Masa lalu itu memang sudah berlalu. Tapi masa lalu bukan angin lalu yang bisa pergi begitu saja. Masa lalu bisa meninggalkan goresan yang tak cukup di makan waktu.
***
Erlangga menyandarkan punggungnya di sofa. Badannya serasa ringsek hari ini. Bagaimana tidak. Kedua gadis nakal itu membuatnya sibuk seharian, menemaninya belanja, makan dan jalan-jalan. Udah uangnya habis, tenaganya juga habis. Rupanya kedua gadis itu sudah benar-benar menyiksa dirinya.
"Mau enggak? " Qiana menyodorkan es krim ke mulut pacarnya itu, setelah puas belanja. Cowok itu mengajaknya kerumahnya, sementara Wiwi sudah pulang sedari tadi.
Erlangga menggeleng, tatapannya sayu. Jelas saja, cowok itu hari ini kehabisan staminanya.
"Kenapa hem?" Qiana m******t es krimnya. Membuat Erlangga tersenyum misterius.
"Yang? "
"Hem?" Qiana menoleh,
"Itu... " Erlangga menunjuk sudut bibir gadisnya.
"Apaan?" Qiana belum mengerti.
"Sini! " Erlangga ingin meraih gadis itu. Qiana menggeleng. Ia tahu cowoknya itu sedang nakal. Ia harus menghindarinya. Ia tidak mau kejadian yang sudah-sudah kembali terjadi lagi.
"Enggak ah, aku pulang ya" gadis itu segera beranjak. Ke arah pintu. Namun Erlangga lebih dulu menarik tangannya, hingga membuat gadis itu kini berada dalam dekapannya.
"Lang ikhh, kamu tuh... "
Erlangga terdiam menatap dalam wajah gadisnya, yang semakin hari. Semakin cantik saja pikirnya.
"Ikhh, jangan natap kaya gitu Lang." gadis itu menunduk. Ia malu, jantungnya serasa mau copot. Berada sedekat ini dengan cowok itu membuatnya bersikap siaga. Ia tau betul apa yang sedang di pikirkan cowoknya itu. Tatapan itu adalah tatapan penuh hasrat yang kadang membuatnya merinding memikirkannya.
"Kamu harus aku hukum" bisik Erlangga, membuat darah gadis itu berdesir hangat. Ia pernah mengdengar Erlangga mengatakan ini, dan menit berikutnya cowok itu menciumnya tanpa ampun, hingga membuatnya sesak kehabisan oxygen.
"Ikhh, apaan coba. Emang aku salah apa Lang? " meski berani menjawab. Tapi ia tak berani menatap mata yang seakan melemahkan seluruh kekuatannya itu.
"Mau tau apa?"
Qiana mengangguk,
"Kamu terlalu cantik, kamu terlalu menarik, kamu terlalu ngegemesin. Jadi... "
"ikhh, enggak mau" gadis itu menyembunyikan wajahnya. Sementara es krim di tangannya ia tempelkan dengan penuh nafsu ke wajahnya Erlangga. Tentu saja, cowok itu jadi kesal sangat.
"Yang... Kamu tuh ya! Ini muka aku..." Erlangga tidak bisa meneruskan kalimatnya. Qiana lebih dulu menyumpal mulut itu oleh es krim yang tersisa setelah memebubuhkannya pada wajah tampannya itu.
"Qiana! " kesal luar biasa, gemas luar biasa. Gadis itu membuat wajahnya seperti memakai masker es krim, dan mulutnya serasa mati rasa, dingin gara-gara es krim. Sementara si pelaku sudah kabur ke lantai atas dengan menjulurkan lidahnya.
"AWAS KAMU!" Erlangga segera mengambil tisu, membersihkan wajahnya. Dan memuntahkan es krim yang penuh di mulutnya. Dan gadis itu, siap-siap saja. Erlangga akan benar-benar menghukumnya. Lihat saja!
***
Qiana cekikikan membuat Erlangga benar-benar kehabisan kesabarannya.
"Kamu tuh jahat banget" cowok itu tidak akan melepaskannya. Kedua lengannya sudah mendapatkan targetnya. Ia memeluk erat gadis itu tampa ampun. Tadi ia menemukannya gadis itu bersembunyi di balik kulkas, di dapurnya.
"Kamunya nakal, jadi aku kesel" gadis itu menyembunyikan wajahnya di d**a bidang Erlangga.
"Kenapa sembunyi? Siniin wajahnya. Aku harus hukum kamu! Jadi pacar jahat banget sih, "
"Kamunya serem. Aku udah bilang, jangan natap aku kaya tadi. Aku serem liatnya"
"Aku tuh, cuma mau lihat pacar aku. Emang enggak boleh. Kamu aja yang mikirnya aneh-aneh"
"Ikhh, aku enggak mikir aneh-aneh" Qiana keki, bibirnya monyong ke depan membuat Erlangga dengan sigap menutupnya dengan mulutnya.
Gadis itu terkesiap, ia mencoba mendorong cowok itu. Tapi tidak bisa. Tenaga Erlangga bukanlah bandingannya. Salah siapa ngegemesin, bukan salah Erlangga dong. Kalau saat ini cowok itu menyerangnya habis-habisan. Selain itu, ia juga membalas sikap nakal gadis itu yang tadi menjadikan wajahnya lengket oleh es krim dengan tanpa rasa iba.
Qiana memukul-pukul lengan cowok itu, agar segera menghentikan aktivitasnya. Karena napasnya yang sudah mulai habis. Perlahan Erlangga melepaskannya, menatap dalam gadis itu memberikannya waktu agar bernapas terlebih dahulu. Namun detik berikutnya cowok itu kembali menyerangnya. Seakan ia memang sedang dendam kesumat pada gadis di pelukannya itu.
Sialan! Qiana benar-benar terjebak hari ini.
***
Aero cafe & Resto adalah cafe yang terletak di Bandara internasional soekarno hatta. Di sana terlihat seorang cowok tampan berusia 19 tahun sedang menikmati hidangannya sendirian.
Hari ini baru jam 09.00 pagi. Penerbangan dari Malaysia ke Jakarta memang hanya perlu menghabiskan waktu 1 jam 40 menit saja. Sebenarnya kuliahnya di sana sedang sibuk. Tapi cowok tampan ini ingin pulang, dan ingin menemui seseorang yang ia juga tidak mengerti karena semakin hari semakin merindukannya saja.
Hidangannya belum selesai ia santap, tapi cowok itu menghentikan acara makannya. Dan malah memilih melihat photo seseorang di dalam ponselnya. Seulas senyum perlahan merekah di bibirnya. Betapa hatinya semakin berdebar indah, ketika photo itu ia tatap.
Apa kabar? Kita akan segera bertemu..._ lantas cowok itu segera menyimpan ponselnya. Dan beranjak dari cafe tersebut, setelah membayar bill nya.
Ditempat lain, Qiana sedang mengobrol asik dengan Wiwi di kamarnya. Sambil berguling-guling menikmati empuk kasur kesayangannya itu.
"Ah, gue puas banget. Pas lihat wajah si Erlangga yang keki kemarin. Lo tau baju gue aja, udah habis berapa ratus tuh cowok. Belum di tambah baju lo"
Ucap Wiwi masa bodo. Sedangkan Qiana mengerucutkan bibirnya kesal. Ketika mengingat kemarin. Erlangga berkali-kali menyerangnya, sampai ia kehabisan napasnya.
"Lo kenapa? Marah ya, sama gue. Udah porotin cowok lo"
"Enggak, bukan itu"
"Terus apa dong? "
"Enggak apa-apa, anak kecil enggak usah tau."
"Dih, so asik lo"
Qiana hanya mengedikkan kedua bahunya, lantas menggapai ponselnya. Melihat pesan dari nomer... Reynan.
K. Reynan
Kakak tunggu di cafe, tempat dulu kita sering hang out berdua...
Qiana menautkan alisnya. Bukannya cowok itu sekarang sedang di Malaysia. Tapi kenapa di pesannya ada di cafe itu.
"Lo lihatin apa sih, serius amat? " Wiwi mengintip."Wow! Wow! Ada CLBK nih!". Celoteh Wiwi, membuat Qiana menyembunyikan ponselnya.
"Apaan sih, lo. Ini cuma pesan biasa aja ko, "
"Biasa? Ok, sekarang biasa. Tapi mungkin, lama-lama bakal luar biasa Na. Awas lo! Jangan maen afi ba-ha-ya!"
Qiana menarik pasa jengah."Gue enggak tau, sekarang Kak Rey sering hubungi gue. Gue mikir fositive aja sih," gadis itu menyimpan ponselnya di atas nakas.
"Erlangga tau? "
Entah bagaimana Qiana harus menjawabnya. Karena Erlangga sama sekali tidak pernah menyinggung soal Reynan. Itu artinya, Erlangga tidak tahu apa-apa kalau Reynan saat ini selalu menghubunginya. Bukan ia tidak berniat memberi tahu Erlangga. Tapi ia hanya berpikir, itu hal biasa terjadi antara seorang calon Kakak ipar, apalagi dulu mereka pernah menjadi teman dekat. pikirnya.
"Enggak sih, gue pikir ini wajar-wajar aja sih"
"Wajar? Seorang mantan, ngajak ketemuan di kafe, apakah itu wajar? "
"Udah lah, Wi. Gue juga enggak akan pergi ke sana ko, lo tenang aja" Qiana kembali merebahkan tubuhnya dikasur empuknya.
"Gue kasih saran ya Na. Jangan pernah lo nodai hubungan lo yang sekarang, bisa gue bilang, sedang anget-angetnya, kalo ibarat bunga. Kalian itu lagi mekar. Sayang banget kan, kalo tiba-tiba ada angin yang kuat, buat bunga itu jatuh, akhirnya layu. Jangan sampe Na"
Qiana terdiam, lantas menatap sahabatnya itu. "lo bisa bijak juga Wi, thanks ya, lo udah ngingetin gue. Gue bakal berusaha jaga bunga gue ini, agar tetap mekar dan tahan sama guncangan angin apapun. Angin topan kek, angin p****g beliung kek, atau apalah. Gue bakal berusaha kuat, pokoknya"
"Nah, itu baru temen gue"
"Ah, gue jadi tambah sayang deh. Sama lo"
"Dih lebay" celoteh Wiwi, namun detik berikutnya mereka berpelukan hangat.
Tok...tok...
Ketukan dari luar, menghentikan keduanya.
"Iya Mah? " sahut Qiana.
"Ada tamu sayang. Ganteng banget deh, di tunggu ya di bawah"
"Iya mah"
Qiana menautkan alisnya,
"Siapa ya Wi? "
"Erlangga kali,"
"Tapi dia bilang lagi di sirkuit. Enggak mungkin banget, jam segini sudah pulang"
"Lalu siapa dong? " Wiwi malah balik tanya." Ah, sudah sana pergi. Temuin gih, "
"Lo enggak ikut?"
"Males ah, entar gue jadi obat nyamuk"
"Ya udah, nonton gih" Qiana segera keluar menuju ruang tamu.
Hari ini hari minggu, Qiana berencana malas-malasan di rumahnya bersama Wiwi. Makanya, ia malah tiduran saja di kamarnya. Erlangga juga tidak mengajaknya jalan-jalan. Sepertinya cowok itu memang sedang sibuk di sirkuit. Tapi kemudian ada tamu cowok datang ke rumahnya. Gadis itu penasaran, siapa kira-kira cowok itu.
Perlahan tapi pasti ia melihat seseorang membelakanginya, cowok itu sedang asik menatap photo dirinya yang sedang tersenyum.
"Ehemm... Siapa ya? " sapa Qiana. Menyapa seorang cowok tinggi tegap. Dengan penampilan yang sangat maskulin, sangat terlihat kalau cowok tersebut terawat.
Perlahan tapi pasti si cowok memutar tubuhnya, membuat Qiana membeku di tempatnya.
"Apa kabar?" cowok itu langsung memeluknya erat dan hangat. Qiana belum sempat menolaknya, kenapa cowok itu datang padanya. Kenapa tidak pada keluarganya terlebih dahulu. Qiana mematung, kenapa cowok itu datang seperti ingin menagih masa lalu?
Ah, Qiana sangat berharap. Bahwa kehadiran cowok ini. Bukanlah sebuah angin yang akan memporak porandakan hubungannya bersama Erlangga. Seperti yang di katakan Wiwi sahabatnya.
Semoga saja...