"Cinta itu bukan tentang apa yang kita miliki, tapi tentang apa yang kita rasakan"
__Qiana__
***
"Yang ini kayanya mesti di tambahin deh Ka, soalnya belum ada di list"
Qiana mengusulkan penambahan kegiatan OSIS. di daftar baru kegiatan OSIS tersebut. Saat ini Qiana dan Azka sedang berada di ruangan OSIS, untuk merekap ulang kerja OSIS untuk tahun ini.
"Oh, iya teh" Azka mengangguk. Lantas segera menambahkan kegiatan tersebut ke daftar yang sudah tersedia.
"Memangnya anggota yang lain, enggak bisa bantu kamu. Ka? " tanya Qiana.
"Mereka pada sibuk Teh. Wakil Ketua OSIS yang dulu juga lagi enggak bisa. Katanya sibuk les, Teh." jawab Azka terus mengetik di laptop, di depannya.
"Owhh, "
"Teh Qiana enggak sibuk les?" tanya Azka.
"Les sih, tapi entar sorean. Gimana udah lengkap belum? Ada yang mau di tanyain lagi? " Qiana berdiri dari duduknya. Ia akan segera keluar dari ruangan itu, jika Azka mengatakan sudah lengkap.
"Udah sih Teh. Tapi boleh enggak, kalo Azka minta no WA atau id Linenya? Takut ada yang mau di tanyain nanti"
Sejenak Qiana berpikir, lalu detik berikutnya. Qiana mengeluarkan ponselnya, dari saku roknya.
"Azka nanti hubungi teteh, kalo ada yang enggak ngerti, boleh? " Qiana mengangguk, setelah memberikan WA nya. Lantas ia segera pergi meninggalkan ruangan tersebut. Bersama tatapan Azka dan senyuman misterius di bibirnya.
Aku akan dapatkan kamu cantik!
Sementara di lapangan, riuh para gadis yang menonton ke lima cogan kelas 12 yang sedang ber-aksi dengan permainan basket kerennya. Meski bukan permainan yang sebenarnya. Tetap saja permainan itu membuat para gadis teriak histeris penuh kagum.
"Gue ko, ngerasa Kak Erlangga itu tambah ganteng aja deh, tambah keren, dan tambah maskulin aja gitu. Uhh, gue bener-bener gemes lihatnya"
Celoteh seorang gadis di sisi lapangan.
"Iya sih, tapi sayang. Kak Erlangga terlalu memuja Teh Qiana, dia udah di bikin buta sama tuh cewek" sahut cewek lainnya.
"Huh, paling nanti kalo udah bosen, Teh Qiana bakal di tinggalin. Gue yakin banget Kak Erlangga bosen sama tuh cewek lama-lama! " celotehnya lagi, tanpa mereka sadari yang di bicarakan sedang berdiri di belakangnya.
Wiwi gemas, ia ingin sekali menjambak kedua cewek itu dan memberikannya pelajaran. Tapi Qiana menahan tangan sahabatnya itu.
"Biarin aja Wi, enggak penting" Qiana mengusap lembut tangan sahabatnya itu.
"Mereka tuh, keterlaluan. Tau enggak!"
"Udah biarin aja, kekantin yuk. Gue laper" Qiana segera menarik sahabatnya itu. Ia tidak mau ada keributan di sana nantinya.
Sebagai perempuan, tentu Qiana sangat memahami apa yang di rasakan kedua gadis tadi. Mereka mengagumi Erlangga. Tentu saja, karena ia adalah seorang the most wanted guy.
Dan sebagai gadis yang menjadi pacar seorang the most wanted guy, ia harus pintar memilih mana kalimat yang pantas untuk ia konsumsi, dan mana kalimat yang pantas untuk ia abaikan dan di buang begitu saja.
"Lo ko, enggak marah sih Na? Kalo gue jadi lo, gue bakal labrak habis-habisan tuh cewek. Najis banget gue dengernya"
"Udah lah, Wi. Mereka enggak penting. Kita di sini beberapa bulan lagi lo. Masa kita mau buat kenangan buruk di sini" Qiana mulai menyesap es lemon tea yang sudah di pesannya.
"Iya sih, tapi sekali-sekali. Lo harus lawan mereka Na. Jangan diem aja, mereka tambah ngelunjak nantinya"
Qiana senyum tipis."gue enggak mau cepet tua Wi, jadi hadapi dengan santai aja".
"Dih, gaya lo" Wiwi menoyor pelan kepala sahabatnya itu. Dan Qiana hanya terkekeh saja.
_Lana_
"Udah mau mutusin kuliah di mana sayang? " Mama Qiana duduk di samping anak gadisnya.
"Qiana belum tau Mah, tapi Erlangga pengen kuliah bareng satu Universitas sama Qiana"
"Ya iyalah, kalian udah tunangan. Enggak boleh pisah!" ujar Mama.
"Tapi inget, perjalanan kalian masih panjang. Kalian pacaran yang sehat ya. Jangan macem-macem. Mamah belum siap gendong cucu"
"Ikkhh, mamah. Ngomong apaan deh," gadis itu keki, membuat Mamanya terkekeh geli.
"Iya sayang. Maksud Mamah, raih dulu cita-cita kalian, saling menjaga dan saling mendukung, ok? "
Qiana mengangguk. Lantas menjatuhkan dirinya di d**a Mamanya.
"Makasih ya Mah. Mamah selalu dukung Qiana sampai saat ini"
"Dih, kamu anak Mamah. Masa enggak mamah dukung. Apapun itu selama buat kebaikan kamu, Mamah pasti dukung kamu. Ngomong-ngomong, kamu udah nambah dewasa yaaa Mamah lihat. Cantik lagi! Kamu tau enggak? Kamu itu seperti bunga yang paling cantik. Jaga diri kamu baik-baik ya sayang," Mamah mengelus lembut pipi Qiana dan menciumnya bergantian.
"Mamah kaya mau kemana aja deh, kan ada Mamah yang selalu jagain Qiana. " gadis itu bermanja-manja pada Mamanya. Sampai suara seseorang menginterupsinya.
"Permisi Tante!" Mama dan Qiana menoleh,
"Eh, Nak Langga. Ayo sini" Mama mempersilahkan, Erlangga untuk duduk.
"Makasih Tante, " cowok itu duduk di samping Qiana. Sementara Mama pergi ke dapur untuk mengambil makanan kecil dan minuman.
"Lagi ngapain barusan?" tanya Erlangga.
"Enggak ko, " gadis itu menunduk malu. Karena ia ketahuan sedang bermanja-manja pada ibunya.
"Sekali-sekali manja sama aku yang. Ko, sama Tante terus." goda Erlangga.
"apaan? Aku manja-manja, aku cuma... "
"Cuma merengek, cuma minta di peluk!" sindirnya, membuat wajah cantik itu semakin merah merona saja.
"Emang kenapa?Iri ya? " goda Qiana.
"Yaiyalah yang. Sekarang kamu jarang peluk aku, boro-boro ngasih cium," sebal Erlangga, cowok itu merenggutkan wajah gantengnya.
Qiana terkekeh geli."dasar otak m***m, cium aja tuh pantas kudanya si Glen. Hehehe... "
"Dih tega banget. Emang rela bibir manis gini di kasih ke p****t kuda. Hayo rela emang?" tantang Erlangga.
Qiana menggigit bibirnya, jelas enggak rela lah. p****t kuda kan bau, ihh, Qiana merinding membayangkannya.
"Hayooo... Emang rela? " goda Erlangga lagi.
Qiana mengulum senyumnya, lantas menggeleng cepat.
"Enggak, hehe..."
Ucapnya nyengir ngegemesin, membuat Erlangga segera mencubit kedua pipi cabi itu.
"Dasar!"
"sakit,"
"Habis ngegemesin sih, awas aja kalo ngomong kaya tadi, aku hukum kamu! "
"Iya, yang mau jadi pengacara mah beda. Main hukum-hukum aja" celoteh Qiana.
"Iya pengacara, pengangguran banyak acara. Acaranya cuma gangguin kamu!" Erlangga menjawil dagu gadis itu.
"Nyebelin banget sih," Qiana menjauhkan wajahnya. Erlangga terus saja menggodanya, sampai Mamah datang dengan cemilan dan minuman di nampan.
"Silahkan Nak Langga, di cobain. Tante barusan bikin cookies, enak deh. Cobain ya," Mamah menyimpan nya di atas meja.
"Wah! Makasih Tante." ucapnya seraya segera mengambil cookies tersebut, namun detik berikutnya cowok itu menjerit.
"Huaaa..."
"Aduh maaf, cookiesnya ada yang masih panas." cengir Mamah merasa tak enak.
Dan Qiana terkekeh geli," sabar dikit atuh,"
"Aku kan suka cookies yang." Erlangga meniup tangannya. Merasa kasihan Qiana segera meraih tangan kekar itu dan meniupnya penuh sayang. Sedangkan Mamah sudah pergi entah kemana.
"Suka sih, suka. Tapi enggak usah gitu juga kali. Gimana masih panas? " tanya Qiana cemas, masih meniup tangannya Erlangga.
"Enggak ko sayang. Makasih ya, duhhh. Aku seneng banget ya, punya pacar kaya kamu, eh bukan pacar istri. Tapi belum syah hehe..." cengirnya bikin gemas saja, Qiana hanya menggeleng jengah. Lantas gadis itu mengambil cookies di atas meja di depannya, di tiup pelan dan di berikannya pada Erlangga.
"Nih, yang ini udah dingin. " sejenak Erlangga terdiam. Lalu ia tersenyum, hatinya jelas menghangat melihat perhatian penuh Qiana untuknya.
"Makasih ya, sumpah aku seneng banget. Kamu tuh baik banget deh" Erlangga mengambilnya. Lantas dengan cepat ia memasukkan cookies itu ke dalam mulutnya secara rakus, dan detik. Berikutnya...
"Pangah... Pangah... (panas) " mulut cowok itu menganga.
"Kamu tuh ya, pelan-pelan napa makannya." Qiana gemas pada kekasihnya itu, mentang-mentang sudah di tiupin malah di masukan ke mulutnya semua. Meski luarnya sudah dingin. Tetap saja bagian dalamnya masih panas.
"kama balang adah anggak pangah (kamu bilang sudah enggak panas) " sahut Erlangga dengan mulut menganga penuh, sambil meniup-niupnya.
Lagi-lagi Qiana menggeleng geli, kekasihnya itu memang selalu begitu setiap datang ke rumahnya. Memakan apapun ketika Mamahnya menghidangkan makanan, dengan semangat. Meski masih panas seperti itu sekalipun. Dan hal itulah yang membuat Mamahnya merasa di hargai. Sehingga Mamahnya selalu menyediakan cemilan ketika Erlangga bertamu ke sana.
"Minum dulu, " Qiana menyodorkan segelas air mineral.
"makahih(makasih) "
"Iya, diem dulu napa. Enggak usah ngomong" gemasnya.
"Hehe... Makasih istriku... " Erlangga menyandarkan kepalanya manja di pundak Qiana setelah minum air di gelas yang di sodorkan Qiana padanya.
"Modus," Qiana mendorong kepala cowoknya itu.
"Aku enggak modus yang, aku beneran"
"Beneran apa? "
"Beneran sayang kamu" Qiana menggeleng jengah, mendadak pacarnya itu lebay, membuatnya ingin menjitak kepalanya saja.
"Mau ngapain ke sini? "
"Mau nengok kamu atuh sayang. Mau ngapain lagi,"
"Bawa buku enggak? "
"Ngapain ngapel bawa buku?" keki Erlangga.
"Kita udah kelas tiga. Bentar lagi UAS loh, setiap ke sini harus bawa buku"
"Males atuh yang. Aku tuh lagi pengen pacaran. Bukan pengen belajar, please hari ini saja yah... Yah... " Erlangga merengek, dengan wajah di buat segemas mungkin. Membuat Qiana melengos tak tahan melihat wajah menggemaskan itu.
"Eh, malah buang muka" Erlangga merangkup wajah cantik itu, di arahkan padanya.
"Ikhh, apaan deh. Modus" Qiana menarik kedua tangan Erlangga yang menempel di wajahnya.
"Habis, suami lagi ngomong malah di cuekin. Dosa tau! "
"Dih, siapa yang suaminya siapa? Pede banget sih, emang aku mau jadi istri kamu?" ledek Qiana, cewek itu sudah siap-siap menghindar. Karena sudah di pastikan Erlangga pasti menangkapnya.
"Aduh... Enggak di anggep nih. Awas kamu! Sini kamu! " Erlangga mengerjarnya. Dan Qiana segera berlari mengelilingi kursi ruang tamu.
"Ikhh, apaan banget! Jangan kaya gitu deh!" teriak Qiana sebisa mungkin menghindari Erlangga yang hendak menangkapnya.
"Enggak! Kamu harus di hukum, kamu itu udah enggak nganggep aku! Kamu pasti mau maen serong! "
"maen serong apaan?! Aku cuma bercanda! Lagian akukan bukan istri kamu!" Qiana terus berputar mengelilingi sofa, dan Erlangga terus mengejarnya.
"Tapi kan kamu enggak usah, ngomong kaya gitu! "
"Udahan cape,"
"Enggak! Kamu memang pantas di hukum! "
"Mamah! Tolongin!" teriak Qiana, membuat Mamah keluar dari kamarnya. Dan hanya menggeleng saja ketika kelihat kedua remaja itu sibuk saling kejar. Memporak-porandakan ruangan tamu, dengan saling lempar bantal yang ada di sofa.
"Kebiasaan memang!" hanya itu, karena menit berikutnya Mamah kembali kekamarnya. Itu memang bukan kejadian pertama kalinya mereka seperti itu. Karena setiap Erlangga ke rumahnya pasti mereka perang bantal seperti itu. Kadang Mamah berpikir, mereka itu pacaran atau sahabatan. Karena sikap keduanya lebih mirip dua sahabat yang saling mengejek ketika kacau seperti itu.
"Langga udah ihh, cape" gadis itu menyerah, dan membiarkan Erlangga menangkapnya, memeluknya hangat dengan napas terengah.
"Makanya jangan pedes-pedes kalo ngomong," Erlangga menyandarkan dagunya di pundak gadis itu.
"Kan pedes enak kaya sambel lado" Qiana mengusap rahang Erlangga lembut.
"Maen yu? "
"Kemana?"
"Ke hati kamu"
"Dih, gombal aja!" gadis itu menyikut perut Erlangga.
"Kamu tuh dasar jahat banget ya. Tangan tuh enggak mau sopan dikit. Ini perut edisi ter-sexi se-dunia. Jangan maen sikut aja eh, "
Qiana terkekeh,
"Iya kemaren hidung edisi terkeren se-dunia, sekarang perut ter-sexy se-dunia. Nanti apalagi." cibirnya.
"Dih, malah ngece. "
"Bodo!"
Terus saja keduanya berisik, saling meledek satu sama lain. Sampai sebuah suara di ponsel Qiana mengalihkan ke-duanya.
Qiana hendak mengambil ponselnya, namun Erlangga lebih cepat merebut ponsel yang tergeletak di atas meja tersebut.
Reynan...
"Ngapain dia nelpon kamu sayang? "
"Hah! Siapa Lang"
Erlangga terdiam, ia menatap gadisnya penuh selidik. Lantas tanpa memperlihatkan layar ponsel tersebut pada Qiana---ia langsung mematikannya.
"Kenapa di matiin Lang? " tanya Qiana, hendak meraih ponselnya. Namun Erlangga menjauhkannya dari gadis itu. Menatap dalam penuh arti.
"Besok ganti kartu!"
"A-apa? "
"Ya, besok ganti kartu!"
Qiana hanya terdiam, mencerna kalimat yang di utarakan tiba-tiba oleh kekasihnya itu.