"Soleh!" Panggil Tari. Tapi Soleh masih saja menatap ke arah di mana Cantika menghilang.
"Soleh!" Panggil Tari lagi.
"Eeh ... ooh, iya Kak" jawab Soleh yang terlihat sangat salah tingkah.
"Itu Cantika kenapa Tari, katanya milih Soleh, tapi kok marah-marah sambil menangis begitu?" Tanya Raka bingung.
"Ya ampun, Aa tidak paham juga?"
"Tidak!"
"Haah! Anakmu itu cemburu, Soleh pergi sama Niken."
"Cemburu, Soleh memangnya kamu pacaran sama Cantika?"
"Tidak Kak"sahut Soleh cepat.
"Tidak pacaran, tapi kenapa Cantika harus cemburu?"
"Aa, putrimu itu cinta sama Soleh"
"Aku tahu, sejak kecilkan Cantika memang menyayangi, dan mencintai Soleh. Begitu juga sebaliknya, iyakan Soleh?"
Soleh tidak menjawab, ia hanya diam saja. Takut salah jawab.
"Bukan cinta seperti itu Aa!"
"Bukan seperti itu bagaimana?"
"Dulu cinta diantara mereka itu adalah cinta antara Paman, dan keponakan. Seiring bertambahnya usia Cantika berkembang juga cintanya, jadi cinta antara seorang gadis kepada seorang pria, paham tai cicakku sayang, mengerti!?"
"Oooh ... eeh apa? Jadi Cantika serius memilih Soleh jadi suaminya?"
"Serius Aa, kenapa? Aa tidak setuju?" Tanya Tari sambil mengerutkan kening dan menyipitkan matanya yang menatap Raka.
"Bukannya tidak setuju, tapi.... " Raka menggantung ucapannya.
"Tapi apa?" Tanya Tari.
"Kitakan belum tahu, apakah cinta Soleh berbunga juga atau tidak"
"Berbunga?"
"Kamu tadikan bilang cinta Cantika berkembang, nah kita juga harus tahukan, apakah cinta Soleh juga berbunga"
"Aa serius deh, jangan bercanda, ini masalah penting Aa" rungut Tari kesal.
"Aku juga serius, tapi wajah Soleh tegang sekali. Makanya aku jadi ingin bercanda, Soleh!"
"Ya Kak."
"Jawab dengan jujur pertanyaanku"
"Ya Kak"
"Apakah kamu mencintai Cantika?" Tanya Raka dengan suara yang terdengar tegas.
"Jawab dengan jujur Soleh, sesuai dengan isi hatimu yang paling dalam" ujar Tari.
"Iya Kak, aku mencintai Cantika"
"Hmmm sejak kapan perasaan cintamu berbunga?" Tanya Raka.
"Ehmm sejak ... ehmm, sejak Cantika beranjak dewasa"
"Seberapa berharga Cantika bagimu?"
"Tidak ternilai, dia sangat berharga"
"Kenapa selama ini kamu menyembunyikan perasaanmu dari kami, kalau kamu mencintai Cantika, kenapa kamu tidak ikut melamar juga?"
"Aku sudah berusaha memantaskan diri untuk Cantika, tapi aku tetap saja merasa tidak pantas untuknya kak"
"Apa yang membuatmu merasa tidak pantas untuknya Soleh?"
"Dia istimewa, putri dari orang yang luar biasa. Sedang aku ini hanya.... "
"Jangan merendahkan dirimu Soleh. Rendah hati itu wajib, tapi rasa rendah diri harus bisa dihilangkan. Kamu mengenal kami dengan baik, apa pernah kami bersikap membeda-bedakan orang?"
"Tidak Kak"
"Jadi kenapa kamu berpikir kamu tidak pantas untuk Cantika"
"Aku mencintainya, aku ingin Cantika mendapatkan yang terbaik. Aku.... "
"Kamu yang terbaik untuk jadi suami Cantika. Kamu yang terbaik untuk jadi menantuku. Kamu tahu, dalam setiap doaku, aku berharap memiliki menantu sepertimu, menantu yang satu visi dan misi denganku. Menantu yang mengerti kekurangan putriku, dan itu adalah kamu Soleh, sekarang telpon orang tuamu. Minta mereka untuk datang ke sini besok, untuk melamar Cantika" ujar Raka, Tari menarik napas lega, karena di saat penting begini, oon Raka sedang tidak mampir ke otaknya.
Soleh menatap Raka dan Tari bergantian.
"Tunggu apa lagi Soleh! Cepat telpon ibu dan Bapak sekarang juga" ujar Tari.
"I..iya kak Tari"
"Tapi kamu jangan bilang dulu kalau Cantika yang akan kamu lamar, katakan pada ibu, setelah tiba di sini baru akan kamu katakan, mengerti Soleh!"
"Iya kak Tari"
Cepat Soleh mengambil ponsel dari celana pendek yang ia kenakan di bawah sarungnya.
Tangannya terlihat gemetar saking gugupnya.
"Assalamuallaikum Ibu...."
Raka dan Tari menyimak apa yang diucapkan Soleh pada ibunya. Setelah Soleh mematikan ponselnya.
"Apa kata ibu?"
"Besok ibu dan Bapak akan berangkat dari sana"
"Nanti akan aku minta orang travel menjemput mereka di rumah" ujar Raka.
"Iya kak Raka"
"Jangan panggil kak lagi Soleh, Abba!" Ujar Raka dengan wajah berbinar bahagia.
"Ehm iya kak, eeh Abba"
"Hhhhh...aku bahagia sekali, karena Allah mendengarkan doaku, terimakasih ya Allah" Raka menadahkan tangannya, lalu mengusapkan ke wajahnya.
Suara langkah terdengar menuruni tangga. Cantika muncul dengan babby doll biru muda membungkus tubuhnya.
"Paman Soleh belum pulang?" Tanyanya.
"Belum" jawab Soleh, jelas sekali kalau Soleh terlihat salah tingkah.
"Kita ke depan yuk, Cantika ingin beli pisang molen mini" ujar Cantika, seakan ia lupa kalau tadi marah dengan Soleh.
"Ini sudah malam Cantika" kata Raka.
"Baru jam 10 Abba, boleh ya Abba, Cantika ingin makan pisang molen mini" rayunya pada Raka.
"Ya sudah, tapi jangan lama-lama"
"Ehmm makasih Abba, yuk Paman Soleh" Cantika meraih tangan Soleh agar Soleh berdiri.
"Eeh belum halal, jangan pegang-pegang dulu" ujar Raka.
"Ummm Abba, cuma pegang sedikit, eeh tapi kemaren Paman Soleh sudah pe...enghh..."
Deg!!
Kembali malam ini jantung Soleh seperti berhenti berdetak.
Matanya menyiratkan kecemasan.
Cantika menatapnya, Soleh melebarkan sedikit matanya, seakan berkata
'jangan ceritakan Cantika'
"Eng...eeh tidak jadi deh ceritanya, ayo Paman Soleh kita pergi"
"Kami pergi dulu kak Raka, Kak Tari, assalamuallaikum"
"Walaikum salam" sahut Raka dan Tari.
"Soleh belajar memanggil Abba dan Amma!" Seru Tari.
Soleh hanya menjawab dengan senyum dan anggukan kepalanya.
Soleh menarik napas lega, sudah takut kalau Cantika bercerita soal kejadian di rumahnya saat ia memeluk dan mengecup kepala Cantika.
"Tidak pakai jaket?" Tanya Soleh.
"Nggak usah, kan cuma sebentar"
"Ehmm"
Mereka berboncengan dengan naik motor Cantika. Cantika duduk tidak terlalu rapat ke tubuh Soleh. Ia tetap berusaha tidak menyentuh Soleh.
"Abba sama Amma bilang apa?"
"Cantika maunya Abba sama Amma bilang apa?"
"Paman Soleh kok balik tanya sih?"
"Amma sama Abba minta aku melamarmu secara resmi"
"Ummm, jadi kapan kita nikahnya Paman Soleh?"
"Cantika ingin kita cepat nikah ya?"
"Iya, kalau nggak cepat nanti Paman Soleh dilamar Tante Niken!"
"Cantika cemburu ya sama Tante Niken?"
"Cemburu?"
"Iya, kalau kita marah melihat orang yang kita cintai dengan orang lain, itu namanya cemburu sayang"
"Cinta!? Cantika masih bingung, desinifi cinta itu apa?"
"Definisi sayang"
"Ya itu"
"Cinta itu..."
Soleh juga jadi bingung untuk mendefinisikan cinta.
"Cinta tidak perlu di definisikan sayang, cukup dirasakan dan dibuktikan"
"Terus rasa seperti apa yang membuat kita tahu itu cinta?"
"Rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata"
"Iih Cantika bingung aah, nggak tahu deh Cantika cinta atau tidak sama Paman, tapi Cantika nggak mau pisah dari Paman, jadi terpaksa deh Cantika mau nikah sama Paman, meskipun Paman sudah tua, bujang tua hihihi...tapi belum lapuk kan Paman hihihi...kalau lapuk ntar patah dong hihihi"
"Apanya yang patah sayang?"
"Eeh apanya ya...nggak tahu, Cantika asal ngomong aja hehehe"
Soleh menarik napas dalam.
'Sabar Soleh, calon istrimu ini masih ABG labil, masih polos, masih suci, masih perawan...eeh kok jadi mikir ke perawan...ya Allah jaga pikiran dan hatiku dari hal-hal yang tidak seharusnya'
***BERSAMBUNG***