalnya Nona Lira tidak enak badan, jangan sungkan untuk mengatakannya pada saya. Nona adalah asisten Tuan Hyunjin yang baru, itu artinya Nona menjadi tanggung jawab saya," ucap lelaki yang akrab dipanggil Lee tersebut. "Tentu. Terima kasih banyak, Pak Lee. Boleh saya bertanya sedikit soal Hyunjin?" tanya Lira dengan sangat hati-hati. Dia tidak ingin Lee beranggapan yang tidak-tidak terhadap dirinya. "Silakan saja. Selama pertanyaan Anda tidak melanggar kode etik, saya akan memberikan jawaban sebaik mungkin, Nona.” Pak Lee merespon dengan senyuman, “Apa hubungan Hyunjin dengan wanita itu sudah lama terjalin?” tanya Lira ragu. Dia tidak tahu pertanyaannya itu termasuk dalam pelanggaran atau bukan. “Mereka sudah menjalin hubungan cukup lama, dan sebentar lagi keduanya akan menikah. Memangnya ada apa, Nona?” “Ah, tidak apa-apa. Aku hanya penasaran. Ternyata memang banyak aktor yang menyembunyikan hubungannya dari publik.” Lira ingin menertawakan dirinya sendiri. Lelaki yang sudah merenggut kesuciannya akan menikah dengan orang lain. Skenario kehidupan yang terlalu kejam menurutnya. Ingin rasanya Lira menangis, tetapi dia tidak mungkin melakukannya sekarang. Gadis itu memilih mengalihkan pandangannya ke arah luar. Berharap dia bisa menghilangkan rasa sedih yang menguasai hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD