Sebenarnya, tawaran dari ibu Dean sangat menggoda. Itu adalah tawaran terbaik yang pernah Jina dapat dalam hidupnya, tapi entah kenapa sulit sekali mengatakan ya untuk tawaran itu. Jina pikir ini mungkin karena ucapan Dean beberapa jam yang lalu.
"Aku yakin kalau Ibuku pasti akan mencoba membuat kesepakatan denganmu untuk menghentikan semua ini dan aku harap kau tidak akan menyetujui hal itu."
"Kenapa tidak? Jika itu cocok untukku, maka tentu aku tidak akan melewatkannya."
"Tidak masalah jika kau tergila-gila pada uang, tapi jangan mengubah dirimu menjadi sosok yang menjijikkan dengan berkhianat padaku. Aku menyayangi anakku tidak peduli bagaimana sifat ibunya. Jika terjadi sesuatu pada anakku karena pengkhianatanmu, aku bersumpah akan mengejarmu sampai ke ujung dunia, lalu memberikan pembalasan yang setimpal. Aku sangat benci pada pengkhianat, jadi berhati-hatilah."
Jina kembali mengingat percakapannya dengan Dean tadi. Itu adalah pertama kalinya Jina melihat dan merasa kalau Dean sangatlah menakutkan, seakan pengkhianatan adalah hal yang sangat terlarang untuknya dan tidak ada pengampunan untuk hal itu. Itulah hal yang membuat Jina tidak bisa mengatakan ya untuk tawaran dari ibu Dean.
"Itu terdengar mengagumkan, tapi saya tidak bisa menyanggupinya." Jina akhirnya memberikan jawaban.
Mendengar jawaban Jina membuat Jessica cukup terkejut karena tadinya ia mengira akan mudah bagi wanita itu untuk menerima tawarannya. Tidak apa-apa. Jessica tahu di mana letak permasalahannya.
"Apa itu kurang? Akan aku tambahkan lagi asalkan kau menggugurkan anak itu," ucap Jessica lagi.
"Saya mohon, berhentilah melakukan semua ini. Dean sepertinya sangat membenci pengkhianatan dan Anda juga pasti tahu hal itu, bukan? Lalu, kenapa sekarang Anda memaksa saya untuk berkhianat?" Jessica tampak terdiam setelah mendengar ucapan Jina.
"Saya tahu ini tidak benar, tapi berkhianat dan membunuh darah daging sendiri juga tidak benar. Ya, saya memang tidak sebaik wanita lain, tapi saya tidak pernah mengkhianati siapapun, sebaliknya orang lain yang mengkhianati kepercayaan saya." Jina kembali bicara pada Jessica.
Ucapan Jina membuat Jessica ragu untuk berkata-kata lagi karena semua itu memang benar. Dean sangat membenci pengkhianatan melebihi kesalahan apapun dan entah akan seperti apa jadinya dia jika sekarang kembali merasakan pengkhianatan.
"Apa yang Ibu lakukan di sini?" lalu, Dean tiba-tiba masuk ke kamar Jina. Tadinya, Dean terbangun dan tidak bisa tidur lagi, jadi berniat keluar untuk mencari udara segar, tapi ia malah melihat pintu kamar Jina yang sedikit terbuka dan lampunya yang masih menyala.
Jessica dan Jina langsung menoleh pada Dean, dan mereka terkejut melihat pria itu tiba-tiba masuk ke sini. "Ibu akan kembali ke kamar." Jessica hanya mengatakan ini, lalu pergi dari kamar Jina.
Setelah ibunya pergi, maka tentu Dean kini harus bertanya pada Jina. Dean mendekati Jina yang saat ini masih duduk di pinggir ranjang. "Apa yang Ibuku lakukan di sini?" Dean bertanya ketika ia sudah berdiri di depan Jina.
"Aku ditawari uang yang lebih besar jika aku menyudahi semua ini." Jina menjawab dengan sangat jujur.
Dean sudah menduga ibunya akan melakukan hal ini. "Lalu, apa kau setuju?"
"Jika aku setuju, apa kau pikir aku akan berkata jujur seperti tadi? Aku memang sangat mencintai uang, tapi aku tidak akan mengkhianatimu."
"Kenapa kau menolaknya?" Dean lagi-lagi kembali bertanya pada Jina.
Pertanyaan menyebalkan itu membuat Jina turun dari ranjang dan berdiri di depan Dean. "Aku sedang mencoba menjadi orang baik," jawab Jina.
"Lucu sekali." Dean langsung pergi setelah mengatakan ini pada Jina.
Jina tampak berdecih setelah Dean pergi dari kamarnya. "Itu karena kau terlihat menakutkan. Jika aku mengatakan itu kau pasti akan menindasku." Jina kini terdengar bergumam lalu secara mengejutkan Dean kembali ke kamarnya.
"Tidurlah lagi." Dean kembali hanya untuk mengatakn ini, kemudian mematikan lampu serta menutup pintu kamar Jina, dan setelahnya pergi lagi.
••••
Hari ini adalah hari pertama Jina makan di meja yang sama dengan ibu Dean. Suasananya terasa sangat tidak menyenangkan untuk Jina, karena ibu Dean tidak fokus pada makanan, tapi malah terus saja menatapnya.
Dean juga menyadari apa yang ibunya lakukan dan ia juga tahu betapa tidak nyamannya Jina dengan tatapan itu. Jina bisa saja kurang peduli pada sekitarnya, tapi jika ditatap seperti itu terus menerus pasti rasanya sangat menyebalkan.
"Ibu, jangan menatap Jina terus. Makanlah sarapan Ibu." Dean yang sejak tadi diam, kini bicara pada ibunya.
"Apa kau sudah benar-benar yakin dengan semua ini?" Jessica bertanya pada Jina dan tidak peduli pada ucapan Dean.
"Jika tidak yakin, maka saya tidak ada di sini," jawab Jina.
"Aku seorang ibu, jadi aku tahu betul bagaimana perasaan seorang ibu. Semakin lama anak itu kau kandung, maka rasa sayangmu akan tumbuh untuknya. Sekarang kau bisa saja tidak menginginkannya, tapi, apa akan seperti itu untuk seterusnya?" Jessica benar-benar tidak percaya ada seorang ibu yang bisa memberikan anaknya begitu saja dan tidak bertemu lagi untuk selamanya.
"Ibu ...."
"Kau ingin ibu menerima kegilaanmu ini, kan? Jadi, biarkan ibu bicara dengannya." Jessica menyela kalimat Dean.
Sementara Jina masih terlihat yakin dengan keputusan dan dengan apa yang ia percayai, yaitu uang lebih penting dari anak. Lagipula, anak ini memang sudah seharusnya bersama Dean agar bisa hidup enak, bukan dengannya. "Saya tidak akan berubah pikiran." Jina menjawab dengan penuh keyakinan.
"Baiklah, aku akan mengingat apa yang kau katakan hari ini. Aku tidak mau terjadi masalah lagi di masa depan karena masalah ini saja sudah membuatku pusing." Jessica pergi meningalkan meja makan setelah mengatakan hal ini pada Jina.
Dean tampak menghela napas saat melihat ibunya pergi meninggalkan meja makan. Pandangan Dean kini beralih pada Jina. "Kau ..." Dean tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena yang ia ajak bicara tiba-tiba pergi sembari menutup mulutnya.
Karena penasaran, maka Dean pergi mengikuti Jina. Wanita itu pergi ke kamar mandi dan muntah-muntah. Meski tinggal satu rumah, tapi ini pertama kalinya Dean melihat Jina seperti ini. "Apa ini karena kehamilanmu?" tanya Dean yang masih berdiri di belakang Jina.
"Memangnya kau pikir karena apa lagi? Sial! Setidaknya bantu pegangi rambutku. Ueekk." Jina kembali muntah setelah bicara dengan nada yang begitu kesal.
Dean langsung meraih rambut Jina setelah mendapat sedikit makian dari wanita itu. Setelah beberapa saat rasa mual dan muntah Jina mulai mereda. Jina saat ini sedang berdiri di dekat wastafel untuk membersihkan mulutnya. Sementara Dean masih ada di dekat wanita itu.
"Apa ini terjadi setiap hari?" tanya Dean.
Jina menoleh pada Dean dan setelahnya mengatakan, "Bahkan untuk hal seperti ini saja kau tidak tahu. Apa kau sungguh menyayangi anak ini?"
"Aku terlalu sibuk," jawab Dean.
Jina terdengar tertawa hambar setelah mendengar jawaban Dean. "Ya, orang kaya memang selalu sibuk sampai mengabaikan segala hal di sekelilingnya bahkan dirinya sendiri. Aku tidak peduli tentang kesibukanmu, tapi anak ini pasti akan mempermasalahkan itu di kemudian hari. Aku sungguh tidak mengerti kenapa kau menginginkan seorang anak di saat kau terlalu sibuk dengan duniamu sendiri." Jina pergi meninggalkan kamar mandi setelah berkata seperti itu pada Dean.
"Aku benar-benar menginginkan dan menyayangi anakku, dan aku tidak suka jika ada yang meragukanku tentang hal itu," ucap Dean dan membuat langkah Jina terhenti.
Jina menarik salah satu sudut bibirnya, kemudian kembali menatap Dean. "Jika kau tidak ingin diragukan, maka tunjukkan kasih sayangmu dengan nyata. Aku yang mengandung anakmu, jadi kau wajib untuk perhatian, peduli, dan membuatku bahagia agar anakmu tumbuh dengan baik. Mengerti?"
••••
Alasan Jessica segera kembali ke Korea adalah karena ia khawatir pada putranya setelah berita pernikahan Hana tersebar luas. Melihat orang yang dicintai menikah dengan orang lain pastilah sangat menyakitkan apalagi di tengah usaha untuk melupakan orang itu, Jessica tahu itu sangatlah sakit dan karena itulah alasan keberadaannya di sini, sebab takut jika Dean melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri karena hal itu. Namun, Dean malah melakukan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
"Bagaimana bisa Dean melakukan semua ini? Dia pasti sudah gila!" gumam Jessica yang saat ini sedang berada di sebuah coffee shop untuk menikmati kopi favoritnya. Meski mengatakan akan menerima semua kegilaan Dean, tapi Jessica tidak tahu apakah ia akan benar-benar bisa menerima semua itu atau tidak.
Saat Jessica menoleh ke jendela untuk melihat bunga sakura, ia malah melihat Hana dan wanita itu juga masuk ke tempat ini. Ada banyak coffee shop di daerah ini, tapi bisa-bisanya wanita itu juga datang ke sini. Melihat wajah Hana membuat kemarahan Jessica tiba-tiba naik karena mengingat bagaimana wanita itu menyakiti putranya.
Sebelum kemarahannya tumpah di sini karena terus melihat Hana, maka Jessica memilih untuk pergi dari tempat ini. Ketika akan keluar dari coffee shop, Jessica merasa sangat sial karena harus berpapasan dengan Hana.
Hana, wanita berusia 30 tahun itu langsung menyingkir ketika melihat Jessica berada tepat di depannya. Tidak ada percakapan di antara mereka, tapi Jessica yang sudah keluar beberapa langkah dari coffee shop, kini menghentikan langkahnya, lalu memutar badannya untuk menatap Hana.
"Selamat untuk pernikahanmu." Dan Jessica mengatakan ini pada Hana.
Hana juga menghentikan langkahnya, kemudian menatap Jessica yang tidak pernah diduga akan mengatakan hal itu padanya. "Ya, terima kasih," balas Hana.
Jessica tampak tersenyum sinis setelah mendengar balasan dari Hana. "Semoga kau tidak ditinggalkan oleh calon suamimu, seperti kau meninggalkan Dean," ucap Jessica lagi dan setelahnya pergi.
"Cih, anaknya saja biasa, kenapa dia yang bersikap begitu?" gumam Hana dan ia terlihat tidak peduli pada ucapan Jessica.
••••
"Kau hanya memanfaatkan anakku untuk kesenanganmu. Aku tidak mengizinkanmu melakukannya. Lagipula, apa kau tidak kapok ditangkap oleh Minhyuk?" Dean bicara pada Jina yang mengatakan ingin pergi menonton konser idolanya dengan alasan kebahaigaan demi kelancaran perkembangan anaknya.
"Aku tidak memafaatkan keadaan, tapi aku memang butuh bahagia. Ayolah, jika aku pergi denganmu, maka Minhyuk tidak akan bisa melakukan apa-apa padaku. Apalagi kalau kau mau membelikan tiket untukku, kau akan menjadi yang terbaik."
"Aku tidak punya waktu untuk hal seperti itu." Dean membalas ucapan Jina sembari bersiap untuk pergi ke kantor.
Jina terlihat berdecak setelah mendengar ucapan Dean. Pria itu memang menyebalkan. Dia bilang ingin anaknya tumbuh dengan sehat, tapi tidak mau membuat wanita yang mengandung anaknya bahagia.
"Kau memang tidak serius dengan anak ini. Ayah macam apa kau?" Jina keluar dari kamar Dean setelah berkata seperti ini. Jina tidak pergi dengan cara baik-baik, tapi ia membuat keributan karena membanting pintu kamar Dean dengan sangat keras.
"Wanita itu ... menyebalkan," gerutu Dean yang terkejut karena ulah Jina.
Tidak lama setelah membanting pintu kamar, Jina kembali ke kamar Dean dan menengadahkan tangan di depan pria itu. "Apa?" tanya Dean bingung.
"Kunci perpustakaan. Aku perlu hiburan baru," jawab Jina. Sebenarnya, ia tidak terlalu suka membaca, tapi siapa tahu ada buku menarik di sana. Sejak awal, Jina sudah tahu ada perpustakaan di rumah mewah ini, tapi ia tidak pernah masuk ke sana karena Dean selalu menguncu ruangan itu.
"Itu termasuk ruangan pribadiku dan tidak ada yang boleh masuk ke sana tanpa izin dariku." Ucapan Dean yang satu ini membuat Jina semakin kesal.
"Aku tidak boleh menonton konser dan sekarang tidak boleh masuk ke perpustakaan. Kau sangat menyebalkan. Aku bosan tidur, bermain ponsel, dan menonton TV. Aku butuh hiburan baru!" Jina menekankan kalimatnya.
"Ada taman. Pergilah ke sana dan nikmati udara segar," balas Dean. Di saat yang sama ia sudah selesai bersiap-siap dan sekarang akan pergi ke kantor.
"Aku juga bosan di sana. Aku sudah menolak penawaran ibumu, jadi tunjukan apresiasimu untuk itu. Aku sangat stres sekarang. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada anakmu? Kenapa kau sangat kejam?" Jina melakukan sedikit drama di depan Dean dengan berakting menjadi seseorang yang sangat sedih.
Dean tahu kalau Jina hanya sedang membuat drama agar mendapatkan apa yang dia inginkan, tapi tidak pernah menduga kalau Jina sampai bisa meneteskan air mata karena aktingnya. Astaga, Dean sangat benci hal seperti ini. Penuh drama dan kekanak-kanakan, bayangkan betapa menyebalkannya hal itu.
"Berhentilah berakting di depanku. Kau ingin bertemu dengan idolamu, kan? Baiklah, akan aku wujudkan keinginanmu itu, agar kau tahu betapa besar cinta dan kasih sayangku pada anakku sendiri," ujar Dean.
"Sungguh?" Jina yang tadinya terlihat sedih, kini seketika menjadi ceria.
"Emm. Sekarang, keluar dulu dari kamarku." Dean pun menarik Jina keluar dari kamarnya.
"Pastikan kau segera membeli tiketnya atau akan kehabisan." Jina terus bicara ketika Dean menariknya keluar.
"Aku mengerti." Dean menutup pintu kamarnya setelah melepaskan tangan Jina dan setelahnya pergi ke kantor.
"Awas jika dia berbohong padaku," gumam Jina yang saat ini terus menatap punggung Dean.
••••
Setelah Kevin diberhentikan oleh Dean, maka pria ini mencari seseorang untuk menggantikan posisi itu. Tidak perlu waktu lama kini seorang wanita muda berkaca mata telah duduk di hadapan Dean dan wanita itu bernama Song Suji.
"Kau pasti sudah dijelaskan tentang apa saja yang menjadi tanggungjawabmu, kan?" tanya Dean.
"Ya, saya sudah mengetahui hal itu," jawab Suji.
"Baguslah. Tugas pertamamu adalah hubungi manajer Lai atau pergilah ke agensi Star Entertainment, karena aku ingin mengundangnya ke rumahku minggu depan. Ingat, aku tidak mau dengar alasan dia tidak bisa karena memiliki jadwal yang padat. Ingat satu hal lagi, jika Lai tidak datang ke rumahku, maka kau yang harus pergi dari perusahaan ini."
Suji tidak menyangka kalau tugas pertamanya akan seberat itu. Suji tahu siapa itu Lai, seorang penyanyi tampan yang saat ini berita konsernya ada di mana-mana. Ya, Lai akan mengadakan konser, maka tentu saja jadwalnya padat dan entah apakah dia memiliki jadwal kosong untuk datang ke rumah Dean. Tapi, kenapa Dean sangat ingin Lai datang ke rumahnya? Apa dia penggemar Lai?