MIZU-SHIRAZU

1023 Words
Ao adalah sahabatku yang baik. Tubuhnya lemah dan sering digencet. Ia adalah anak pintar yang aneh sehingga dijauhi. Keberadaannya juga tak pernah dianggap. Aku tidak mengerti ia. Ia pun tidak memahamiku. Begitulah yang terjadi pada awalnya. Tapi, semakin lama bersamanya aku menyadari sesuatu. Aku selama ini tak pernah bisa melakukan apa pun untuk orang lain. Tapi, aku bisa menolongnya. Ia memberiku arti terpenting. Arti bahwa aku bisa melakukan sesuatu untuk orang lain. Arti bahwa aku mulai bermakna untuk dunia ini. Itu sangatlah berarti. Pada saat yang bersamaan pandangan Shuuya mendapati sosok sahabatnya tengah terkulai tak berdaya dengan kedua tangan terikat di punggung. Di tengah kepungan empat orang di dalam sebuah g**g sempit yang memisahkan gedung surat kabar dan gedung apartemen. “Hentikan!” teriak Shuuya. “Wah wah wah, apa yang SHUU lakukan di tempat begini?” tanya seorang dari preman-preman itu. “Wi, William-kun? Masuda-san? Hida-san? Takato-san? Masuka-san?” ucap Shuuya tak percaya. Reflek mengabsen satu persatu nama orang-orang di depannya. Pemuda itu menarik kerah kemeja Ao yang berlumuran darah. Dengan tampang menantang ia bertanya, “Apa kau ingin menyelamatkan sahabat tercinta?” “b******k!” umpatnya lalu berlari cepat dan menghujamkan pukulan ke wajah William. DUAK. William hanya membalasnya dengan picingan sarkastis. Setelah itu mereka semua pergi. Shuuya langsung berjongkok di depan Ao. Melepaskannya. Dikeluarkan sapu tangan dari kantong dalam blazer seragam. Menggunakannya untuk menghapus darah dari luka di sekujur tubuh Ao. “Apa yang terjadi padamu?” tanya Shuuya khawatir. Ao terdiam. Memalingkan wajah perlahan. “Akan kita bicarakan nanti. Sekarang pegangan yang kuat. Akan kuantar kau pulang,” pinta Shuuya lembut. ꝆĐꞰ Di apartemen Ao. Setelah Shuuya mengobati seluruh lukanya. Ao mulai berani buka suara. Jadi, seperti ini ceritanya… ꝆĐꞰ Saat berjalan pulang tiba-tiba tubuhnya ditarik memasuki tempat yang sepi. “Kembalikan kacamataku!” teriaknya sambil berusaha meraih-raih. “Siapa kalian?” tanya Ao. “Tidak penting siapa kami.” “Itu suara Inoue-san! Ada apa ini?” tanya Ao kalut. Jemari lentik Tsugumi menjambak naik poni Ao. Dengan kasar ia berkata, “Apa maksud ucapanmu kemarin itu, hah?” “A, Ampuni aku! Aku hanya orang suruhan! Aku tidak tau apa pun.” William menendang kepala senpai-nya dan berkata, “Jangan dipercaya. Di sekolah juga dia ini anak aneh. Katakan siapa yang menyuruhmu!” Ishito membuka notesnya. “Lagipula apa itu IQCI? Sudah aku cari di internet tidak ada sama sekali. Kau pasti mata-mata penjahat yang sebenarnya dan ingin membunuh kami dengan suatu cara.” “Aku sudah bilang. Itu organisasi yang sangat rahasia. Informasi tentangnya sama sekali tidak disiarkan ke publik,” ucap Ao berusaha membela diri. “Tidak bisa dipercaya aku dipermainkan oleh anak SMA bau kencur begini. Menyedihkan,” kata Soichirou yang duduk di semester 2 bangku kuliah. Inoue menarik kerah Ao. “Jadi, semua hal yang telah kami lakukan selama ini hanya untuk permainan bodoh anak ini?” tanyanya. “Sudah aku bilang aku hanya orang suruhan!” pekik Ao lagi. “Percuma memaksa dia bicara. Beri saja dia pelajaran untuk kesoktauannya itu,” saran Ishito. ꝆĐꞰ “Seperti itulah yang terjadi sebenarnya,” kata Ao mengakhiri ceritanya. Shuuya mendenguskan nafasnya kesal. “Benar-benar tidak tau mau. Kurang ajar sekali mereka.” “Tapi, aku tidak menyangka harus diselamatkan oleh Hashimoto san lagi. Entah sampai kapan aku akan terus bergantung padamu. Mungkin lebih baik aku segera mati oleh Rieki Shinmei,” ucapnya pelan. Ao memang tidak pantas mati. Ia terlalu bersih, batin Shuuya. Shuuya mendekati Ao. Dengan suara yang lirih ia berkata, “Apa kau ingin membalas mereka? Mereka semua yang selalu menyakitimu.” Ao menunduk. “Tidak. Hanya Tuhan yang berhak membalas mereka.” Benar. Tuhan. Keputusan Tuhan telah menjatuhkan hukuman pada mereka. Shuuya memegang kedua pundak Ao. “Aku tak akan membiarkan apa pun terjadi padamu. Percayalah padaku.” Kepercayaan. Kepercayaan bahwa yang baik selalu menang. Tidak selalu benar. ꝆĐꞰ Tidak lama kemudian Hashimoto san kembali. Hashimoto san yang selalu menyelamatkanku. Hashimoto san yang merupakan sosok kakak untukku yang selalu sendiri. Aku memang aneh dan selalu sendiri. Saat hanya Hashimoto san yang bersedia bersamaku. Aku merasa mulai memiliki arti. Hashimoto san memang segala-galanya untukku. Ia selalu ada untuk menyelamatkanku. Aku bukan apa-apa tanpanya. Bahkan sejak awal juga seperti itu. Tanpa disadari rupanya sejak tadi telepon genggamnya telah berdering. “Lancar. Sesuai rencana,” ucapnya dingin tanpa menungu kalimat pembuka dari sang penelpon. “Tapi, apa Anda baik-baik saja?” tanya si penelpon. Selama ada dirinya.Tak akan ada yang terjadi padaku. Tit. Drapdrapdrap. Langkahnya berjalan cepat menuju sebuah mobil mewah yang menunggu di tepian jalan. “s**l! Sudah jam segini!” Segera ia masuki mobil itu dan berhadapan dengan wajah marah seorang pria bernama Takuta Sashi. “Anda pikir sekarang sudah jam berapa?” tanya pria bernama Takuta itu dengan raut wajah sinis. “Tadi ada urusan sebentar,” jawab Shuuya acuh tak acuh. Mobil itu pun bergerak. Shuuya bertopang dagu pada jendela mobil. Diamatinya rumah-rumah yang berjalan menjauh. Dari kaca bening itu tampak bayangan wajah Takuta yang masih terlihat kesal. Setelahnya Shuuya membuka sebuah buku tebal hardcover dengan sampul polos berwarna merah. Buku itu hanya berisi kumpulan kertas-kertas kosong. Di salah satu halamannya Shuuya menuliskan nama Takuta. Perlahan kertas yang awalnya bersih muncul berbagai tulisan dan gambar. Shuuya menyembunyikan hal yang dilakukannya dari Takuta dengan menyender serapat mungkin dengan pintu mobil. Seumur hidup baru pertama kali ini ia berani memeriksa kadar kepantasan hidup seseorang di depan orang itu sendiri. Ini adalah tugas seorang calon dewa. Tuhan bagi penguasa kematian. Shuuya mencermati tulisan itu. Ia melihat Takuta dengan tatapan benci. Rupanya banyak hal yang telah ia sembunyikan darinya selama ini. Menurutnya Sashi pantas mati. Tapi, menurut tulisan yang muncul pada buku ini tidak. Menurutnya ini suatu kesalahan besar. Ada sangat banyak manusia yang pantas mati di dunia ini. Tapi, mengapa mereka tetap hidup? Sementara ada manusia yang tak pantas mati malah kehilangan nyawanya. Shuuya paham apa yang terjadi. Dan itulah motivasi awalnya menerima tawaran Erick untuk menjadi calon penguasa kematian. Kematian yang tidak seharusnya terjadi harus dihentikan. Ialah yang akan menciptakan kematian ideal untuk seluruh manusia. Kematian yang biasa benar-benar bukan hal yang akan ia lakukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD