Lucian's Change

1112 Words
"Wajahmu seperti tidak tidur sama sekali, teman," Albert datang sembari merangkul teman gadisnya. Sekalian memamerkan orang-orang bahwa ia bisa merangkul primadona kampus. Senyumnya terlihat tengil, ketika bertemu tatapan-tatapan para laki-laki yang melihat iri kepadanya. Bangga sekali Albert memiliki teman secantik Janice Ashbourne. Tetapi sang gadis langsung melepaskan rangkulan itu dengan kasar. "Jaga tanganmu." Wajahnya jutek sekali. Suasana hati Janice sangat tidak mendukung juga untuk berbasa-basi dengan Albert yang mengikutinya di belakangnya bagaikan anjing pengikut. Tapi Albert ini sudah biasa di ketusin Janice hari-hari. Karena itu Albert tidak sakit hati ketika mendapatkan penolakan. Mereka melangkah menaiki tangga memasuki area dalam kampus. Memencet lantai lift yang akan di taiki, sembari menunggu. "Bagaimana dengan tuan Whitmore?" Tanya Albert. "Nanti akan aku bicarakan lagi." Tersenyum lebar. "Wohoo, aku tidak sabar." Ia bersemangat sekali, bisnis kecilnya yang di ambang kebangkrutan hingga membeli pulpen saja sulit, sekarang menerima bantuan. Ketika lift terbuka mereka masuk bersama. Tetapi saat akan tertutup ada seseorang yang menahannya, dengan cepat Albert memencet tombol yang bersimbol pembuka pintu lift. "Bung, itu sakit sekali, lebih baik menunggu saja dari pada menyerobot seperti itu," Albert merasa ngilu melihat sebelumnya tangan orang itu terjepit. Orang itu hanya menunduk, sembari mengucap terimakasih. Ia mendekatkan dirinya pada gadis cantik yang memilih menyender pada dinding lift. Tangannya mencolek lengan gadis itu berkali-kali. Janice yang merasa terganggu ingin menegur tapi tidak jadi saat dia mengenali siapa orang tersebut. Wajahnya berubah shock. Saat sudah sampai tujuan Albert menarik lengan Janice tapi di tahan oleh orang itu. "Ah Albert, aku sepertinya ada keperluan di kantor prodi, kamu duluan saja." "Owh ya, baiklah, bye!" Tanpa curiga Albert berjalan keluar, hingga lift kembali tertutup. Janice mendorong orang itu menjauh. "Bagaimana bisa kamu berada disini Lucian?!" Teriaknya kesal. "Aku mengikutimu," santainya. Menghela kasar. "Pulanglah, aku ada kelas sebentar lagi." Lucian melipat kedua tangannya. "Tidak mau, aku ingin bersamamu." Janice meraung kesal. "Kenapa kamu jadi aneh seperti ini??" "Sudah ku bilang, karna aku menyukaimu," Lucian kembali mengatakan perasaannya, sejak berhari-hari lalu pernah mengatakannya juga saat makan bersama tetapi tidak mendapatkan jawaban gadis itu. Janice suka sekali kabur, dan menghindarinya. Janice kembali memerah. "Haishh, jangan mengatakannya lagi, seharusnya orang yang kamu sukai adalah Drianna bukan aku." "Kenapa harus dia?" Lucian kembali menekan lantai teratas, saat sudah di lantai bawah, membuat mereka kembali berduaan di lift. Ia merengkuh tubuh itu. "Aku hanya mau kamu." Janice terpaku. "Lepaskan!" "Tidak mau," Lucian semakin erat memeluk tubuh gadis itu. "Ya baiklah lepaskan, kita akan bicarakan ini nanti, ya?" lesu Janice. Akhirnya pelukan itu terurai dengan Lucian yang menatapnya lekat. "Baiklah, tapi tolong ajak aku ke kelasmu juga." Memutar bola matanya. "Ya sudahlah." *** Mereka duduk mendengarkan dosen yang sedang menerangkan. Tidak ada mahasiswa yang salah fokus menatap Lucian, ada beberapa, tapi selebihnya mereka lebih fokus ke dosen. Lucian sendiri memakai hoodie dan masker yang baru saja diberikan oleh Janice. Sebenarnya, tidak memakainya pun tidak apa-apa. Tetapi ketampanan Lucian terlalu mencolok dan menarik perhatian orang-orang, membuat Janice merasa risih. Albert, yang biasanya duduk di samping Janice, kini berpindah ke depan. Minggu sebelumnya, dia sudah diberi peringatan oleh dosen untuk menjaga jarak dengan Janice. Meskipun ada dosen yang membiarkan mahasiswanya mengobrol atau bermain ponsel, aturan ini tidak berlaku untuk dosen muda seperti Profesor Nathan. Nilai taruhannya sangat tinggi. Profesor Nathan adalah dosen mata kuliah Manajemen Strategik. Dosen yang sebelumnya menegur Albert dengan tatapan tajam. Lucian sendiri tidak ikut mendengarkan penjelasan dosen. Dia hanya menatap Janice dari samping. Entah mengapa, dia tidak bisa melepaskan pandangannya dari wajah cantik Janice. Mata gadis itu begitu indah, hidungnya yang bangir, dan bibirnya yang tertutup terlihat seperti buah cherry yang ingin sekali dia lahap. Profesor Nathan menoleh ke arah keduanya. "Yang berada di samping Janice, silakan berikan pendapat tentang konsep yang baru saja saya jelaskan." Janice menatap Lucian dengan panik. Ia lupa bahwa dosen ini sangat teliti dan memperhatikan mahasiswa yang tidak fokus. Lucian hanya bergeming. "Tidak ada pengulangan kalimat," tegur Profesor Nathan. Janice ingin mengangkat tangannya, tetapi Lucian menahannya. Lucian tersenyum miring, melihat tatapan tajam dari dosen muda itu. "Saya memahami bahwa konsep manajemen strategik tidak hanya berkaitan dengan analisis lingkungan, tetapi juga melibatkan penyusunan visi, misi, dan tujuan perusahaan sebagai panduan dalam pengembangan strategi," jawab Lucian tiba-tiba, membuat Janice terkejut. "Implementasi strategi juga memegang peranan penting dalam mengubah rencana menjadi tindakan nyata. Oleh karena itu, penting untuk tidak hanya merencanakan, melainkan juga melaksanakan strategi serta mengevaluasi hasilnya. Prinsip yang mendasar sepertinya adalah 'action speaks louder than words', bukan begitu? Apakah pendapat saya sudah tepat?" Profesor Nathan mengangguk. "Siapa namamu?" "Lucian," jawabnya tegas, menatap dingin dosen itu. "Sepertinya kamu bukan mahasiswa di sini?" tanya Profesor Nathan. Janice panik, menyadari kesalahannya karena tidak menolak Lucian untuk mengikuti kelasnya. "Benar," jawab Lucian santai. Dia tidak terlihat terintimidasi oleh Profesor Nathan. "Siapa yang membawamu?" Janice mengangkat tangannya dengan panik. "Saya, Prof." Semua mahasiswa memperhatikan mereka, termasuk Albert. "Janice Ashbourne, setelah ini datang ke ruangan saya. Kita akhiri kelas ini, selamat siang." Janice menghela nafas kasar. Ia menatap tajam Lucian dan berlalu begitu saja meninggalkan laki-laki itu. Tak mau tertinggal, Lucian mengikuti gadis itu dari belakang. *** "Jangan ikut masuk, aku saja!" desis Janice sambil mendorong Lucian keluar. Lucian hanya pasrah menunggu di luar dengan perasaan resah. Pria tadi yang disebut "prof" oleh Janice memiliki tatapan tersendiri kepada gadisnya! Di sisi lain, Janice masuk dengan tangannya yang dingin. "Permisi, Prof." Profesor Nathan menoleh. "Duduklah." Ia kembali menatap laptopnya dengan jari-jari yang sibuk mengetik, lalu menutupnya saat Janice sudah terduduk di hadapannya. Suara Profesor Nathan terdengar menyeramkan di telinga Janice saat dia bertanya, "Kamu sudah membaca aturan-aturan yang berlaku selama saya menjadi dosen kelas kalian?" Dengan kaku, Janice mengangguk. "Maaf atas kelalaian saya, Professor." "Saya maafkan, tapi kamu harus mendapat konsekuensi dari saya," tajamnya. Janice meringis. Harapannya untuk mendapatkan nilai bagus di mata kuliah ini tampaknya pupus! "Maaf, Prof. Apakah saya boleh mendapatkan konsekuensi lain? Maaf jika saya terlihat banyak mau, tetapi tolong berikan saya keringanan," Janice mencoba mengambil peruntungan lain, meskipun rasanya dia gemetar berbicara seperti itu. "Ada," jawab Profesor Nathan. "Jadilah asisten saya." Janice membelalak terkejut. "Maksud profesor menjadi asisten dosen?" "Tidak." Nathan memberikan sebuah kartu. "Datanglah ke perusahaan ini besok." Janice kembali terkejut. Asisten perusahaan? "Ta-tapi saya kuliah kelas reg—" "Saya akan memindahkan kamu menjadi kuliah daring." Janice terdiam membisu. "Apakah saya bisa meminta kon—" "Tidak ada penolakan," tajam dosen itu. Janice terdiam, matanya menatap kartu yang diberikan oleh Profesor Nathan. Di sana tertulis nama dan alamat perusahaan. Tidak ada jalan lain, dan dia merasa seperti terjebak. Lucian masih menunggu di luar ruangan, dan Janice tahu dia harus menghadapi pertanyaan pria itu. Apakah ini kesempatan atau malapetaka? Hanya waktu yang akan memberikan jawabannya. Dengan hati berdebar, Janice menggenggam kartu itu erat-erat. "Baik Professor, terimakasih atas keringanannya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD