Caught by Albert

1118 Words
Sesampainya di rumah, Janice langsung terduduk di sofa, pikirannya berputar seperti badai yang tak kunjung reda. "Apa yang baru saja kalian bicarakan?" tanya Lucian dengan nada penasaran. "Aku tidak tahu ini adalah sebuah kesempatan atau malapetaka," ucap Janice sambil memijat kepalanya yang terasa berat. Kurang tidur dan ucapan Lucian yang terus menghantuinya membuatnya lelah. "Maksudmu apa?" tanya Lucian bingung. Janice berdecak, malas menjawab, tapi rasa penasaran menggelitiknya. "Bagaimana kamu bisa mengerti apa yang sedang Professor Nathan bahas tadi?" Lucian mengangkat bahu. "Tidak tahu, mungkin karena aku adalah pangeran kerajaan, dan kamu yang selalu memberikan buku bisnis untukku." Lucian yang tadinya berdiri, ikut duduk di samping Janice. "Ceritakan apa yang terjadi tadi," desaknya. Janice menghela napas panjang. "Aku disuruh menjadi asisten di perusahaannya. Entah ini kesempatan baik untukku atau tidak." Lucian mendengus. "Dia hanya mencari kesempatan untuk berdekatan denganmu. Tolak saja tawarannya, Janice." "Akan aku pikir-pikir lagi, tapi lumayan juga," jawab Janice ragu. Lucian mendecih. "Tidak boleh!" "Kenapa sih kamu rese sekali dari kemarin!" Janice merasa kesal. Lucian tidak menanggapi. Ia menatap Janice dengan tajam. "Aku tidak mau mendengar penolakan darimu." Janice mendesah kesal. "Kamu sungguh keterlaluan! Kita tidak terlalu dekat hingga kamu bisa mengekangku!" Lucian menatapnya dingin. Meski mereka baru bersama kurang dari satu bulan, mendengar kalimat itu membuat hatinya sedikit sakit. Ia berpikir bahwa Janice menganggap mereka dekat, padahal sudah tinggal bersama. Janice menutup matanya, menarik napas dalam-dalam. "Jaga batasanmu, Lucian," lalu bangkit meninggalkan Lucian sendirian di sana. Lucian juga menghela napas. Ia menutup matanya, menahan segala emosi yang membludak dalam dirinya. Ia mendengus ketika mengingat kembali wajah pria itu, seorang profesor di kampus Janice yang selalu melirik gadis itu setiap saat. Walau matanya hanya menatap Janice, ia sadar ada tatapan lain yang selalu mengawasi gadis itu. Lucian tidak tahu bagaimana ia bisa sebegitu kesalnya dengan tatapan orang lain pada Janice. Ini pertama kalinya ia merasakan perasaan panas di hatinya, seakan ingin membunuh siapapun yang menatap Janice dengan lekat kecuali dirinya. Hidupnya yang tidak pernah merasakan cinta, kini merasa asing dengan perasaan yang muncul setiap kali dekat dengan gadis itu. Rasanya ia ingin terus berada dekat dengan Janice. Seperti sebelumnya, saat Janice pergi, ia tidak bisa menahannya dan mencoba mengikutinya. Ia tidak bisa berjauhan dengan Janice, ia bisa gila! Tangannya mengepal. Bagaimana caranya agar Janice bisa cepat menjadi miliknya? Ia harus mencari cara dari sekarang. *** Janice keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang sudah segar, seperti bunga yang baru mekar setelah hujan. Ia sudah mengenakan pakaian santainya, hanya kaos lengan pendek dan celana panjang ringan yang nyaman. Namun, rambutnya masih terlilit handuk kecil. Dia sedang malas mengeringkan rambutnya dengan hair dryer; saat ini rasanya hanya ingin makan lalu tidur. Tapi, dia masih harus menyiapkan keperluannya untuk besok. Saat mengambil ponselnya yang terletak di atas meja, ia menarik alisnya ke atas melihat nomor tidak dikenal yang memberinya pesan. +88-1234-12 Janice, ini saya Nathan. Jangan lupa ke kantor saya jam 8. Tidak ada keterlambatan waktu. Janice menghela napas panjang, seperti daun yang tertiup angin. Sepertinya dia tidak bisa kembali menolak. Baik prof, terima kasih infonya. Lalu dia teringat tentang kerja samanya dengan Albert dan Lucian Whitmore. Dia kembali gusar, haruskah dia bicara di saat-saat dia baru saja bersikap ketus dengan laki-laki itu? Baru saja dipikirkan, orang itu masuk dengan tiba-tiba. "Janice, ada yang mencarimu," ucap Lucian. Mengangkat alis, "Siapa?" "Tidak tahu, lihat saja sendiri," jawab Lucian cuek. Aneh, apa Lucian marah karena ucapannya tadi? Tidak peduli, memang sekali-kali orang yang kurang ajar harus diberi pelajaran, seperti Lucian. Mereka keluar mengarah ke ruang tamu. Di sana terlihat sosok laki-laki dengan hoodie putihnya menatap kedatangan mereka dengan wajah yang terlihat kesal. "Albert," panggil Janice pelan. Sang empu menoleh, "Janice!" Albert memanggil nama itu dengan muka marahnya. "Bagaimana bisa ada laki-laki di rumahmu!" Panik, "Ti-tidak Albert, ini, ini—" Janice kembali bingung, dia tidak bisa berbohong! Astaga bagaimana ini! "Aku kekasihnya," jawab Lucian santai. Janice melotot mendengar Lucian. Dia berdesis, "Tidak—" Albert terlihat menilai Lucian. "Kau benar kekasihnya?" potong Albert dingin. Dia tertawa sarkastis. "Wah jahat sekali kamu Janice," matanya menatap Janice menggelap. "Kamu menyembunyikannya dariku." Janice panik, "Tidak, itu tidak benar. Lucian dan aku tidak memiliki hubungan apapun!" Tatapan Albert kembali tenang. Dia menatap tajam Lucian. "Ck, kau jangan mengaku-ngaku." Lucian terkekeh, "Suatu saat akan menjadi kekasihku." Lucian begitu sangat percaya diri. Albert mengabaikannya. Dia berdehem. "Lupakan aku yang tadi, bagaimana dengan perjanjianku dengan Tuan Whitmore?" Lucian menaikkan alis. Tapi dia hanya mendengarkan saja saat nama belakangnya disebut-sebut. Ketiganya duduk di ruang tamu, dengan Albert yang duduk di sofa tunggal, Janice dan Lucian yang berdampingan. "Tuan Whitmore yang kamu maksud adalah orang yang sedang berhadapan denganmu, Albert," jawab Janice pelan. Dia seakan merasakan sengatan mata dari keduanya yang terus menatap tajam satu sama lain. Albert mendelik. "Dia?" Tetapi akhirnya Albert menampilkan senyum karir dan mengesampingkan urusan pribadinya tadi. "Oh kau Tuan Whitmore, sangat senang bisa bertemu denganmu." Lucian mendelik melihat perubahan ekspresi laki-laki itu. Janice yang melihat kebingungan di wajah Lucian membisikkan semuanya. "Dia yang akan kamu beli sahamnya, bersikap formal lah." Lucian tersenyum miring. "Baiklah, kau datang untuk menjadikanku investor perusahaanmu ya, bagaimana dengan surat-suratnya?" Albert dengan tampang yang masih tersenyum formal membuka beberapa map dan memberikannya kepada Lucian. "Dokumen ini sudah mencakup perihal investasi, kau hanya perlu menandatangani kontrak jual-beli saham dan formulir pembukaan rekening efek, tapi aku perlu data dirimu juga," jelasnya. Janice mengernyit teringat bahwa Lucian tidak memiliki dokumen data diri. "Emm Albert, aku baru ingat rumah Lucian habis terbakar jadi dia mengungsi ke rumahku, dan data diri miliknya semuanya lenyap," mengalir begitu saja kebohongan yang Janice bisa ketika dalam keadaan mendesak. Menaikkan alis. "Berarti dia harus mengurus kembali ke pemerintahan." "Tidak!" Janice mengelak panik, tapi dia mengontrol wajahnya agar terlihat natural. "Emm—pasti akan sangat lama, bagaimana jika kamu saja yang buatkan identitas baru untuknya?" Albert berpikir sejenak, mempertimbangkan. Dia juga memerlukan dana ini secepatnya. "Baiklah, akan aku buatkan," jawabnya begitu saja tanpa curiga. Janice kembali tenang. Dia tahu Albert memiliki organisasi rahasia dan bisa membuat banyak identitas palsu. Lucian tidak membacanya langsung ketika Albert menyerahkan beberapa dokumen ke hadapannya. Menerima pulpen dari Janice, ia membubuhi tanda tangannya begitu saja. Dia sudah percaya pilihan Janice. Albert kembali mengambil dokumen-dokumen tersebut dan memasukkannya ke dalam tasnya. Ia menatap Lucian dengan senyum ramah. "Terima kasih, senang bisa bekerja sama denganmu, Tuan Whitmore." Setelah urusan pekerjaan selesai, senyum ramahnya menghilang. Ia menatap Janice dengan selidik. "Kenapa harus dia tinggal di rumahmu?" "Kenapa tidak, Janice tidak mungkin tidak menolong kekasihnya ini," jawab Lucian dengan santai, seperti angin yang berhembus tanpa beban. "Diam kau!" Albert kembali melancarkan aura permusuhan, seperti api yang menyala-nyala. Janice pusing melihat keduanya. "Aku menolongnya hanya sementara, Albert. Dia akan pergi dari rumah ini, jangan khawatir." Lucian menatap Janice dengan tidak percaya.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD