Chapter 13

1186 Words
Acara makan malam itu berlangsung dengan cukup hangat karena Amanda dan Lucia berbincang dengan menyenangkan. Berbeda dengan Lucas yang seolah hanya sekadar hadir saja disana. Ia hanya diam dan memperhatikan adik serta ibunya yang berbicara. Terkadang ia akan melirik Callista disaat ia sedang menarik napas untuk menjawab pertanyaan. "Terima kasih banyak karena kau telah datang kemari. Aku berharap kau bisa lebih sering kemari." Callista hanya bisa tersenyum atas ucapan wanita itu. "Lucas akan mengantarmu pulang," ucap Amanda kemudian. Mendengar hal itu, Callista pun membulatkan matanya. Ia lantas menatap Lucas. Lelaki itu diam saja. Sepertinya Lucas tidak keberatan untuk mengantar. Percis seperti informasi yang Audi beritahukan. 'Lucas sangat menyayangi Ibunya. Dia akan menuruti semua ucapan ibunya. "Terima kasih banyak sebelumnya, Nyonya. Akan tetapi saya tidak enak merepotkan. Saya akan mengendarai taksi saja." "Jangan begitu, Callista. Aku merasa khawatir bila kau pulang semalam ini dengan taksi. Akan lebih aman bila Lucas yang mengantar." Amanda kemudian menoleh kepada Lucas. "Ayo, Lucas. Antarkan dia pulang." Lucas menganggukkan kepala sebagai respon atas ucapan ibunya. Dia lantas menatap Callista. Tanpa ucapan apapun namun tatapan mata lelaki itu seolah menegaskan agar Callista segera mengikuti langkahnya. 'Kecuali pernikahan.' Ucapan Audi mengenai Lucas akhir-akhir ini sering terngiang-ngiang di kepala Callista. "Terima kasih banyak, Nyonya." Callista kemudian tersenyum tipis. ------ Lucas kali ini benar-benar mengantarnya pulang. Lelaki itu benar-benar menyetir untuk mengantar Callista. Tidak seperti beberapa waktu lalu dimana Lucas justru meminta supir dan lantas pergi begitu saja meninggalkannya. Padahal Dave sudah berpesan agar Lucas saja yang mengantar. Perjalanan yang mereka lalui ditemani oleh kebisingan. Tentu saja, Lucas fokus menyetir sementara Callista terdiam. Ia berusaha mencari topik agar bisa bicara dengan Lucas. Audi mengatakan bahwa lelaki itu memang terkenal dingin. Callista heran bagaimana bisa Audi mengetahui banyak hal. Padahal Callista yang menyukai lelaki itu. Sebenarnya salah Callista juga karena ia hanya mengikuti berita bisnis mengenai Lucas. Callista sama sekali tidak tahu mengenai keluarga itu kecuali ibunya. Callista juga tidak tahu seperti apa kepribadian Lucas. "Aku cukup terkejut Lucia itu adikmu. Dia kekasih Dave, kan?" Callista akhirnya memikirkan sebuah topik. Ia menoleh ke arah Lucas namun lelaki itu hanya diam saja. "Bukan urusanmu." Callista pun tersenyum. "Benar. Tapi pertemuan awal dengan Lucia cukup unik. Sekarang dia memintaku mengawasi Dave dengan baik. Aku sepertinya akan bekerja ganda yaitu menjadi pelayan dan menjadi CCTV." "Mereka tidak berpacaran." Callista merasa terkejut. Pertama, Lucas mau berbincang dengannya. Kedua, Lucas ternyata memberitahu informasi yang mengejutkan mengenai Dave dan Lucia. Informasi yang Lucas memberikan membuat Callista merasa terkejut karena Lucia sendiri yang mengatakan mereka menjalin hubungan. Selain itu Dave juga tidak menampik hal itu saat Callista mengatakannya. Ketiga, Callista terkejut karena Lucas mau mengatakan hal seperti itu kepadanya. Bahkan meski itu adalah kebenaran, Callista tidak paham mengapa Lucas mau repot-repot memberitahu. "Tidak berpacaran?" Lucas tidak merespon kali ini. Ia fokus menyetir. Callista kemudian melanjutkan ucapannya. "Tapi Lucia mengaku ia berpacaran dengan Dave. Gadis itu datang ke apartemen saat kau dan Dave pergi ke Texas. Dave juga tidak membantah saat aku menceritakan Lucia yang mengaku sebagai kekasih Dave." Callista terdiam karena menanti respon dari Lucas atas apa yang ia ucapkan. Akan tetapi setelah menanti beberapa menit, lelaki itu tak kunjung bersuara. Hingga ketika mobil mendekati perempatan jalan dan kemudian belok ke kanan, Callista memutuskan untuk kembali bicara. Baru saja ia menarik napas hendak bicara, Lucas berbicara terlebih dahulu. "Bukan urusanmu." Callista jadinya hanya menghembuskan napas. "Lalu kenapa kau memberitahu kalau mereka tidak berpacaran?" "Mereka hanya bermain-main." Callista menyipitkan pandangannya dan menatap Lucas penuh curiga. "Baiklah kalau begitu. Berarti Dave lajang?" "Kenapa? Kau ingin mendekatinya?" Callista cukup terperangah karena lelaki itu mau bicara sebanyak ini dengan dirinya. Ia jadi penasaran apa yang membuat Lucas mau bicara banyak dengannya. "Kau terdengar seperti ingin mencegahku bila aku melakukan itu." Mobil terhenti sejenak karena lampu merah. Padahal kondisi jalanan sepi.Tidak terlihat pengemudi lainnya. Lucas sepertinya adalah pengemudi yang sangat menaati peraturan bahkan disaat seperti ini. "Jadi kau benar-benar ingin mencegahku?" tanya Callista lagi. Lucas menyandarkan tubuhnya di kursi mobil seraya menanti hingga lampu berwarna hijau. "Jawaban diam itu ku anggap iya." "Pelayan tetaplah pelayan. Jangan melampaui batas." Callista terdiam seketika karena ucapan itu. Ucapan Lucas memang tidak salah. Ia seolah bermaksud mengingatkan Callista bahwa dirinya hanyalah pelayan dari Dave. Sebenarnya Callista juga sedikit pun tidak memiliki niatan untuk mendekati Dave. Hanya saja ia ingin berbincang lebih lama dengan Lucas meski topiknya harus menjadi seperti itu. "Tapi tidak ada yang bisa mencegah seseorang jatuh cinta. Semua kemungkinan bisa terjadi," ucap Callista percaya diri. Ia memang terluka dengan ucapan Lucas namun tidak ingin menunjukkannya dengan berubah menjadi pendiam hingga dirinya tiba di apartemen. "Berarti kau penggoda yang handal." Callista pun tersenyum. Ia memilih untuk tidak menyahut. Dirinya memeriksa ponsel sejenak. Lampu berubah menjadi hijau dan mobil kembali melanjutkan perjalanan. Callista menghela napas setelah selesai menatap ponselnya. Ia kemudian menyandarkan tubuh. "Boleh tolong antarkan aku ke penthouse Dave?" "Kau baru saja menggodanya?" Callista tidak menyangka lelaki itu bisa berpikiran demikian. Padahal Dave yang meminta agar Callista datang ke penthouse saja. Lelaki itu tahu Callista bersama Lucas saat ini karena diberitahu Lucia. Dave memiliki jadwal rapat mendadak besok pagi dan ia ingin agar Callista mempersiapkan semuanya. "Dave yang memintaku." Lucas hanya diam saja. Callista juga terdiam. Dirinya masih merasa takjub karena ia bisa berbincang bersama Lucas seolah mereka adalah teman yang akrab. Padahal saat awal-awal pertemuan Lucas benar-benar sangat dingin. Saat ini juga masih dingin namun frekuensi perbincangan mereka mengalami peningkatan. Lucas tidak kunjung memutar balik. Callista pun segera mengirimkan pesan kepada Dave. Setelah selesai, Callista menatap Lucas. "Kalau begitu turunkan aku disini saja." "Mommy menyuruhku mengantar sampai depan rumah." "Tapi aku perlu ke penthouse Dave. Majikanku itu membutuhkanku." Ponsel Lucas seketika berbunyi. Ia pun mengangkatnya panggilan yang masuk dan memasang earphone-nya. "Ya?" "Kau bersama Callista bukan? Tolong antarkan dia kemari." "Kau serius melakukannya?" "Ya. Tolong antar dia kemari. Kau tidak berniat mengajaknya ke kamar hotel, kan?" "Baiklah." Lucas segera memutar balik mobilnya setelah ia mematikan sambungan telepon begitu saja. Callista cukup terkejut dengan mobil yang tiba-tiba saja berputar balik. Ia memilih tidak berkomentar. Sebenarnya dirinya merasa sedikit kecewa karena Lucas tidak jadi mengantarnya sampai depan gedung apartemen. Kapan lagi ia bisa merasakan diantar oleh Lucas seperti ini. Akan tetapi kabar baiknya ia menjadi lebih lama di mobil bersama Lucas. Sayangnya lelaki itu diam saja dan tidak merespon setiap kali Callista mengajaknya berbincang. Hingga callista kehabisan topik dan sepanjang perjalanan berakhir dengan hening sampai mereka tiba di tempat tujuan. Lucas membuka kunci pintu mobil dan diam saja. Meski lelaki itu tidak mengatakan apapun, pandangan matanya yang lurus kedepan telah cukup menggambarkan bahwa ia menanti Callista segera turun dari mobil. "Terima kasih banyak telah mengantarku." Lucas tidak mengatakan apapun. "Terima kasih atas makan malamnya." Callista membuka sabuk pengamannya kemudian membuka pintu mobil. "Hati-hatilah di jalan. Ibumu menanti di rumah. Selamat malam." Callista lantas turun dari mobil. Lucas tidak perlu repot-repot menoleh. Ia langsung mengendarai mobil hingga meninggalkan pekarangan itu. Dirinya kembali memasang earphone dan menelpon seseorang. Tidak perlu waktu lama hingga teleponnya diangkat. "Halo, Ben. Kau yakin perempuan seperti itu yang Mommy inginkan menjadi istriku?" tanyanya dengan nada tidak menyangka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD