***Cantika***
Kupacu mobilku dengan kecepatan lebih dari biasanya, tidak perduli pandanganku yang memburam karena air mata. Aku kecewa pada Paman Soleh, kecewa! Sangat kecewa!
Seumur hidupku, ini baru pertama kalinya aku merasakan kekecewaan, ketakutan juga keresahan.
Aku kecewa karena Paman Soleh memutuskan untuk meninggalkan aku.
Aku takut karena hanya dia yang selama ini mengerti aku selain Abba dan Amma.
Aku resah karena dihimpit dua perasaan itu.
Perasaan yang baru kali ini aku rasakan.
Selama bertahun-tahun, Paman Soleh selalu ada untukku, lalu kenapa dia tiba-tiba berniat pergi? Bukankah ia mencintai kampung ini? Mencintai sawah dan kebun Abba? Mencintai kami semua? Lalu kenapa dia harus pergi. Paman Soleh ... aku marah sama Paman, kalau Paman pergi, aku tidak akan pernah ingin bertemu Paman lagi selamanya, aku akan membenci Paman.
Air mata membuatku sukar melihat jalan, akhirnya aku putuskan menepikan mobilku. Aku berhenti, berusaha meredakan tangisanku. Kutatap wajah di kaca spion, mataku bengkak, wajahku sembab, ini semua karena Paman Soleh!
Aku marah, tapi apa aku bisa membencinya? Dia menyayangiku, memperhatikanku, menjagaku dari aku kecil sampai sekarang, apa pantas dia aku benci? Apa sikapku tidak terlalu kekanak-kanakan?
Paman Soleh pria dewasa, bukan hanya dewasa tapi sudah sangat matang. Tentu dia ingin memiliki keluarganya sendiri, ingin memiliki istri, ingin memiliki anak. Dan setelah memiliki itu semua dia akan melupakan aku, dia akan meninggalkan aku dan akan melupakan aku.
Rasanya ribuan jarum tengah menghujam hatiku, kuusap pelan dadaku.
Memikirkan Paman Soleh pergi saja hatiku sedih luar biasa, apa lagi memikirkan jika dia melupakan aku ... saakiiittt!!
Ya Allah
Aku harus bagaimana?
Aku ingin Paman Soleh tetap bersamaku, tapi dia juga memiliki impiannya sendiri.
Terlalu egois rasanya jika aku membencinya karena ia ingin menjemput impiannya.
Namun, apa aku akan sanggup hidup tanpa dia, tidak ada satu haripun rasanya yang aku lewatkan tanpa dia bersamaku.
Jadi aku harus bagaimana, bantu aku ya Allah, aamiin.
Kuhapus air mataku, meski hatiku gelisah, tapi aku harus tetap ke kantor. Banyak pekerjaan menungguku hari ini.
--
**author**
Raka, Tari, dan Cantika makan malam setelah sholat isya di musholla.
"Ibu tadi telpon Aa"
"Soleh sudah di sana ya?"
"Iya"
"Apa kata ibu?"
"Terimakasih titipan ikan asinnya, terus tahu nggak ibu cerita apa?"
"Ya mana aku tahu Sayang, yang ngobrol sama ibu kan kamu"
"Iih, tanya apa gitukan bisa" rungut Tari dengan wajah cemberut. Cantika yang murung sejak pagi jadi tersenyum mendengar kekesalan Ammanya pada Abbanya.
"Iya, ibu cerita apa sayang?"
"Begitu Soleh tiba di sana, ada 3 ibu yang langsung ingin menjodohkan anaknya dengan Soleh!"
"Uhuuk, uhukk, uhukk!" Cantika tersedak makanannya saat mendengar ucapan Ammanya. Raka segera bangkit dari duduknya, menyodorkan gelas berisi air putih ke mulut Cantika. Dan mengusap punggung Cantika lembut.
"Pelan-pelan makannya sayang"
"Sudah pelan Abba" jawabnya dengan nada manja. Matanya berkaca-kaca karena tersedak.
"Kamu makan sambil melamun atau apa Sayang, lihat nasimu cuma di aduk-aduk tidak jelas"
"Kalau aku tidak memakan nasiku, aku tidak akan tersedak Amma" sahut Cantika.
"Iya benar, Amma bagaimana sih" Raka membela putrinya.
"Ya, ya, 1 lawan 2, aku kalah" ujar Tari.
Raka kembali duduk.
"Lanjutkan ceritamu tentang ibu tadi sayang"
"Kata Ibu, beliau berharap Soleh bisa secepatnya menikah, usianya sudah sangat matang, apa lagi yang ia tunggu"
Cantika bangkit dari duduknya.
"Amma, Abba, aku ke kamar duluan" pamitnya.
"Iya sayang, istirahatlah" sahut Raka. Cantika bergegas meninggalkan ruang makan, lalu menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas.
Perasaannya semakin gelisah, ia sendiri tidak tahu kenapa hatinya terasa seperti diremas-remas, saat Ammanya menceritakan tentang Paman Solehnya di sana.
Dihempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Diraih ponselnya, berharap ada pesan dari Soleh.
Tapi nihil, Paman Solehnya sudah melupakannya.
'Paman Soleh pasti lagi asik ngobrol dengan gadis-gadis yang akan dijodohkan dengannya, Paman Soleh sudah lupa dengan aku. Paman Soleh tidak menyayangi aku lagi.'
Cantika tertidur dalam tangisnya.
--
"Abba, Abba!" Tari berteriak saat menyadari Cantika tengah demam.
Tari bermaksud membangunkan Cantika untuk sholat subuh berjamaah di musholla seperti biasanya.
Tapi ia justru menemukan Cantika yang tengah gemetar di bawah selimutnya. Suhu tubuhnya terasa sangat panas.
"Ada apa?" Tanya Raka di ambang pintu kamar Cantika.
"Ya Allah, putriku kenapa?" Raka berlutut di sisi ranjang, disentuhnya dahi Cantika dengan punggung tangannya.
"Panas sekali Amma"
"Aku telpon dokter ya Abba"
"Iya, biar aku pasang kompres dulu dahinya"
Raka dan Tari turun ke bawah, Tari ke kamar mengambil ponselnya. Raka ke dapur mengambil kompres tempel yang selalu tersedia di dalam kotak obat di rumah mereka. Karena Cantika memang kerap mengalami demam mendadak.
Raka setengah berlari menaiki anak tangga, perasaannya dicekam kecemasan.
"Sayang, Cantika, apa yang sakit sayang, bilang sama Abba" bisik Raka pada Cantika setelah ia memasang kompres tempel di dahi putrinya.
Cantika menggelengkan kepalanya, tapi air mata mengalir di sudut matanya. Dengan lembut Raka menghapus air mata Cantika.
"Jangan menangis sayang, ada Abba dan Amma di sini"
"Paman Soleh mana Abba, aku ingin makan bakso sama Paman Soleh" suara Cantika terdengar lirih. Bibirnya yang terlihat pucat dan kering bergetar.
"Sayang, Paman Soleh lagi pergi ke Jawa, nanti pasti pulang, makan baksonya sama Abba saja ya"
"Ummm ... Abba tidak suka bakso, Amma juga, Paman Soleh suka semua yang aku suka, mau makan bakso Abba, sama Paman Soleh Abba.... " Cantika menangis persis seperti anak kecil yang berharap sesuatu yang sangat diinginkannya.
Tari masuk ke kamar Cantika.
"Ada apa Abba?"
"Dia menceracau Tari"
"Mungkin kaerena panasnya terlalu tinggi, jadi dia bicara hal yang tidak jelas Abba"
"Dia bilang ingin makan bakso sama Soleh"
"Hhh ... baru juga sehari ditinggal Soleh, bagaimana kalau Soleh tidak pulang ke sini, tapi menikah dan menetap di sana, pasti Cantika akan sangat kehilangan dia"
"Aku berharap Soleh dapat istri orang kampung ini saja, biar dia tidak pergi ke mana-mana, kasihan Cantika, sudah terlalu sayang dengan Soleh"
"Aamiin, semoga begitu Abba"
***BERSAMBUNG***