Salahkah

1820 Words
Bagaimana bisa aku mempercayaimu, kalau kebebasan yang aku berikan. Kamu salah artikan *** "Gue enggak mau tahu ya, kalo cowok lo dateng ngintilin lo lagi. Pokoknya gue marah, kalo sampai si kunyuk itu ganggu kita lagi" celoteh Wiwi, saat ini mereka berdua sedang berada di mall, di sebuah toko baju yang belum sempat Wiwi beli minggu kemarin gara-gara, Erlangga menjemput Qiana secara paksa. "Iya, gue pastiin kali ini dia enggak jemput. Dia bilang mau pergi ke sirkuit. Jadi kita bisa seneng-seneng" Qiana antusias, gadis itu sangat senang ketika Erlangga bilang 'boleh sayang, asal jangan lirik cowok lain' jawaban yang menyebalkan memang, enggak boleh lirik cowok lain. Toko baju ini aja yang punya nya cowok, masa iya Qiana harus nutup mata. "Jadi lo, pilih baju yang mana nih" kedua gadis itu kini sedang melihat-lihat dress warna peach yang di kenakan sebuah manekin di depannya. "Eh, kita beli baju samaan yu. Biar gimana gitu? " "Boleh, tapi baju atau dress nih?" tanya Qiana. "Gue pengennya dress, warna nya yang lucu biar di sangka kembaran gitu. " " Dih, kaya anak TK dong" "Ye... Enggak dong. Kaya Miss Indonesia hehe... " Qiana menggeleng saja, melihat tingkah sahabatnya yang sedang asik memilih dress di depannya. "Bisa aja lo," Qiana hampir menoyor kepala sahabatnya. Ketika sebuah getaran di ponselnya membuat jitakan itu ia batalkan. REYNAN Apa kabar cantik? Qiana mengerukan keningnya, setelah hampir satu tahun cowok mantannya itu tidak pernah mengiriminya pesan. Gadis itu terdiam, apakah ia harus membalas pesan tersebut. "Kenapa Na? " Wiwi menghampiri Qiana dengan dua dress yang sama di tangan kanan dan kirinya. "Gue dapet nih, Na. Gimana warnanya?" Wiwi menunjukan dua dress tersebut. "Ok, tapi ke pendekan Wi. Itu paha gue bisa habis kalo gitu" "Sekali-sekali sexy enggak apa-apa kali Na" celoteh Wiwi. "Ihh, enggak ah. Malu gue" "Malu apaan? Lo mulus kaya gitu, boleh ya sekali ini aja. Ini keren lo, gue suka modelnya. " "Ihhh, gimana ya. Nanti Erlangga marah" "Loh tuh, dikit-dikit Erlangga! Dikit-dikit Erlangga! Enggak mandiri banget deh, enggak asik lo" Sejenak Qiana berpikir. "Ok, tapi kita pake di rumah aja. Kalo kita lagi acara berdua aja. Kalo keluar gue bisa abis di omelin Erlangga" "Sipp, jadi ya? Yang ini? " Wiwi segera membawa dua dress tersebut ke arah kasir. Sedangkan Qiana kembali melihat layar ponselnya. Reynan Kakak kangen kamu, kamu masih cantik aja kan? Masih sehat aja kan? Enggak nakal kan? Alis gadis itu semakin menaut, Reynan tidak pernah mengirim pesan semanis ini sebelumnya. Setelah ia jadian sama Erlangga. Kecuali dulu ketika ia masih berstatus pacarnya Reynan. "Lo melototin apa sih? " Wiwi sudah kembali dengan dua paper bag berukuran sedang di tangannya. "Ini buat lo, ini buat gue. Geratis dari gue, buat kenang-kenangan. Awas aja lo kalo rusak" ancamnya, membuat Qiana terkekeh geli. "Dasar lo, " "Ayo sekarang. Kita cari makan dulu, soalnya si Tuan, sama si Nona cacing. sudah minta di isi." Wiwi segera menarik tangannya Qiana menuju lantai paling atas, untuk mencari makan. "Jadi lo mau makan apa, MC DONALD, SUBWAY atau KFC?" mereka saat ini berada di depan food court yang berjejer. "Pulang aja yu, makan di rumah gue. Mamah kayanya udah masak deh. Gue kalo makan tanpa sayur, rasanya gimana deh" "Ikhh, si oneng. Gue udah laper banget deh, sumpah! " Wiwi mengusap perutnya yang datar. "Ya udah. Lo beli apaan dulu buat ganjal perut lo, nanti makannya di rumah gue. Gimana?" "Ok lah, ok. " meski sebal, akhirnya Wiwi menuruti kemauan sahabatnya itu. Dan Qiana senang, ia segera menarik sahabatnya itu menuju eskalator. "Kenapa enggak pake lift aja sih Na?" "Eh, lift itu buat orang-orang yang enggak bisa jalan di eskalator. Contohnya orang yang pakai kursi roda, nenek, atau jompo. Nah, lo kan masih kuat. Masih cantik lagi, masa mau saingan sama Nenek, Kakek? " "Iya deh, serah lo." jawab Wiwi, mengiyahkan saja. _Lana_ "Tante? " sapa Wiwi. Mereka saat ini sudah berada di rumahnya Qiana. "Eh, Nak Wiwi. Kemana aja? Ko, sekarang jarang maen ke sini" mereka berpelukan hangat.  "Iya jarang Tante. Soalnya Qiana enggak pernah ngajak. Yang di ajak Erlangga doang sekarang. "  "Wah! Dusta tuh, mah" Mamah Qiana senyum saja.  "Ayo pada makan. Tante udah masak, udang saus tiram, sama tumis kangkung. Dan tempe goreng, ayo" ajak Mamahnya Qiana. Tadi Qiana ketika mau pulang, sms mamahnya itu dan minta di masakin.  "Wah! Enak banget, Tante. Makasih banget, " "Ayo... Makan ya, Tante mau ke luar dulu. Udah di tungguin sama Om Adam."  "Cieehh, Tante mau nge-date nih, yeh" celoteh Wiwi. Dan Mamah Qiana senyum saja.  "Iya nih. Aku enggak pernah di ajak, mamah sama papah lupain aku, hmmm... " celoteh Qiana dengan wajah sok terlukanya.  "Dasar kamu. Ya udah, Mamah berangkat dulu ya." Mamah beranjak setelah mencium pipi cabi putrinya itu.  "Mamah lo, masih cantik aja ya Na? " tanya Wiwi mulai mencicipi makanan di meja.  "Iya dong. Kaya gue kan, hehe..." gadis itu menaik turunkan sebelah alisnya. Membuat Wiwi hampir membanting sahabatnya itu oleh sendok di tangannya.  Setelah makan, Wiwi mengajak Qiana jalan-jalan ke taman dengan memakai dress yang mereka beli tadi. Alasannya Wiwi mau berpoto bareng di taman itu dengan baju yang sama.  "Enggak ke pendekan nih, Wi. Ya ampun paha gue" Qiana menunduk melihat setengah pahanya yang ter-ekspos.  "Enggak lah, kan kita samaan. Ayo... " Wiwi menggandeng sahabatnya, lantas mereka segera mencari pemandangan yang indah, untuk poto yang akan mereka ambil.  "Na, gue sendiri dulu ya. Nih, di sini" Wiwi berdiri di depan sebuah bunga tulif yang berwarna-warni. Dan Qiana yang mengambil potonya.  "Na belakangan dong. Masa deket amat"  "Ok, bos. Siap" lalu Qiana pun mundur. Namun ketika ia hendak mundur, cewek itu menabrak seseorang. Dengan refleks, gadis itu memutar dirinya.  "Eh, ma... Azka? " ternyata orang yang di tabraknya adalah Azka. Ketua OSIS baru di Mutiara.  "Teh Qiana? Lagi ngapain di sini?" Azka menatap Qiana lekat. Dari ujung kepala sampai ujung kaki. Gadis itu terlihat sangat berbeda hari ini, cantik, dan... Sexy!  "Oh, a-aku... " gadis itu gugup. Saat menyadari tatapan Azka padanya, bukan apa-apa. Ia merasa tidak nyaman, dengan tatapan lekat itu.  "Eh, ngapain lo? Sana!" Wiwi segera menghampiri Qiana dan Azka.  "Kenapa saya harus pergi. Ini kan tempat umum! " bantah Azka.  "Teh Qiana enggak larang saya juga kan? Ini kan tempat umum. Jadi, saya boleh di sini, iyakan Teh?" Qiana bingung. Apa yang di katakan Azka memang benar. Tidak mungkin ia melarang cowok itu untuk datang ke sana.  "Ya udah, kita yang pergi. Ayo Na" Wiwi segera menarik sahabatnya itu. Namun Azka meraih tangan kanan Qiana.  "Teh Qiana, tunggu dulu. Saya mau bahas sesuatu sama Teteh. Ini tentang kegiatan OSIS! " "Eh, lo bahas kegiatan OSIS di Sekolah. Bukan di sini ya, lagian sekarang hari minggu. Ngapain juga bahas urusan Sekolah" kesal Wiwi.  "Bukan urusan Teh Wiwi ya. Saya enggak ada urusan sama Teh Wiwi"  Wiwi mendengus kasar,  "Ya udah. Kamu mau tanyain apa emang? " Qiana menengahi ke-duanya. Dan melepaskan pegangan Azka.  Sejenak Azka terdiam, kembali menatap penuh ketertarikan pada gadis itu.  "Heh, lo ngomong. Malah natapin cewek orang. Qiana itu cewek orang, lo udah tau kan?" sembur Wiwi lagi.  "Iya tahu, " jawab Azka, tapi tatapannya masih ke arah Qiana.  "Kita mau pergi Ka, kalo enggak ada yang mau lo tanyain" Qiana hampir memutar dirinya. Ketika ada seseorang yang mendorong tubuh mungilnya. Hingga membuat Qiana jatuh ke pelukan Azka.  "Ah, " gadis itu kaget. Apalagi kini Azka begitu dekat dengannya.  "Eh, lo. Hati-hati dong kalo jalan!" sembur Wiwi.  "Eh sorry Teh Wiwi enggak sengaja! " ternyata yang menabrak Qiana adalah salah satu anak Mutiara juga. Dia... Si bongsor yang meminta nomer WA Qiana dengan paksa.  Qiana segera menyeimbangkan dirinya, namun lengan kokoh Azka malah menarik pinggang ramping itu padanya.  "Eh," gadis itu segera mendorong d**a adik kelasnya itu.  "Maaf Teh Qiana. Ada yang sakit? " alibinya, seakan ia sedang menyelamatkan gadis itu saja. Padahal di dalam hatinya ia sedang berpesta kembang api. Ternyata ia bisa juga merasakan, memeluk hangat primadona Mutiara Bangsa itu.  Qiana menggeleng" Azka... Tangan kamu... "  "Owh, maaf Teh. Azka takut Teteh jatuh" ucapnya ramah. Lantas perlahan melepaskan pinggang ramping itu. Namun belum sempat Azka melakukannya, sebuah lengan lain. Menarik Qiana, kemudian sebuah pukulan keras langsung menghantam rahang cowok itu.  "Lo cari mati hah! " Qiana membelalak kaget, ketika melihat siapa yang meraihnya saat ini.  "Lang..." lirihnya, sekilas Erlangga menatapnya. Karena detik berikutnya cowok itu kembali memukul Azka, sampai cowok itu sempoyongan.  "Lang please! Lang sudah! Lang... Sudah!" Qiana menarik tangan lengan Erlangga dan memeluknya kuat.  "Aku mohon please. Hentiin" baiklah, demi gadisnya Erlangga menghentikan pukulannya itu. Dan kini dengan penuh amarah cowok itu menatap lekat gadisnya dari ujung kepala sampai ke-ujung kaki, lalu menatap Wiwi yang juga berpakaian yang sama.  Tanpa berkata apapun, Erlangga membuka jaketnya. Dan di ikatkan di pingganng Qiana. Hingga menutupi setengah pahanya yang ter-ekspos bebas tadi. Lantas ia segera menarik gadis itu, pergi setelah berkata pedas pada Wiwi.  "Lo jangan pernah berharap bisa pergi lagi sama cewek gue! "  "Wi..." lirih Qiana, tapi Erlangga segera menggandengnya. Dan mendorong pelan gadis itu ke dalam mobilnya.  "Kenapa? " tanya Erlangga setelah mereka sama-sama terdiam. Qiana menunduk.  "Kenapa kamu pake baju kaya gitu!" teriak Erlangga. Ia sudah tak bisa menahan kemarahannya, ketika melihat Azka menatap lancang gadisnya tadi.  "Ini... Aku... " gadis itu menarik ujung dress yang memang pendek itu. Agar menutupi pahanya.  "Sudah tau pendek. Kenapa di pake!" tegas Erlangga lagi. Membuat Qiana menggigit bibirnya.  "Aku cuma... Kami mau... " "Mau pamer! Punya paha mulus gitu!"  "Enggak kaya gitu Lang, kamu salah paham. Tadi... " "Kamu ngerti enggak sih. Apa akibat dari penampilan kamu ini, bagi para cowok?" ucap Erlangga dingin.  "Kamu seperti menawarkan diri kamu pada mereka! Kamu membuat mereka merasa berani untuk melakukan hal lebih, yang enggak kamu kira! Dan kamu jadi mangsa! " Erlangga menatap lekat gadis itu. Dengan amarah yang meluap-luap.  "Aku enggak bermaksud kaya gitu Lang. Kamu salah paham" gadis itu menundukkan wajahnya semakin dalam, tak berani menatap Erlangga yang seperti akan menelannya hidup-hidup.  "Iya! Kamu memang enggak bermaksud kaya gitu, tapi mereka. Apa mereka ngerti? Enggak Na! Mereka enggak ngerti. Dan mereka enggak mau ngerti! " teriak Erlangga membuat gadis itu semakin menunduk dalam, dengan kedua matanya yang mulai sembab.  "A-aku minta maaf. Aku..."  "Buat apa minta maaf. Toh kamu salah pada diri kamu sendiri, bukan salah sama aku! " Erlangga segera menyalakan mobilnya. Ia marah, sangat marah. Ia benci ketika ada cowok lain yang menatap gadisnya dengan tatapan lancang seperti tadi. Ia marah, ketika melihat Azka memeluk hangat gadisnya. Meski itu untuk menyelamatkannya. Ia kesal, kenapa tidak ia sendiri yang menyelmatkan gadis nya itu.  Erlangga mencengkram kuat stir di depannya. Ketika ia mendengar isakan tangis gadis di sampingnya. Karena kemarahannya itu. Ia menyesal karena telah membentaknya. Tapi ia juga kesal, karena gadis itu tak bisa menjaga dirinya sendiri ketika ia tidak dalam jangkauannya. Lantas ia segera meminggirkan mobilnya. Membuka sealtbelt yang di kenakannya, dan segera meraih gadis itu ke dalam pelukannya.  "Maaf... " hanya itu yang mampu Erlangga ucapkan. Di sela-sela kemarahannya yang membuncah. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD