04 - Masa lalu yang kembali.

1344 Words
2 bulan sudah berlalu sejak Navisha dan Aqila secara tak sengaja bertemu di taman. Sejak saat itu, hubungan antara Navisha dan Aqila terus terjalin dengan sangat baik, bahkan bisa dikatakan kalau Aqila benar-benar lengket pada Navisha. Keduanya seperti sepasang Ibu dan anak, dan tak jarang pula orang asing akan berpikir seperti itu tat kala melihat betapa dekat keduanya. Hampir setiap akhir pekan, Navisha dan Aqila akan menghabiskan waktu bersama. Tak jarang, Aqila ikut bersama dengan Navisha dan juga Sein untuk jalan-jalan ke mall ataupun ke tempat-tempat wisata lainnya. Bahkan Aqila sering sekali bermain ke rumah orang tua Navisha, tentu saja bersama dengan Aneth. Pada awalnya, kedua orang tua Navisha terkejut saat Navisha membawa pulang seorang balita yang sangat lucu juga menggemaskan, apalagi balita perempuan tersebut memanggil Navisha dengan sebutan Mommy. Akhirnya Navisha menceritakan awal mula dirinya dan Aqila bertemu. Penjelasan dari Navisha membuat perasaan Bambang dan Vina luar biasa lega. Pikiran buruk yang sempat menghantui pikiran mereka pun menguap, hilang begitu saja. Bambang dan Vina sama sekali tidak keberatan saat Aqila sering bermain ke kediaman mereka. Keduanya malah senang, karena mereka tidak lagi merasa kesepian. Sejak saat itu pula, hubungan antara Vina dan Aneth terjalin dengan sangat baik, bahkan keduanya sering menghabiskan waktu bersama untuk sedekar pergi jalan-jalan ke mall, atau pergi ke salon dan menghadiri kegiatan-kegiatan lainnya. Hari ini adalah hari senin, dan bukan tanggal merah, jadi waktunya untuk bekerja. Navisha berkerja seperti biasanya, dan saat ini ia baru saja selesai mengikuti rapat yang di adakan oleh para dewan direksi. "Sha, apa semua persiapannya sudah selesai?" Navisha yang sedang membereskan dokumen-dokumen langsung mengalihkan pandangannya pada Abraham. "Sudah Pak, semua persiapannya sudah selesai sesuai dengan apa yang Bapak intruksikan." "Baguslah. Kalau begitu, Bapak duluan ya, Sha," pamit Abraham undur diri. "Iya, Pak, silakan." Abraham beranjak dari duduknya, berjalan keluar dari ruang rapat, kembali menuju ruangannya, meninggalkan Navisha yang masih berkutat dengan dokumen-dokumen penting. Setelah melihat Abraham sudah menghilang di balik pintu, tanpa sadar, Navisha menarik dalam nafasnya lalu menghembuskannya secara perlahan. Navisha benar-benar merasa gugup, karena ini adalah kali pertama dirinya ikut dalam perayaan ulang tahun perusahaan, mengingat dirinya baru saja bergabung 4 bulan yang lalu. Nanti malam adalah acara ulang tahun perusahaan yang di pimpin Abraham sekaligus acara pengenalan CEO baru. Hari ini adalah hari terakhir Abraham bekerja, karena mulai besok, pemimpin perusahaan akan di gantikan oleh anaknya yang bernama Afnan. Afnan, nama itu sudah tidak asing lagi di telinga Navisha. Nama yang sebenarnya sangat ingin Navisha hindari. Nama pria yang dengan susah payah coba Navisha enyahkan dari pikiran juga hatinya. "Ck! Kurang sial apalagi coba hidup lo, Sha?" tanya Navisha pada dirinya sendiri. Navisha menggeleng, lalu kembali membereskan dokumen. Selesai membereskannya, Navisha melangkah keluar dari ruang meeting, kembali menuju meja kerjanya yang berada di lantai teratas. Sepanjang lift bergerak naik, Navisha jadi kembali teringat pada kejadian awal di mana ia tahu kalau Afnan adalah anak dari Abraham. Flashback, beberapa hari sebelumnya. "Sha!" Panggillan bernada teguran tersebut membuat Navisha terkejut, lain halnya dengan Sela yang malah terkekeh. Navisha menatap tajam Sela, dan Sela mengangkat tangan kanannya dengan jari yang membentuk huruf V, sebagai pertanda maaf. Navisha mengurungkan niatnya untuk memarahi Sela dan memilih untuk kembali fokus pada dokumen-dokumen yang sejak tadi ia periksa. "Jadi, ada apa?" "Ini data calon bos kita yang baru, pengganti Pak Abraham," jawab Sela seraya menyerahkan sebuah dokumen berwarna hitam pada Navisha. Navisha mendongak, menatap Sela dengan salah satu alis terangkat. "Ganteng gak?" tanyanya dengan nada menggoda seraya menerima dokumen yang Sela berikan. "Lo liat aja sendiri, tapi kalau menurut gue sih ganteng, Sha." Sela memang yang menyusun data tersebut, jadi ia sudah tahu bagaimana wajah pria yang sebentar lagi akan menjadi bos barunya di kantor, menggantikan posisi Pak Abraham. "Ok, makasih ya, Sel." "Sama-sama, kalau gitu gue balik kerja lagi ya, bye." Sela pamit undur diri, begitu mendapat tanggapan dari Navisha, ia pun berlalu pergi, kembali ke ruangannya. Setelah kepergian Sela, Navisha lantas membuka dokumen yang berisi data tentang orang yang akan menggantikan posisi Abraham sebagai CEO. Betapa terkejutnya Navisha saat melihat siapa orang tersebut. "Afnan," gumam Navisha saat melihat siapa calon pemimpin pengganti Abraham. "Astaga! Kenapa gue harus ketemu lagi sama orang ini sih," rutuk Navisha dengan nada frustasi. Navisha menutup kasar dokumen pemberian Sela, melemparkannya ke meja dengan asal. Navisha menyandarkan punggungnya pada kursi, lalu memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut pusing. Afnan, tentu saja Navisha sangat mengenal Afnan. Afnan adalah sahabat dekat Lucas dan Anton. Ketiganya bersabat entah sejak kapan, karena saat Navisha pertama kali bertemu dengan Afnan adalah saat ia menghadiri acara ulang tahun perusahaan orang tua Anton yang saat itu juga di hadiri oleh Afnan. Saat itu, Anton, Lucas, dan Afnan sudah bersahabat. Sejak saat itulah, dirinya dan Afnan mulai dekat. Intensitas pertemuan mereka pun semakin meningkat dari hari ke hari, bahkan tak jarang mereka pergi berdua untuk sekedar jalan-jalan ataupun nongkrong di kafe. Tanpa Navisha sadari, ia jatuh cinta pada Afnan, tapi Navisha memilih untuk tidak mengatakan pada pria itu kalau ia memiliki perasaan lebih, tepatnya cinta, karena Navisha tahu jika Afnan hanya menganggapnya sebagai seorang teman, tidak lebih dari itu. Alasan terkuat Navisha tidak memberi tahu Afnan kalau ia mencintai pria itu karena saat itu Afnan sudah memiliki kekasih, bahkan keduanya sudah bertunangan dan siap untuk melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius, yaitu menikah. Begitu kabar pernikahan Afnan dan kekasih pujaan hatinya tersebar, saat itu, untuk pertama kalinya Navisha merasakan patah hati. Selama ini Navisha berpikir jika kedekatan antara mereka sangat spesial, tapi ternyata, Afnan menghabiskan waktu dengannya hanya karena Afnan benar-benar menganggapnya sebagai seorang teman, tak lebih. Saat tahu jika Afnan memutuskan untuk menikah dengan wanita pilihannya, saat itu pula Navisha memilih untuk membuang jauh-jauh perasaannya pada Afnan. Tak tanggung-tanggung, Navisha juga memilih untuk pergi sejauh mungkin dari Indonesia. Setelah hampir 4 tahun menetap di luar negeri, Navisha akhirnya memilih untuk kembali pulang ke Indonesia. Alasan Navisha memilih untuk pulang tentu saja karena Bambang dan Vina mendesaknya untuk pulang. Mau tak mau, Navisha pun mengikuti kemauan kedua orang tuanya. Setelah kembali dari luar negeri, Navisha memilih melamar pekerjaan di perusahaan orang lain, ketimbang menggantikan posisi Bambang di perusahaan keluarga mereka sendiri. Lalu di sinilah Navisha sekarang, di perusahaan milik Abraham yang ternyata adalah orang tua dari pria yang dulu pernah ia cintai, atau bahkan mungkin sampai saat ini masih ia cintai. 4 tahun sudah berlalu. Navisha pikir kalau perasaan cintanya pada Afnan akan hilang setelah ia pergi menjauh, tapi ternyata ia salah. Perasaan cintanya pada Afnan masih sama seperti dulu, bahkan mungkin bisa di katakan jauh lebih besar dari sebelumnya. Navisha sendiri bingung sekaligus tak tahu, kenapa perasaan cintanya pada Afnan tak hilang? Kenapa perasaan cintanya untuk Afnan malah semakin bertambah besar? Navisha juga benar-benar tidak menyangka kalau Abraham dan Aneth adalah orang tua Afnan, karena sebelumnya ia memang tidak pernah bertemu dengan keduanya. Navisha memang sering bertemu dengan Afnan, bahkan menghabiskan waktu dengan pria tersebut, tapi Navisha sama sekali tidak pernah bertemu dengan kedua orang tua Afnan, karena Navisha selalu menolak dengan halus tawaran Afnan ketika Afnan mengajaknya untuk main ke rumah orang tua pria itu "Ting!" Suara lift yang terbuka menyadarkan Navisha dari lamunannya tentang kejadian beberapa hari sebelumnya. Begitu lift terbuka lebar, Navisha bergegas keluar, saat itulah Navisha melihat Sela baru saja keluar dari ruangannya. "Sha makan siang bareng yu!" Dengan tak tahu malunya Sela berteriak, salah satu kebiasaan buruknya. Sela berlari menghampiri Navisha, dan kini ia sudah berjalan berdampingan dengan Navisha. "Mau enggak makan siang bareng?" Sela kembali bertanya karena Navisha belum juga menjawab pertanyaannya. "Mau, emang mau makan siang di mana?" "Lo maunya makan siang di mana?" Sela malah balik bertanya, karena jujur saja, ia sendiri bingung. Kening Navisha berkerut dalam, tanda kalau ia sedang berpikir dengan keras. Kira-kira tempat mana yang cocok untuk mereka makan siang kali ini? "Bagaimana kalau makan siang di rumah makan Pak Mansyur?" "Boleh, udah pasti enak tuh." Sela setuju dengan usul yang Navisha berikan. "Ok, tapi gue simpan dokumen-dokumen dulu ya," ujar Navisha dengan dagu menunjuk pada tumpukan dokumen di tangannya. "Ok." Keduanya berjalan berdampingan menuju meja Navisha, sebelum akhirnya pergi menuju tempat dimana mereka akan makan siang bersama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD