PART. 10

979 Words
    Cantika memarkir motor maticnya di garasi. Lalu masuk ke dalam rumah. "Assalamuallaikum" "Walaikum salam, dari mana sayang?" "Dari depan, Amma bikin apa?" "Gendang ramas" "Abba mana?" "Ke rumah Pak Lukman, Pak Lukman sakit" "Ehmm ...." "Bagaimana? Sudah sholat istikharahnya?" "Sudah Amma" "Jadi siapa yang akan kamu pilih sayang?" "Hhh ... gimana mau milih Amma, yang terbayang wajahnya Paman Soleh terus, hhh ... mengganggu pemilihan calon suami aja tuh Paman Soleh!"        Gerakan Tari yang tengah mengaduk tepung, dan irisan pisang jadi terhenti. Ditatap Cantika yang duduk di kursi dapur dengan bertopang dagu di atas meja. "Ehmm ... jadi yang terbayang wajah Paman Soleh terus ya?" "Iya Amma, ngeselin banget!" "Menurut Cantika, Paman Soleh ganteng nggak sih?" "Ganteng!" "Baik nggak?" "Baik." "Bisa jadi imam nggak?" "Kalau soal itu jangan ditanya Amma, Paman Soleh memang sering jadi imam sholat di musholla." "Menurut Cantika, wanita seperti apa yang pantas menjadi istri Paman Solehmu?" Tari bertanya sambil meneliti wajah putrinya. "Seperti apa? Nggak tahu Amma, tapi Cantika rasanya tidak rela deh kalau Paman Soleh nikah." "Kenapa?" "Nanti Cantika tidak disayang lagi sama Paman Soleh." "Cantika ingin tetap disayang Paman Soleh, ingin Paman Soleh tetap tinggal di sini?" "Iya Amma." "Itu artinya Cantika harus mencarikan Paman Soleh istri orang sini, dan wanita itu harus mengerti kalau sayang Paman Soleh akan terbagi antara dia, dan Cantika." "Jadi sayangnya Paman Soleh tidak bisa buat Cantika semua lagi Amma?" "Ya nggak bisa dong, kan Paman Soleh sudah punya istri" "Ummm ...." Cantika memanyunkan bibirnya. Tari memasukan adonan gendang ramas ke dalam penggorengan. "Tapi kalau Cantika ingin sayangnya Paman Soleh tidak terbagi, ada kok caranya" "Apa caranya Amma?" "Cantika saja yang jadi istri Paman Soleh" "Haaahhh! Cantika jadi istri Paman Soleh!" Mata Cantika membola besar, mulutnya ternganga lebar. "Hahahahaha ... iih, Amma ada-ada saja iih, masa Cantika punya suami setua Paman Soleh sih, Paman Soleh umurnya ... ummm ... 35 kan? Cantika baru 20, 15 tahun Amma selisih umur Cantika sama Paman Soleh!" "Kenapa? Oma sama Opa selisihnya 14 tahun kok, Opa waktu itu duda lagi, punya anak Amma pula. Paman Soleh masih bujangan" "Iih nggak mau aah Amma, nggak mau! Nggak mau, nggak mau!" Cantika berlari ke luar dari dapur, ia menaiki tangga menuju kamarnya. Tari tersenyum melihat tingkah putrinya. Ia yakin Cantika pasti akan memikirkan ucapannya tadi. -- Usai sholat Isya, Raka berjalan bersebelahan dengan Soleh. Sedang Cantika di belakang bersisian dengan Tari. "Kalau nanti Cantika sudah nikah, posisi jalan kita jadi berbeda pastinya ya ." "Berbeda apanya Yank?" "Beda dong Aa, kita berdua berjalan di depan, Cantika dan Soleh ... eeh maksudku suaminya berjalan berdua di bekakang kita" "Hmmm ... terus Soleh, jalan sendirian begitu?" Tanya Raka. "Tergantung Soleh, ingin menjadikan istri gadis yang mana, bagaimana Soleh, apa sudah ada pilihan?" Tanya Tari. "Belum kak Tari" "Bagaimana kalau aku yang pilihkan," tawar Tari. "Hahahaha! Tari, sejak kapan kamu jadi mak colbang?" "Comblang Aa" "Ya itu, sejak kapan? Atau mungkin kamu mulai buka biro jodoh ya?" Tanya Raka lagi. "Mak comblang untuk Soleh boleh dong Aa" "Soleh mau dijodohin sama siapa?" Tanya Raka penasaran. "Niken" "Iiiih nggak boleh!" Seru Cantika dengan spontan. "Kenapa nggak boleh? Niken cantik kok, iyakan Soleh?" "Iiih pokoknya nggak boleh! Tante Niken genit, Cantika nggak mau Paman Soleh nikah sama Tante Niken!" Cantika mempercepat langkahnya, ia lebih dulu tiba di rumah. Dihempaskan pantatnya di atas kursi di teras depan. Wajahnya ditekuk karena rasa kesalnya. "Kenapa dia marah Amma?" Tanya Raka. "Hmmm" Tari mengangkat bahunya. Soleh hanya diam tanpa berani berkata-kata. "Jangan cemberut sayang, masa namanya Cantika wajahnya jelek karena cemberut" bujuk Raka. "Paman Soleh, Paman Soleh jangan nikah sama Tante Niken ya!" Serunya pada Soleh. "Iya, tidak" sahut Soleh. "Terus Cantika maunya Paman Soleh nikah sama siapa?" Tanya Tari. Mereka sudah masuk ke dalam rumah. Lalu duduk di sofa ruang tengah. "Sama ... sama.... " "Sudah kalau Cantika bingung, turuti saran Amma yang tadi sore aja" ujar Tari dengan senyum penuh arti. "Saran apa Yank?" Tanya Raka ingin tahu. "Pria dilarang tahu, ini rahasia antara wanita" "Hhhh ... kita sesama pria punya rahasia juga tidak Soleh?" "Ehmm tidak ada kak Raka" jawab Soleh pelan. "Cantika, bikin minum dong sayang" pinta Raka. "Kita aja yuk Aa yang bikin minum" Tari menarik lengan Raka agar berdiri dari duduknya. "Kok kita, kamu saja Yank" "Berdua Aa" sahut Tari dengan suara merajuk manja. "Hhhh ayolah!" "Amma sama Abba ke dapur dulu ya" pamit Tari. "Iya" sahut Cantika dan Soleh bersamaan. Setelah Raka dan Tari pergi. "Jangan cemberut dong sayang" "Heee" Cantika menarik kedua sudut bibirnya sedikit. "Cantika sudah bicara sama Amma, tentang pembicaraan kita tadi sore?" "Yang terbayang-bayang wajah Paman Soleh?" "Iya" Soleh menganggukan kepalanya. Jantungnya berdegup tidak berirama, rasa cemas memenuhi perasaannya. "Ehmm Amma bilang apa?" "Amma banyak tanya, Cantika lupa apa saja yang dibicarakan sama Amma" "Ooh lupa ya, ehmm ya sudah" "Tapi Amma bilang, kalau Cantika tidak mau sayang Paman Soleh terbagi. Maka Cantika harus ... ehmm harus ehmm ...." "Harus apa sayang?" Tanya Soleh, ia tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya akan apa yang dikatakan Tari pada Cantika. "Kata Amma, Cantika nikah saja sama Paman Soleh!" Deg!!! Jantung Soleh serasa berhenti berdetak. Matanya seperti berhenti berkedip. Ia diam seperti tidak bernapas. Tubuhnya kaku seperti patung. Tatapannya fokus pada Cantika. "Paman Soleh, Paman Soleh kenapa? Paman kesambet ya?" Cantika memukul paha Soleh pelan. Mata Soleh mengerjap. "Oooh Paman tidak apa-apa ehhmm" "Huuuh Paman, bikin Cantika panik deh!" "Maaf, ehmm terus Cantika bilang apa ke Amma?" "Cantika bilang tidak mungkin lah kita nikah" "Kenapa tidak mungkin?" Pertanyaan itu tanpa sadar terlontar begitu saja dari bibir Soleh, dan Soleh sungguh menyesalinya. "Pamaan, usia Paman berapa?" "35" jawab Soleh lirih. "Usia Cantika berapa?" "20" jawab Soleh semakin lirih. "Selisih usia kita terlalu jauh Paman, ntar dikira orang Cantika jalan sama Abba Cantika, bukan suami hihihihi" Cantika terkikik sendiri. "Oooh begitu ya" gumam Soleh. Dan untuk pertama kalinya Soleh merasa jarak usia mereka adalah masalah besar bagi dirinya. 'Soleh..Soleh...jangan bermimpi, jangan jadi pungguk merindukan bulan. Jaga hatimu dari keinginan memilikinya Soleh...jaga keikhlasanmu!' ***BERSAMBUNG***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD