Dengan tidak sabaran, Vina terus mengetuk pintu kamar Navisha. "Sha, bangun Sayang, katanya mau olahraga pagi!" Teriaknya menggelegar.
"Iya Mah, Visha udah bangun!" Navisha balas berteriak.
"Jangan tidur lagi Sha!" Peringat Vina. "Ini sudah siang," lanjutnya dengan intonasi yang jauh lebih rendah dari sebelumnya.
"Iya, Visha enggak akan tidur lagi Mah!"
"Ya sudah, Mamah sama Papah mau pergi ke luar dulu ya," pamit Vina.
"Ok, hati-hati ya, Mah."
"Iya, Sayang, bye." Setelah itu, Vina beranjak pergi dari hadapan kamar putrinya, meninggalkaan Navisha yang kini masih berbaring di tempat tidur.
Sesuai perintah Vina, Navisha tidak tidur lagi. Navisha menyibak selimut yang selalu senantiasa menemaninya ketika ia tidur, lalu merubah posisinya menjadi duduk di pinggir tempat tidur. Navisha merentangkan kedua tangannya ke depan, meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku, terutama di bagian tangan serta bahu.
Kurang lebih 5 menit waktu yang Navisha gunakan untuk melakukan peregangan. Setelah itu, Navisha beranjak dari duduknya, melangkah dengan pelan menuju jendela kamar. Navisha menyibak gorden, dan membuka jendela supaya udara pagi yang sejuk bisa memasuki kamarnya.
Kedua mata Navisha terpejam diiringi kedua tangannya yang sama-sama terlentang, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. "Udaranya sejuk sekali," gumamnya senang.
Navisha menolehkan kepalanya ke samping kanan di mana jam dinding terpasang dengan kokoh di tembok kamarnya. "Waktunya olahraga!"
Navisha berlari menuju kamar mandi untuk mencuci wajah serta menyikat giginya. Tak butuh waktu lama bagi Navisha untuk melakukannya, hanya dalam hitungan menit dan selesai.
Saat ini Navisha sudah berganti pakaian, tentu saja mengenakan pakaian olahraga yang terbilang cukup tertutup.
Vina tidak akan segan-segan memarahi Navisha habis-habisan jika putrinya itu sampai berani memakai pakaian terbuka. Sejak kecil, Vina sudah membiasakan sang putri untuk selalu memakai pakaian tertutup dan kebiasaan itu masih terus berlanjut sampai saat ini.
"Bi, Visha mau ke taman komplek dulu ya." Navisha pamit pada Bi Nah yang sedang menyapu di halaman rumah.
"Hati-hati ya, Non!" Peringat Bi Nah.
"Iya, Bi." Tanpa menunggu balasan dari Bi Nah, Navisha langsung berjalan menuju pintu samping rumah, lalu berlari-lari kecil menuju taman yang hanya berjarak kurang dari 50 meter dari rumahnya.
Sepanjang jalan menuju taman, Navisha bertemu dengan banyak sekali orang yang juga akan pergi menuju taman untuk berolahraga. Ada yang tua, muda, anak-anak, bahkan sampai balita pun ada.
Navisha sempat bertegur sapa dengan mereka, karena mereka memang saling mengenal.
Setelah puas berkeliling taman selama hampir 30 menit lamanya, Navisha memutuskan untuk duduk di kursi taman sambil menikmati jus yang tadi ia beli dari supermarket yang berada tepat di depan taman.
Kening Navisha berkerut saat melihat balita berjenis kelamin perempuan berlari penuh semangat ke arahnya. Kerutan di kening Navisha semakin dalam tat kala ia merasa kalau ia mengenal balita tersebut. Kedua mata Navisha sukses membola ketika ia ingat siapa balita tersebut saat jarak mereka hanya tersisa beberapa langkah lagi.
"Itu kan Aqila," gumamnya dengan raut wajah shock.
"Aqila, Eyang Utinya mana?" tanya Navisha pada Aqila yang kini sudah berdiri di hadapannya dengan pipi yang penuh dengan selai strawberry.
Ugh, Aqila terlihat sangat menggemaskan. Rasanya Navisha ingin sekali mencubit pipi tembam balita tersebut..
"Endong," pinta Aqila pada Navisha dengan mata berbinar seraya merentangkan kedua tangannya, meminta agar Navisha mau menggendongnya.
Dengan senang hati, Navisha menggendong Aqila, mendudukkan Aqila dalam pangkuannya.
"Mommy Aqila mana?" Siapa tahu, Aqila pergi ke taman bersama kedua orang tuanya, tidak bersama dengan Kakek serta Neneknya. Sepertinya Aqila terlepas dari pengawasan orang yang bersamanya, karena itulah Aqila tersesat.
"Ni Mommy." Aqila malah menunjuk Navisha, tak lupa untuk memberi Navisha senyumanan manis andalannya.
Navisha sontak tertawa renyah ketika mendengar cara bicara Aqila yang terdengar lucu juga menggemaskan, terlebih Aqila memanggilnya dengan sebutan Mommy.
"Aqila kok lucu banget sih." Navisha menjawil hidung mancung Aqila membuat tawa renyah Aqila lolos dan keduanya pun sama-sama tertawa.
Netra Navisha berpendar, mencari-cari di mana orang tua Aqila, atau Kakek serta Neneknya berada. Saking banyaknya orang yang sedang berada di taman, Navisha sampai tidak bisa menemukan Kakek serta Nenek Aqila. Navisha tidak tahu bagaimana wajah dari kedua orang tua Aqila, karena itulah ia jadi bingung sendiri.
"Tadi, Aqila main di mana?" Navisha menatap Aqila yang kini sedang bermain-main dengan ujung rambutnya yang diikat.
"Tu." Aqila menunjuk pada sebuah tempat bermain yang dipenuhi oleh anak-anak dan juga orang dewasa yang sedang menjaga anak mereka.
"Aqila main sama siapa?"
"Yang Uti."
"Oh Eyang Uti," ucap Navisha dalam hati.
"Ya sudah, sekarang kita cari Uti ya." Navisha berdiri dan memeluk erat tubuh Aqila, takut kalau Aqila jatuh dari gendongannya.
"Turun ya." Navisha mencoba menurunkan Aqila, tapi Aqila malah semakin erat memeluk lehernya.
"Endong aja," pinta manja Aqila, menatap Navisha dengan malu-malu.
"Manja nih mintanya di gendong terus." Navisha gemas dan pada akhirnya ia pun mengecupi pipi chuby Aqila.
Aqila hanya tersenyum dan terus mengemut ibu jari tangan kanannya.
Navisha lalu berkeliling, mencari di mana Aneth berada.
"Capek banget." Navisha menyeka keringat yang membasahi keningnya.
Setelah kurang lebih 15 menit mereka berkeliling, tapi Navisha tidak kunjung menemukan di mana istri bosnya berada.
Navisha berjalan menuju kursi taman untuk mengistirahatkan tubuhnya, ternyata menggendong Aqila cukup membuat pegal pinggangnya. Hal itu bisa di anggap wajar karena sebelumnya Navisha jarang menggendong balita.
"Aqila ikut ke rumah tante Visha aja ya, mau gak?" Navisha mengusap lembut punggung Aqila yang kini tengah menyandarkan kepala di bahu kanannya.
Rasanya Navisha ingin sekali membawa Aqila pulang bersamanya. Siapa coba yang tidak mau mempunyai balita seperti Aqila? Lucu, imut, cantik, pokoknya bikin gemas deh.
"Ya ampun Aqila!" Teriakan membahana tersebut membuat Navisha dan Aqila sama-sama terkejut.
Keduanya lantas menoleh pada asal suara, dan seperti yang sudah Navisha tebak, teriakan tersebut berasal dari Aneth, istri dari atasannya.
Navisha segera beranjak bangkit dari duduknya, dan ia bingung dengan apa yang harus ia katakan terlebih dahulu.
"Ya ampun Aqila kamu buat Uti panik tahu," ujar Aneth penuh khawatir. Tadi Otak Aneth sudah berpikir yang tidak tidak mengenai hilangnya Aqila. Aneth pikir Aqila di culik atau tersesat atau apalah itu.
Aqila yang masih berada dalam gendongan Navisha hanya tersenyum sambil terus mengemut ibu jarinya. Aneth menggeleng, merasa gemas dan kesal di saat yang bersamaan.
"Bu." Navisha akhirnya bersuara setelah sekian lama terdiam sambil memikirkan tentang apa yang harus ia katakan terlebih dahulu pada Aneth. Setelah berpikir, Navisha akhirnya memutuskan untuk menyapa istri dari atasannya tersebut.
"Visha ya?" Aneth bertanya ragu. Ia lalu menatap wanita di hadapannya, mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala. Jika Aneth perhatikan dengan seksama, wanita di hadapannya ini memang mirip dengan Navisha, tapi ia tidak yakin kalau wanita di hadapannya ini memang Navisha.
"Iya, Bu, saya Visha sekertaris Bapak di kantor."
"Oh Ibu pikir siapa, soalnya penampilannya beda." Tentu saja Aneth sempat ragu kalau wanita yang kini menggendong cucunya adalah Navisha, itu karena penampilan Navisha yang sekarang terlihat jauh berbeda dengan penampilan Navisha saat di kantor. Mungkin karena Navisha tidak mengenakan setelan kantor, dan tidak mengenakan make-up.
Navisha hanya terkekeh sebagai tanggapan atas ucapan Aneth.
"Untung ketemunya sama Tante Visha bukan sama penculik." Aneth mencubit gemas pipi chuby Aqila dan lagi dan lagi Aqila hanya tersenyum.
"Sini, Eyang Uti gendong. Kasihan Tante Vishanya pasti capek." Aneth merentangkan kedua tangannya, berniat untuk mengambil alih Aqila dari gendongan Navisha.
Navisha melepaskan pelukan kedua tangan mungil Aqila dari lehernya, meskipun Aqila mencoba untuk tidak lepas dari gendongannya dan akhirnya, Aneth berhasil mengambil alih Aqila dari gendongannya.
"Endong Mommy." Aqila merengek, padahal belum ada 1 menit ia lepas dari gendongan Aqila dan berada dalam gendongan Aneth. Aqila merengek sambil menjulurkan kedua tangannya, meminta agar Navisha kembali menggendongnya.
"Eh, Tante Vishanya capek sayang." Aneth mencoba memberi Aqila pengertian. Aneth merasa tidak enak pada Navisha, terlebih sepertinya Navisha sudah mau pulang karena hari sudah semakin siang.
"Ndak au, aunya endong Mommy!" Aqila akhirnya berteriak histeris di susul isak tangis khas balita yang kini mulai lolos dari mulut mungilnya.
"Sayang jangan menangis ya." Bujuk Aneth lembut pada Aqila. Aneth berdoa dalan hati supaya Aqila mau mengerti dengan situasinya saat ini.
"Endong!" Teriak Aqila histeris dan mencoba lepas dari gendongan Aneth.
Navisha tak tega melihat Aqila yang menangis, karena itulah ia akhirnya kembali menjulurkan kedua tangannya dan mengambil alih Aqila dari gendongan Aneth. "Enggak apa-apa Bu, biar Visha gendong lagi Aqila daripada Aqilanya nangis."
Aneth mengangguk, membiarkan Navisha kembali menggendong cucunya, Aqila.
"Sudah dong jangan menangis, kan sudah digendong lagi sama Tante Visha." Tangan kanan Navisha terulur, mengelus-elus punggung Aqila naik turun dengan gerakan lembut dan perlahan tapi pasti, Aqila mulai berhenti menangis dan semakin erat memeluk leher Navisha.
"Bagaimana kalau Visha ikut tante dulu ke rumah? Rumah tante dekat kok," usul Aneth pada akhirnya. Aneth berharap kalau Navisha mau ikut dengannya karena sepertinya Aqila tidak mau lepas dari gendongan Navisha.
"Boleh, Bu." Navisha tidak punya pilihan lain selain mengikuti usul Aneth, terlebih sepertinya Aqila rewel karena mengantuk.
Setahu Navisha, balita akan rewel kalau mereka lapar atau mengantuk? Navisha berharap saat nanti sampai di rumah bosnya, Aqila sudah tertidur dengan pulas, jadi nanti ia bisa pulang dengan mudah.